YOGYAKARTA—Letnan
Kolonel Rokhmat, pengacara para terdakwa kasus penyerangan Lembaga
Pemasyarakatan kelas II-B Cebongan, Sleman, menilai dakwaan oditur militer
kabur. Menurut dia, oditur tidak mengurai perencanaan pembunuhan yang
didakwakan melalui Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. "Dari
analisis kemampuan militer, perbuatan terdakwa tidak mencerminkan adanya
perencanaan tersebut," kata Rokhmat saat membacakan eksepsi (nota
keberatan) di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, kemarin.
Kasus penyerangan di Penjara Cebongan terjadi pada
23 Maret lalu yang mengakibatkan empat tahanan dari kelompok Deki cs tewas
ditembak. Penyerangan itu berlatar belakang terbunuhnya Sersan Kepala Heru
Santoso di Hugo's Cafe, beberapa hari sebelumnya. Oditur mendakwa 9 dari 12
terdakwa dengan dakwaan primer pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman
mati. Salah satu terdakwa adalah Sersan Dua Ucok Tigor Simbolon.
Rokhmat menjelaskan, terdakwa datang ke Penjara
Cebongan setelah mendapat info dari masyarakat bahwa pembunuh Heru ada di sana.
"Terdakwa juga tidak tahu lokasi Lapas Cebongan." Buktinya, kata
Rokhmat, terdakwa Sersan Dua Ucok bertanya kepada semua tahanan tentang
identitas kelompok Deki dan kawan-kawan saat masuk ke ruang Anggrek sel A5.
Dia mengatakan terdakwa juga tak melanggar perintah
atasan. Alasannya, pada 22 Maret lalu, mereka keluar dari tempat latihan di
Gunung Lawu pada pukul 16.00 WIB, ketika latihan sudah selesai. Pada pukul
05.30 WIB hari berikutnya, mereka tiba kembali ke lokasi latihan.
Pengamat hukum pidana Ganjar Laksmana menilai
janggal atas eksepsi yang menyatakan pembunuhan itu tak berencana. "Tak
mudah dan perlu waktu mengumpulkan 12 orang dalam satu waktu," kata Ganjar
kemarin. (MUH SYAIFULLAH | ERWAN
HERNAWAN), Sumber: Koran Tempo (25 Juni 2013/Selasa, Hal. 06)