Jakarta, Letjen
TNI Moeldoko yang dipilih sebagai
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) yang baru menyatakan siap melakukan
evaluasi internal khususnya terkait kasus-kasus perusakan hingga pembunuhan
yang melibatkan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam beberapa bulan
terakhir ini.
"Kita sudah mengevaluasi internal ya,
segera akan saya lihat kembali apakah ada proses pendidikan yang kurang baik
atau kurang benar, ini perlu penelitian," kata Moeldoko di Jakarta,
Senin (20/5). Evaluasi dan pembenahan, kata dia, akan terus dilanjutkan termasuk
mengenai transparansi anggaran. Dia juga meminta TNI bersatu dan menghindarkan
diri dari kubu-kubuan dalam institusi.
"Yang
jelas saya harus terbuka kepada seluruh jajaran bahwa tidak ada lagi
istilahnya ini orangnya Moeldoko atau siapa, ini tidak ada lagi, harus terbuka
semuanya," tegasnya.
Sementara
untuk penindakan terhadap pelaku kekerasan dari anggota TNI, instansinya ditegaskan
Muldoko taat mengikuti proses hukum. Beberapa bulan terakhir, aparat TNI
kerap dikaitkan dengan tindakan kekerasan seperti pembakaran dan aksi
kekerasan di kantor Polres Ogan Komering Ulu di Sumatera Selatan (Sumsel),
perkelahian di kantor DPP PDI-P Lenteng Agung hingga pembunuhan empat tahanan di
Cebongan oleh anggota Kopassus.
Anggota
Komisi I DPR Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati berpendapat ditunjuknya
Letjen TNI Moeldoko sebagai Kasad menggantikan Jenderal TNI Pramono Edhie
Wibowo karena intelektualnya sebagai tentara.
Dia
berharap Moeldoko mampu memajukan TNI AD sehingga terlatih dan profesional,
sehingga siap menghadapi tantangan modern seperti halnya kemungkinan perang
asimetrik.
"Kasad
yang baru harus piawai menjadikan prajurit memiliki kearifan
lokal dan kemahiran komunikasi antar budaya. Karena sekarang bukan zamannya
perang otot. Perang urat syaraf menuntut seseorang memiliki kemampuan pikir
yang tajam," kata Nuning sapaan Susaningtyas.
Kesejahteraan
Prajurit
Kasad juga dituntut mampu melakukan pengembangan
sumber daya manusia (SDM) dan meningkatkan kesejahteraan prajurit. Selain itu
hubungan antar institusi juga harus dibenahi. "Kemampuan pokok minimum
(Minimum Essential Force/MEF) bukan
hanya alutsista saja yang dikembangkan, tapi juga kesejahteraan dan kemampuan
serta pendidikan SDM," tutur politisi Partai Hanura ini.
Sementara
itu, disinggung mengenai kinerja Pramono, Nuning memandang bahwa Pramono
tidak serta merta menyombongkan diri sebagai keluarga istana. Walau keluarga istana,
beliau cukup memiliki pendirian yang tegas dan tidak mentang-mentang sebagai
keluarga istana. Meski dinilai cukup baik, namun wanita yang mendalami ilmu
intelijen ini memandang masih ada kekurangan pada era kepemimpinan Pramono. (BI/M-17), Sumber Koran: Suara Pembaruan (21 Mei 2013/Selasa, Hal. 07)