Perundingan antara
Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dan Pemprov Aceh terkait persoalan bendera ternyata
masih alot. Sumber SP di Kemdagri
menyatakan, Pemprov Aceh berkukuh dengan pemakaian bendera tersebut, karena mereka
menganggap Aceh sebagai daerah khusus. Sejumlah perundingan yang digelar
antara pemerintah pusat, yang diwakili Kemdagri, dan pemprov Aceh menemui
jalan buntu.
Alhasil, waktu perundingan yang semula dijadwalkan
selama 60 hari, diperpanjang hingga 90 hari. Perundingan dihitung sejak
pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Gubernur Aceh
Zaini Abdullah di Istana Presiden, Jakarta, pada 17 April lalu. Dengan
perpanjangan itu, perundingan dengan Pemda Aceh yang membahas masalah bendera
baru akan berakhir Juli nanti.
Perpanjangan itu terjadi karena pembahasan
yang alot. Kedua belah pihak masih pada posisi masing-masing. Pemprov Aceh
tetap pada sikap mereka, yaitu tidak mau mengubah lambang dan model bendera
yang sama persis dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sedangkan, pemerintah
pusat juga pada sikap semula, menolak bendera Aceh sama dengan bendera gerakan
separatis GAM.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi membantah
perundingan alot. Menurutnya, perpanjangan waktu perundingan terjadi karena
Pemda Aceh meminta waktu tambahan untuk sosialisasi atas hasil-hasil pertemuan
yang telah digelar sebanyak 4 kali. Ia menjelaskan, pemerintah pusat telati
mengusulkan ada perubahan dalam bendera Aceh. Perubahan sedikit saja tidak
masalah bagi pemerintah pusat, yang penting tidak sama 100 persen dengan
bendera GAM.
"Perubahan warna atau menghilangkan warna
hitam atau menambahkan bintang juga tidak masalah, yang penting tidak mirip
sekali dengan bendera GAM," ujarnya. [R-14], Sumber
Koran: Suara Pembaruan (29 Mei 2013/Rabu, Hal. 02)