Selasa, 04 Juni 2013

DPR Heran Artis dan Pengusaha Tak Kena Wajib Militer


03 Juni 2013 | 14:18:34
oleh Yoga Guritno
Liputan6.com, Jakarta : Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanudin menegaskan, Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan belum menjadi prioritas untuk menjadi undang-undang. Menurutnya, dengan 420.000 pasukan TNI sudah cukup untuk mengantisipasi perang.

Kemudian dari sisi pasal-pasalnya, jelas Hasanudin, pada Pasal 8 ayat 1 dan 2, menurutnya dianggap sebagai pasal diskriminatif. "Dalam pasal ini, mengapa yang kena wajib militer hanya PNS, buruh, dan pekerja saja. Mengapa untuk artis atau mungkin pengusaha tidak kena wajib militer?" kata Hasanudin di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (3/6/2013).

Dalam pasal itu, sambung Hasanudin, bila PNS, buruh, dan pekerja menolaknya, maka mereka dapat dipidana sekurang-kurangnya 1 tahun, sesuai Pasal 38 ayat 1. Termasuk para pimpinan PNS atau buruh dan pekerja dapat dikenakan pidana selama 6 bulan sesuai Pasal 39.

"Pasal lain yang sangat sensitif adalah Pasal 14 ayat 1 dan 2. Di mana sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana BUMN/BUMD atau Badan Hukum Milik Perseorangan, dapat digunakan sebagai komcad (komponen cadangan) dan wajib diserahkan pemakaiannya," ungkap anggota Fraksi PDIP itu.

Bila sumber-sumber dan saran-prasarana itu diserahkan, lanjut Hasanudin, maka pihak terkait akan dipidana penjara 1 tahun, sesuai Pasal 42 ayat 1. "Pasal ini dianggap sebagai perampasan terhadap hak milik perorangan," tegas dia.

Menurut Hasanudin, RUU Komponen Cadangan merupakan RUU inisiatif Pemerintah, yang diserahkan kepada DPR pada 2010 yang lalu. Kemudian oleh DPR, khususnya Komisi I, disosialisasikan kepada masyarakat, perguruan tinggi, pakar-pakar pertahanan, termasuk para purnawirawan TNI, dan lain-lainnya.

Hasanudin menjelaskan, pendapat dari beberapa tokoh dan para pensiunan TNI disampaikan tentang grand strategi dan rencana strategis (renstra) pembangunan TNI ke depan, setidaknya sampai 2024 melalui terwujudnya Minimum Essensial Forces (MEF).

"Dan dihadapkan dengan kemungkinan tidak adanya ancaman agresi militer 10 sampai 15 tahun ke depan, dengan kekuatan TNI, yang 420.000, ditambah peremajaan alutsista dan perbaikan kesejahtraan para prajuritnya, maka wajib militer yang berupa komcad dianggap tidak harus menjadi prioritas," pungkas Hasanudin. (Mut/Sss)