Selasa, 25 Juni 2013

Sikap Komnas HAM Dikritisi


YOGYAKARTA,   Komisi pembelaan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang selama ini selalu membela empat tahanan yang tewas ditembaki di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Kab. Sleman, mendapat kritikan dari sejumlah tukang becak di Yogyakarta.

Para tukang becak itu melontarkan kritikan, sebagai bentuk dukungan kepada ke-12 oknum anggota Kopassus yang menjadi terdakwa dalam lanjutan sidang kasus tersebut, di Yogyakarta, Senin (24/6/2013).

Mereka merupakan bagian dari sejumlah aspirasi warga Yogyakarta yang mendukung ke-12 oknum anggota Kopassus itu atas aksi mereka di LP Cebongan lalu.

Paguyuban tukang becak mengerahkan 12 becak ke halaman Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta di Banguntapan. Jumlah becak tersebut disesuaikan jumlah terdakwa, dengan alasan untuk menjemput para terdakwa yang berjumlah 12 orang, untuk dibawa pulang.

Jiyono, juru bicara tukang becak yang hadir di pengadilan, menyatakan tidak selayaknya hakim memvonis 12 terdakwa bersalah. Alasannya, tindakan mereka, sebagai aksi heroik yang tujuannya memberantas preman kelompok Decky dkk yang selama mukim di Yogyakarta melakukan berbagai gangguan keamanan.

Tukang becak itu juga menyebarkan sebuah tabloid isi empat lembar, tulisannya deskripsi nama-nama preman kelompok Marcel dan Decky dan dosa-dosa kejahatan yang mereka lakukan. Tabloid tersebut juga berisi tulisan tentang sikap Komnas HAM terhadap kasus pembunuhan tahanan LP Cebongan.

Paguyuban tukang becak mengkritisi lembaga hak asasi tersebut atas kesimpulan bahwa kasus Cebongan sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia dan pihak-pihak terkait yang harus bertanggung jawab, yakni Pangdam IV/Diponegoro, Kapolda DI Yogyakarta, dan Gubernur DI Yogyakarta serta sejumlah pihak lain.

Dalam orasinya, Jiyono mengkritisi sikap Komnas HAM, yang dianggap keliru memahami kasus Cebongan. "Kasus Cebongan bukan operasi militer, maka bukan pelanggaran HAM. Kemudian tindakan oknum-oknum anggota Kopassus Group II Menjangan sebagai pemberantasan preman yang meresahkan warga," ujarnya.

Sementara tim kuasa hukum yang dipimpin Kol (CHK) Rohmat dalam eksepsi terhadap dakwaan oditur militer mempertanyakan kelengkapan dan sinkronisasi dakwaan.

Dia menyatakan dakwaan kasus utama yang melibatkan Ucok Tigor Simbolon dkk. dakwaan tidak merinci bagaiamana terdakwa merencanakan pembunuhan terhadap para korban.

Rohmat menyimpulkan dakwaan tidak lengkap dan harus dikembalikan kepada oditur militer. Tanggapan yang hampir senada disampaikan terhadap terdakwa lain. Sidang dilanjutkan, Rabu (26/6/20i3) besok, dengan agenda jaksa oditur menanggapi eksepsi tim penasihat hukum terdakwa.

Sementara itu dilansir Antara, anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Teguh Soedarsono mengatakan, munculnya aksi-aksi massa pada saat digelar sidang penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan, Sleman di Pengadilan Militer, membuat saksi keberatan hadir.

Pada lanjutan sidang itu, tim pembela tiga terdakwa kasus penyerangan LP Cebongan, menganggap dakwaan Oditur Militer dipaksakan dan mengada-ada. (A-84), Sumber Koran: Pikiran Rakyat (25 Juni 2013/Selasa, Hal. 08)