Senin, 6 Mei 2013 21:47 WIB |
1770 Views
Jakarta (ANTARA News) - Temuan
barang bukti ratusan peluru 5,56 milimeter, tombak dan panah tradisional,
bendera OPM Bintang Kejora, dan belasan seragam loreng a'la TNI AD di Aimas,
Kabupaten Sorong, Papua, menghasilkan fakta baru.
"Ada indikasi mereka tengah
merencanakan serangan ke pos-pos polisi dan TNI AD di sini," kata
Inspektur Pegawas Daera Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Polisi Gde
Sugianyar. Temuan ini, katanya dari Sorong, Senin malam, berawal dari rencana
peringatan Hari NKRI yang oleh OPM dinamakan Hari Aneksasi, pada 1 Mei kemarin
di Sorong.
"Informasi kami dapatkan,
OPM akan menaikkan bendera mereka itu pada 1 Mei. Malam menjelang hari itu,
kami bersama TNI berpatroli namun malah diserang dan ada personel TNI AD
diserang hingga luka-luka," katanya.
Blokade dan serangan terhadap
patroli gabungan polisi dan TNI setempat itu diketahui oleh OPM pimpinan Isak
Kalaibin. Saat dikejar hingga ke rumah di dekat tempat kejadian, anggota OPM
yang menyerang itu kabur ke hutan. Di satu gubuk yang ada di lokasi, polisi dan
personel TNI AD setempat menemukan berbagai barang bukti itu.
"Bahkan di lapangan di
belakang rumah itu dijadikan arena latihan anggota OPM itu. Ada bagan
organisasi OPM, denah posisi pos-pos kami dan data kekuatan, dokumen-dokumen
lain, dan senjata-senjata rakitan berikut ratusan peluru. Dari situlah kami
menyembangkan penyelidikan," kata Sugianyar.
"Kami menangkap tujuh orang
yang diketahui terlibat rencana dan penyerangan itu. Enam di antaranya kami
tetapkan sebagai tersangka, yaitu Antonius Saraf, Hengki Sange, Klemens
Kadimka, Obaja Kamestran, Yordan Magablo, dan Obeth Kamestra," katanya.
Di sela olah TKP yang dipimpin
Wakil Kepala Kepolisian Papua, Brigadir Jenderal Polisi Paulus Waterpauw, itu
warga menuntut keadilan atas kematian dua warga setempat yang dikatakan mereka
mati akibat tembakan petugas. Menanggapi ini, Sugianyar menyatakan, "Kami
akan mengautopsi, mereka tidak boleh. Makanya kami olah TKP."
Sesudah olah TKP pada petang
hari, Waterpauw memberi penerangan kepada masyarakat setempat. "Ada
penghasutan melawan negara. Ini kami nyatakan melawan hukum," katanya.