Jumat, 21/06/2013
10:48 WIB
Ramdhania El Hida -
detikNews
Jakarta - Kasus
penyerangan dan pembunuhan tahanan oleh 12 anggota Kopassus di LP Cebongan,
menjadi catatan sendiri bagi TNI. Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono
menegaskan tak ada keterlibatan atasan dalam pembunuhan itu.
"Ya kalau
tidak terlibat kenapa disentuh-sentuh. Jadi mari kita ikuti proses persidangan
jangan sampai kita membuat perkiraan sendiri-sendiri yang seolah-olah atasannya
pun terlibat, belum tentu," kata Agus Suhartono di sela mengikuti rapat di
kantor Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta Pusat, Jumat
(21/6/2013).
"Ikuti saja
prosesnya jangan sampai juga pendapat-pendapat kita membuat pressing terhadap
hakim, jangan. Biar saja itu," lanjutnya.
Terkait pergantian
Wadanjen Kopassus yang dilakukan tak lama setelah kasus Cebongan, Agus
menyatakan hal itu hanya rotasi biasa bukan adanya keterlibatan.
"Mutasi di
lingkungan TNI kan biasa. Ada yang dijadikan Pangdam, jadikan Kasdam, sama itu.
Sama dengan saya mau pensiun," kata Agus.
Agus menegaskan
bahwa peristiwa penyerangan LP Cebongan tak terencana, itu dilakukan spontan
oleh 12 prajurit Kopassus. "Terencana pada tataran pelaksana di bawah, itu
aja yang perlu diketahui. Jadi orang mau bergerak, bapak dari kantor mau ke
sini pakai rencana nggak? Terencana nggak namanya. Ya, itulah sama," papar
Agus.
Terkait persidangan
12 prajuritnya yang telah dimulai pada Kamis (20/9) kemarin, Agus berharap
hukum dapat ditegakkan dan tak ada intervensi kepada hakim. Ia juga meminta
masyarakat memantau proses persidangan itu.
"Tentu sekali
lagi mari kita ikuti proses persidangan ini dengan sebaik-baiknya agar proses
tersebut bisa dilaksanakan secara benar tanpa ada intervensi, tanpa ada
pengaruh," ungkapnya.
Agar peristiwa ini
tak terulang, pihaknya menekankan prajuritnya untuk taat dan memahami hukum.
"Ya tentu sebenarnya kan semua pencegahan itu sudah kita lakukan, tinggal
prajuritnya memahami permasalahan (hukum) itu. Kita tekankan terus,"
tegasnya.
12 Prajurit
Kopassus Grup II Kandang Menjangan, Kartasura, yang diadili memiliki pangkat
serda, sertu dan serma. Dakwaan paling berat ditujukan kepada Serda Ucok Tigor
Simbolon yang menjadi eksekutor. (bal/nrl)