Selasa, 04 Juni 2013

Ada Pasal-Pasal Diskriminatif dalam RUU Komcad


Senin, 03 Juni 2013 | 11:01 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengatakan mayoritas masyarakat Indonesia-menolak Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan (Komcad) yang di dalamnya termuat wajib militer.

Kata TB, wajib militer dianggap tidak menjadi prioritas. Hal ini juga merupakan hasil terusan dari sosialisasi Komisi I kepada masyarakat, perguruan tinggi, pakar-pakar pertahanan (termasuk para purnawirawan TNI) dan lainnya.

"Pendapat dari beberapa tokoh dan para pensiunan TNI disampaikan tentang Grand Strategi dan Renstra Pembagunan TNI kedepan setidaknya sampai tahun 2024 melalui terwujudnya Minimum Essensial Forces (MEF)," ujarnya, Senin (3/6).

Dilanjutkan, dari hasil sosialisasi tersebut juga didapatkan kesimpulan kemungkinan tidak adanya ancaman agresi militer dalam 10 sampai 15 tahun ke depan.

"Dengan kekuatan TNI yang 420.000 ditambah peremajaan alutsista dan perbaikan kesejahteraan para prajuritnya, maka wajib militer yang berupa Komcad dianggap tidak harus menjadi prioritas," lanjutnya.

Ditambah lagi, kata TB, adanya pasal-pasal yang diskriminatif dalam RUU usulan pemerintah ini. Dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2), misalnya, memaparkan pihak yang menjadi wajib militer hanya PNS, buruh, dan pekerja saja.

"Mengapa untuk artis atau mungkin pengusaha tidak kena wajib militer? Bila PNS, buruh, dan pekerja menolaknya maka mereka dapat dipidana sekurang-kurangnya 1 tahun (sesuai Pasal 38 ayat (1) ), termasuk para pimpinan PNS/buruh dan pekerja dapat dikenakan pidana selama 6 bulan (sesuai Pasal 39)," tandasnya.

Pasal lain yang sangat sensitif, lanjut TB, adalah Pasal 14 ayat (1) dan (2) di mana sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana BUMN/BUMD atau Badan Hukum Milik Perorangan, dapat digunakan sebagai Komcad dan wajib diserahkan pemakaiannya. Bila tak menyerahkannya, dia dipidana penjara 1 tahun (sesuai Pasal 42 ayat 1 ).

"Pasal ini dianggap sebagai perampasan terhadap hak milik perorangan," imbuhnya. (Astri Novaria) & Editor: Asnawi Khaddaf