YOGYAKARTA, Komisi pembelaan Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) yang selama ini selalu membela empat tahanan yang
tewas ditembaki di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Kab. Sleman, mendapat
kritikan dari sejumlah tukang becak di Yogyakarta.
Para tukang becak itu melontarkan kritikan, sebagai
bentuk dukungan kepada ke-12 oknum anggota Kopassus yang menjadi terdakwa dalam
lanjutan sidang kasus tersebut, di Yogyakarta, Senin (24/6/2013).
Mereka merupakan bagian dari sejumlah aspirasi
warga Yogyakarta yang mendukung ke-12 oknum anggota Kopassus itu atas aksi
mereka di LP Cebongan lalu.
Paguyuban tukang becak mengerahkan 12 becak ke
halaman Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta di Banguntapan. Jumlah becak
tersebut disesuaikan jumlah terdakwa, dengan alasan untuk menjemput para
terdakwa yang berjumlah 12 orang, untuk dibawa pulang.
Jiyono, juru bicara tukang becak yang hadir di pengadilan,
menyatakan tidak selayaknya hakim memvonis 12 terdakwa bersalah. Alasannya,
tindakan mereka, sebagai aksi heroik yang tujuannya memberantas preman kelompok
Decky dkk yang selama mukim di Yogyakarta melakukan berbagai gangguan keamanan.
Tukang becak itu juga menyebarkan sebuah tabloid
isi empat lembar, tulisannya deskripsi nama-nama preman kelompok Marcel dan
Decky dan dosa-dosa kejahatan yang mereka lakukan. Tabloid tersebut juga berisi
tulisan tentang sikap Komnas HAM terhadap kasus pembunuhan tahanan LP Cebongan.
Paguyuban tukang becak mengkritisi lembaga hak
asasi tersebut atas kesimpulan bahwa kasus Cebongan sebagai pelanggaran berat
hak asasi manusia dan pihak-pihak terkait yang harus bertanggung jawab, yakni
Pangdam IV/Diponegoro, Kapolda DI Yogyakarta, dan Gubernur DI Yogyakarta serta
sejumlah pihak lain.
Dalam orasinya, Jiyono mengkritisi sikap Komnas
HAM, yang dianggap keliru memahami kasus Cebongan. "Kasus Cebongan bukan
operasi militer, maka bukan pelanggaran HAM. Kemudian tindakan oknum-oknum
anggota Kopassus Group II Menjangan sebagai pemberantasan preman yang
meresahkan warga," ujarnya.
Sementara tim kuasa hukum yang dipimpin Kol (CHK)
Rohmat dalam eksepsi terhadap dakwaan oditur militer mempertanyakan kelengkapan
dan sinkronisasi dakwaan.
Dia menyatakan dakwaan kasus utama yang melibatkan
Ucok Tigor Simbolon dkk. dakwaan tidak merinci bagaiamana terdakwa merencanakan
pembunuhan terhadap para korban.
Rohmat menyimpulkan dakwaan tidak lengkap dan harus
dikembalikan kepada oditur militer. Tanggapan yang hampir senada disampaikan
terhadap terdakwa lain. Sidang dilanjutkan, Rabu (26/6/20i3) besok, dengan
agenda jaksa oditur menanggapi eksepsi tim penasihat hukum terdakwa.
Sementara itu dilansir Antara, anggota Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Teguh Soedarsono mengatakan, munculnya
aksi-aksi massa pada saat digelar sidang penyerangan Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIB Cebongan, Sleman di Pengadilan Militer, membuat saksi keberatan
hadir.
Pada lanjutan sidang itu, tim pembela tiga terdakwa
kasus penyerangan LP Cebongan, menganggap dakwaan Oditur Militer dipaksakan dan
mengada-ada. (A-84), Sumber Koran:
Pikiran Rakyat (25 Juni 2013/Selasa, Hal. 08)