Jakarta, Mabes Polri hingga Kamis (30/5) pagi belum juga
memberikan keterangan terkait peristiwa pembunuhan misterius di Puncak Jaya,
Papua.
Seperti diberitakan SH, Rabu (29/5), sedikitnya 11
warga Puncak Jaya, Papua ditemukan tewas. Sebelumnya, 41 warga dinyatakan
hilang di antaranya terdapat dua anak-anak. Tubuh warga ditemukan di pinggiran
Kali Yamo. Dua perempuan di antaranya diperkosa di Tingginambut, Puncak Jaya.
Kejadian itu berlangsung sejak 1 April 2013 hingga kini.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Suhardi Alius
yang dihubungi SH, Kamis pagi ini, mengaku belum bisa memberikan keterangan
soal itu karena tidak bisa berkomunikasi dengan Polda Papua. "Kapolda
belum bisa saya hubungi, mungkin karena di daerah sinyalnya tidak ada.
Biasanya setelah ada sinyal, beliau balas SMS saya," ujarnya.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)
Hamidah Abdurrahman yang dihubungi SH ternyata juga belum mengetahui peristiwa
yang terjadi di Puncak Jaya. Namun, dia berjanji akan segera turun ke tempat
kejadian peristiwa di Puncak Jaya.
"Tapi, terlepas dari rencana itu, kami
menyesalkan sikap kepolisian yang tidak profesional menyikapi peristiwa ini.
Seharusnya polisi profesional, turun ke sana dan berada di baris terdepan
untuk segera membuat situasi nyaman. Termasuk menegakkan hukum apabila memang
terjadi pelanggaran," tuturnya.
Bukan hanya itu, menurutnya, Polri dalam hal ini
juga wajib memberikan kejelasan kepada publik terkait sebab musabab peristiwa
ini.
Pangdam XVlI/Cenderawasih Mayjen TNI Christian
Zebua kepada
wartawan di
sela-sela acara rapat kerja daerah khusus di Kantor Gubernur Dok II, Jayapura,
Rabu siang, membantah dengan tegas isu yang mengatakan, pasca-tertembaknya
delapan prajurit TNI, lima warga Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya hilang
dan hingga kini keberadaannya belum diketahui. "Isu itu tidak benar. Saya
juga sudah mengirim tim investigasi ke sana dan sampai sekarang informasi itu
tidak jelas," katanya.
Soal adanya ketakutan di tengah masyarakat, Pangdam
kembali menegaskan bahwa itu sama sekali tidak benar. "Saya jamin mereka
tidak akan diganggu oleh prajurit. Saya tidak mengerti juga kenapa situasi
seperti ini bisa terjadi," ujarnya.
Saat disinggung soal kabar aksi balas dendam
setelah penembakan di llaga,
Puncak Jaya yang menewaskan tujuh prajuritnya, jenderal berbintang dua ini
kembali menegaskan hal itu tidaklah benar. "Kalau ada kabar seperti ini,
silakan tanya ke pihak kepolisian. Mungkin mereka mendengar hal menyangkut
tindak kejahatan," tuturnya.
Namun yang pasti investigasi yang dilakukan adalah
untuk merespons isu atau informasi tersebut dan ternyata itu tidak ada.
"Tim pergi ke Mulia, sedangkan ke Tingginambut tidak. Pemerintah daerah
sendiri tidak ingin ke Tingginambut karena dirasa sudah cukup. Jadi itu hanya
isu," ucapnya.
Saat ditanya motif
dari isu itu, ia tidak tahu. "Silakan tanya ke pihak kepolisian. Ini kan
istilahnya ada kelompok-kelompok tertentu yang melempar isu tersebut. Kalau
benar itu terjadi, pasti orang-orang sudah pada ributlah," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Papua Yunus Wonda tidak
membantah laporan yang dibuat SH terkait pembunuhan misterius di Puncak Jaya.
Ia mengatakan, lima warga Distrik Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya Papua
hilang. Dari laporan masyarakat, ada lima warga yang hilang dan tak diketahui
di mana keberadaannya. Sebelum hilang mereka disinyalir mendapat penyiksaan
dari aparat keamanan. Dari lima warga yang hilang, dua di antaranya masih
berstatus pelajar. Keduanya masih menjalani masa belajar di bangku SMP dan S
MA.
Menurut Yunus, selain ada lima warga yang hilang,
warga Tingginambut juga merasa tertekan dengan tindakan aparat keamanan yang kerap
melakukan aksi sweeping terhadap warga. Bahkan dalam melakukan razia,
aparat kerap mengintimidasi warga karena dicurigai sebagai anggota Organisasi
Papua Merdeka (OPM).
Dari informasi yang didapatkannya warga di sana selalu
dirazia aparat dan kerap dicurigai sehingga selalu tertekan dan waswas. Jika
warga melintas antara Ulu dengan Mulia, aparat selalu men-sweeping warga dengan intimidasi dan penyiksaan sehingga
warga menjadi ketakutan.
Sebelumnya, Sekjen Komite Nasional Papua Barat
(KNPB) Ones Suhuniap yang dihubungi SH, Selasa (28/5) siang, membenarkan
kejadian tersebut. "Sekarang warga masih mencari sisanya, 30 orang dewasa dan dua
anak-anak," katanya.
Nama-nama korban yang berhasil ditemukan warga, di
antaranya Eila Enumbi (27), Inoga Wonda (40), Deniti Telenggen (17), Telapina
Morib (47), Aibon Tabuni (38), Yomiler Tabuni (48), Bongar Telenggen (35), Yos
Kogoya (70), Yanenga Tabuni (36), Yerson Wonda (29), Eramina Murib, dan Regina
Tabuni.
Atas serangkaian peristiwa di Puncak Jaya, Ones
menyebutnya operasi gelap atau pembunuhan, serta upaya penghilangan orang asli
Papua di Puncak Jaya. Dia mengatakan operasi gelap di Puncak Jaya sudah
belangsung sejak 1 April 2013 hingga sekarang di mana para korban belum
ditemukan. (Ninuk Cucu Suwanti/Odeodata
H Julia), Sumber Koran: Sinar Harapan (30 Mei 2013/Kamis, Hal. 01)