Sabtu, 22 Juni 2013
09:18 WIB
Tribunnews.com,
Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengingatkan
KSAD Jenderal Moeldoko agar TNI
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Pernyataan YLBHI
tersebut disampaikan Ketua Badan Pengurus YLBHI Alvon Kurnia Palma, SH,
menanggapi atas pernyataan KSAD Jenderal Moeldoko yang siap menjaga keamanan
jika terjadi gelombang aksi besar-besaran menentang kebijakan kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
"Tugas dan
peran TNI lebih kepada penjagaan Kedaulatan dan pertahanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dari ancaman luar, bukan ancaman dari internal dalam bentuk keamanan
yang menjadi tugas dan peran pokok kepolisian," tulis Alvon dalam
pernyataannya yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (22/6/2013).
Hal tersebut,
katanya, sesuai dengan UU No. 34/2004
tentang TNI dalam pasal 5, 6, dan 7 terkait peran, fungsi dan tugasnya adalah
di bidang pertahanan negara. Sedangkan persoalan menjaga keamanan dan
stabilitas merupakan tugas kepolisian sesuai dengan amanah UU No. 2/2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Lebih jauh Alvon
mengatakan, emang dimungkinkan adanya perbantuan TNI ke Kepolisian dalam rangka
tugas keamanan dan ketertiban masyarakat. "Namun perlu juga diperhatikan
bahwa tugas perbantuan bisa dilaksanakan jika ada perundang-undangan yang
mengaturnya sebagaimana di atur dalam pasal 7 ayat (2) angka 10 UU TNI secara
tegas menyatakan bahwa perbantuan TNI kepada Polri dalam rangka tugas keamanan
dan ketertiban harus diatur oleh UU, Katanya. Selain itu, lanjut Alvon, dalam Pasal
41 ayat (1) UU Polri disebutkan bahwa perbantuan TNI kepada Polri harus diatur
berdasarkan suatu Peraturan Pemerintah.
Menurut Alvon, saat
ini dasar yang digunakan oleh baik Kepolisian untuk kerjasama dalam hal menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat hanyalah Memorandum of Understanding (MoU)
antara TNI dan Polri. Sebagaimana berdasarkan perundangan-undangan bahwa MoU
antara TNI dan Polri bukanlah dasar hukum terkait tugas perbantuan untuk
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
"MoU juga
tidak dikenal dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Ditegaskan dalam konstitusi bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka kebijakan
apapun harus sesuai dengan kerangka yuridis yang sudah ditentukan oleh Negara,
ujarnya.
Bahkan berdasarkan
catatan YLBHI, terkait fakta tindak kekerasan yang dilakukan TNI dalam beberapa
bulan terkahir semakin menonjol, seperti Pembunuhan terhadap Ibu dan Anak di
Garut Oleh Anggota TNI AD Yonif 303/SSM KOSTRAD Cibuluh, penrusakan dan
pembakaran Mapolres Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan oleh TNI dari Batalion
76/15 Armed Tarik Martapura, pembunuhan dan penganiayaan 4 tahanan LP Cebongan,
Sleman, Yogyakarta, oleh anggota Batalyon 22/Manggala yudha Grup-2 Kopassus
Kandang Menjangan, Kartasura, pembunuhan Seorang warga Kampung Sanggrahan RT IV
RW VI, Kelurahan Wates, Kota Magelang, oleh sekelompok anggota TNI Komando
Daerah Militer IV/Diponegoro, penganiayaan di kantor DPP PDIP Lenteng Agung,
Jakarta Selatan oleh 15 anggota TNI Batalyon Zeni Konstruksi 13/Karya Etmaka,
penculikan dan pembunuhan oleh Enam oknum anggota TNI Yonif 400 Riders
Semarang.
Atas hal tersebut,
YLBHI menyatakan bahwa tugas perbantuan justru dikhawatirkan nantinya malah
menjadi malapetaka bagi stabilitas keamanan nasional. "Lebih-lebih tugas
perbantuan ini di fokuskan kepada penolakan masyarakat atas kebijakan kenaikan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM)," katanya.
Dengan demikian,
jelasnya, tugas perbantuan tidak lah sesuai dengan koridor hukum di Indonesia,
karena sampai saat ini peraturan perundang-perundangan yang mengatur tugas
perbantuan itu belum ada.
Editor: Gusti Sawabi