Reporter :
Ramadhian Fadillah
Senin, 24 Juni 2013
06:15:00
Pemerintah
menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Masyarakat menjerit karena
takut biaya kebutuhan pokok akan ikut merangkak naik. Di sejumlah pasar,
harga-harga sudah naik 10-25 persen.
BBM memang salah
satu kebutuhan vital. Bukan hanya bagi rakyat, BBM juga sangat dibutuhkan dalam
operasional militer. Karena itu dalam setiap perang, pertempuran memperebutkan
sebuah kilang minyak selalu berlangsung heroik.
Ceritanya tahun
1948, Partai Komunis Indonesia (PKI) di bawah kepemimpinan Muso memberontak
pada Republik Indonesia dan duet Soekarno -Hatta. Pemberontakan ini juga diikuti oleh
batalyon-batalyon TNI dan laskar rakyat yang kecewa dengan kebijakan Wapres
sekaligus Menteri Pertahanan Mohammad Hatta. Hatta mengurangi jumlah personel
TNI yang dinilai terlalu banyak. Hatta ingin membentuk TNI yang profesional.
Apalagi saat itu perekonomian Indonesia morat-marit karena Agresi Militer
Belanda I.
Bayangkan saat itu
ada satu Batalyon yang hanya punya 30 pucuk senjata, tapi anggotanya ada 300
orang. Atau ada seorang Panglima Laut yang markasnya malah di hutan belantara.
Jumlah laskar lebih banyak lagi. Disiplin mereka kurang dan kerap bentrok
dengan TNI reguler.
Salah satu pasukan
yang ikut memberontak adalah Laskar Minyak di Cepu, Jawa Tengah. Sesuai
namanya, mereka bertugas mempertahankan Blok Minyak Cepu dari serangan Belanda.
Tapi kemudian mereka menyerang markas TNI di Cepu tanggal 27 September 1948.
Serangan
berlangsung dahsyat. TNI terdesak dan meminta bantuan dari Divisi Siliwangi
yang sudah menghancurkan kekuatan-kekuatan PKI di Madiun.
Perintah untuk
merebut Cepu datang langsung dari Menhan Mohammad Hatta. Kolonel Hidayat dari
Markas Angkatan Perang RI terbang naik pesawat Cureng milik AURI ke Maospati
Magetan. Hidayat membawa surat untuk Mayor Daeng. Isinya tegas, Batalyon Daeng
ditugaskan ke utara merebut Cepu. Kondisi perjuangan sangat membutuhkan BBM
dari kilang minyak Cepu.
Jalannya
pertempuran ini dikisahkan Letjen (Purn) Himawan Soetanto dalam buku Perintah
Presiden Soekarno : Rebut Kembali Madiun, terbitan Pustaka Sinar Harapan. Saat
itu Himawan masih berpangkat letnan.
Pertempuran di Cepu
berlangsung sengit. Selama delapan hari, Blok Minyak Cepu berganti tangan empat
kali! Awalnya TNI berhasil merebut, tapi PKI merebut lagi, begitu berkali-kali.
Di siang hari TNI memegang kendali, di malam hari Laskar Minyak yang mengambil
alih kendali Cepu.
Tanggal 4 Oktober
1948, Laskar Minyak ditambah 1 Batalyon dari Brigade 6 Soegiarto mengadakan
serangan balik. Serangan dahsyat itu berhasil merebut sebagian Kota dan Blok
Cepu. Batalyon TNI di bawah Mayor Soedono terdesak.
TNI terbantu
Batalyon Daeng yang datang dari Selatan. Mereka memukul balik Laskar Minyak
keluar dari Cepu. Sebelum lari, Laskar Minyak membakar kilang minyak dan
merusak bangunan-bangunan untuk menghalangi pengejaran.
Pasukan TNI
berhasil merebut Cepu dan Kilang Minyak tanggal 8 Oktober. Saat merazia
rumah-rumah penduduk di Cepu, mereka terkejut karena hampir setiap rumah
ditemukan tanda-tanda bekas digunakan pemberontak PKI.
Pertempuran di Cepu
merupakan salah satu yang tersulit. Selanjutnya Batalyon Kemal Idris dan
Batalyon Daeng tak mengalami perlawanan berarti saat merebut Blora secara
keseluruhan.
Tak lama kemudian,
seluruh pemberontakan PKI dipadamkan. Muso tertembak dalam pengejaran. [ian]