POSO,
Poso, Sulawesi Tengah, terus menyimpan bara yang tak berkesudahan. Daerah itu
seolah menjadi sarang kelompok radikal. Terbukti, dari penyisiran polisi di
Gunung Koroncopu, Kecamatan Poso Pesisir Utara, ditemukan sejumlah peralatan
perang, seperti ratusan amunisi dan puluhan bom rakitan dalam berbagai ukuran
dan jenis.
Ada pula senjata api organik dan rakitan, alat
pengintai, penunjuk arah, alat komunikasi, dan puluhan pakaian loreng yang
mirip pakaian dinas TNI. "Barang-barang ini kami temukan dalam penyisiran
selama beberapa pekan di Gunung Koroncopu. Ini milik kelompok garis keras yang
melakukan pelatihan dan bersembunyi di Gunung Koroncopu. Barang ini jadi bukti
keberadaan dan aktivitas kelompok ini. Barang-barang seperti ini lazim
digunakan dalam perang atau latihan perang," kata Kepala Kepolisian Resor
Poso Ajun Komisaris Besar Susnadi, Rabu (12/6), di Poso.
Susnadi didampingi Wakil Kepala Polres
Poso Komisaris Boegik S dan Dandim 1407 Poso Letkol Inf Bobby Prabowo. Hadir
pula Komandan Batalyon Infanteri 714 Sintuwu Maroso, Letkol Inf Trijoko, dan
Kepala Kejari Poso Nurtaman.
Sentra di
hutan
Penyisiran oleh Resmob Polda Sulteng dan Resmob Den
B Poso dilakukan sejak Mei di Gunung Koroncopu. Diduga kelompok garis keras
pimpinan Santoso beserta ratusan pengikutnya menjadikan Koroncopu sebagai
pusat pelatihan dan persembunyian dari kejaran aparat. Di antara mereka ada
buron seperti dilansir polisi sejak Februari.
Di Poso, polisi mengidentifikasi sejumlah wilayah
yang kerap dijadikan tempat pelatihan, seperti Gunung Koroncopu, Gunung Bini,
dan Desa Malino di perbatasan Poso dan Morowali. Lokasi pegunungan berupa hutan
lebat dan akses yang sulit ditembus membuat Gunung Koroncopu dan Gunung Biru
strategis untuk tempat berlatih dan bersembunyi. Untuk menuju ke Gunung Biru
atau Koroncopu, akses hanya bisa dilalui dengan kendaraan roda dua jenis trail
atau motor jenis bebek yang dimodifikasi. Selebihnya hanya bisa dilalui dengan
berjalan kaki.
Beberapa waktu lalu, Kompas ikut menyisir ke Gunung
Biru di lokasi aparat kepolisian dan TNI menemukan kamp pelatihan. Sebagaimana
lokasi perang, di tempat ini terdapat sejumlah bungker untuk bersembunyi dan
mengintai. Ada pula tulisan dan tanda-tanda semacam sandi atau kode di sejumlah
pohon. Sebagian ditulis dalam bahasa Arab.
Di hutan ini juga terdapat sejumlah pondok
peristirahatan yang dilengkapi bahan makanan dan obat-obatan, sekaligus persembunyian
persenjataan. Diduga simpatisan kelompok yang berada di desa sekitar pegunungan
itu mengirim logistik dan menyimpannya di pondok di hutan.
"Nudin yang tewas tertembak adalah di antara
orang yang rutin mengantar logistik untuk kelompok ini. Dalam catatan Densus,
aliran dana yang dikirim kelompok Abu Roban ke Poso melalui Nudin," ujar
Susnadi.
Aktor dari
luar
Terkait temuan pakaian loreng mirip pakaian dinas
TNI, Bobby Prabowo mengatakan, hal itu tidak ada kaitannya dengan TNI. Pakaian
seperti itu banyak dijual. Mereka menggunakannya untuk menyamar dan
bersembunyi. "Tidak ada kaitan dengan TNI. Makanya, saat ini kami memperketat
pembelian atau pengeluaran pakaian dinas. Harus menunjukkan kartu anggota
untuk membeli," ujarnya.
Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM, M
Najib Azca, menilai, karakteristik konflik Poso berupa keterlibatan mendalam
aktor dari luar. Banyak orang luar berdatangan guna terlibat saat konflik
pecah di Poso. Selain menjadi pelaku kekerasan, para pendatang juga merekrut
orang lokal untuk bergabung dalam kelompok mereka. "Sebagian kelompok itu
masih bertahan sampai sekarang. Mereka menganggap konflik tak selesai. Elemen-elemen
itu menjadi aktor konflik sekarang," ujarnya.
Soal kepastian pelaku bom bunuh diri, hingga kini
polisi masih menunggu hasil tes DNA yang dilakukan di Jakarta Sejauh ini,
pelaku mengarah kepada W, warga Desa Labuan, Lage Poso. Ayah W, yakni Il,
mengakui foto yang disebar polisi mirip anaknya yang menghilang delapan bulan
lalu. Untuk membuktikan pengakuan Il, polisi mengambil sampelnya dan sampel W.
Serahkan
data
Di Kendari, Polres Parepare, Sulawesi Selatan,
menyerahkan berbagai data terkait temuan 4.000 detonator peledak kepada Detasemen
Khusus 88 Antiteror Polri. Densus 88 akan menganalisis apakah detonator-detonator
itu memiliki kaitan dengan aksi teror atau tidak.
"Kami sudah mengirimkan berbagai data dan
barang bukti kepada Densus 88. Kini mereka sedang menganalisisnya," ujar
Kepala Polres Parepare Ajun Komisaris Besar Himawan Sugeha.
Polres Parepare telah menahan tersangka R alias HJ
selaku pemilik 4.000 detonator itu. B sehari-hari berprofesi sebagai pedagang
kelontong di kota itu. "Yang bersangkutan akan dikenai pasal kepemilikan
bahan peledak ilegal yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1951," ujarnya.
Polres Parepare mengungkap pengiriman 4.000
detonator itu pada Jumat (7/6). Bahan peledak itu diangkut menggunakan KM
Thalia dari Nunukan, Kalimantan Timur, dengan tujuan Pelabuhan Parepare.
Barang dikemas dalam 40 dus. Setiap dus berisi 100 buah, lalu dicampur dengan
barang kelontong. Dari Pelabuhan Parepare, barang dikirimkan ke rumah R.
"Barang ini berasal dari Malaysia," kata Himawan. Dari pengakuan R
detonator itu pesanan HM untuk menangkap ikan. HM yang tinggal di Kota
Makassar itu diketahui sebagai pengusaha ikan. (REN/ENG/RAZ), Sumber Koran: Kompas (12 Juni 2013/Rabu, Hal. 01)