Jakarta, Letjen
TNI Moeldoko yang akan dilantik sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD)
dituntut tidak hanya mampu mengelola operasi militer perang dan operasi
militer selain perang.
Pada
zaman modern ini, TNI Angkatan Darat membutuhkan pemimpin yang mampu
mengimplementasikan komunikasi antarbudaya.
"KSAD
yang baru harus piawai menjadikan prajurit memiliki kearifan lokal dan
kemahiran komunikasi antar budaya. Karena sekarang bukan zamannya perang otot.
Perang urat syaraf menuntut seseorang memiliki kemampuan pikir yang tajam,"
kata anggota Komisi I DPR, Susaningtyas Kertopati di Jakarta, Selasa (21/5).
Menurut
Susaningtyas, keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Moeldoko
menggantikan Jenderal TNI Pramono Edhie
Wibowo merupakan langkah yang tepat. Mantan wakil Gubernur Lemhannas ini
merupakan tentara intelektual. Karir militernya selama memimpin Kodam
Siliwangj, Kodam Tanjungpura, dan Divisi Infanteri I Kostrad cukup cemerlang.
"Moeldoko
seorang tentara intelektual yang diharapkan dapat menjadi pimpinan Angkatan
Darat dan mampu berkomunikasi dengan baik kepada prajuritnya," kata
Susaningtyas.
Ia
berharap Moeldoko mampu memajukan TNI AD menjadi tentara terlatih dan
profesional, sehingga siap menghadapi tantangan modern seperti halnya kemungkinan
perang asimetris.
KSAD
juga dituntut mampu melakukan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan
meningkatkan kesejahteraan prajurit. Selain itu hubungan antar institusi juga
harus dibenahi.
"Kemampuan
pokok minimum (Minimum Essential Force/MEF)
bukan hanya alutsista saja yang dikembangkan, tapi juga kesejahteraan dan
kemampuan serta pendidikan SDM," kata Susaningtyas.
Pengamat
militer Mufti Makarim mengatakan, secara institusi, Moeldoko harus mampu
mengubah paradigma TNI AD, khususnya untuk prajurit-prajurit. "Selama
ini mereka (prajurit TNI) merasa menjadi warga negara kelas 1, terkadang
mereka minta keistimewaan," papar Mufti.
Apalagi
menilik peristiwa kekerasan yang belum lama terjadi, diantaranya kasus
penyerangan Mapolres Ogan Komering Ulu, LP Cebongan dan Kantor DPP PDIP. Insiden
ini dilakoni oleh oknum prajurit TNI AD. "Ini catatan dan tugas rumah bagi
KSAD yang baru," kata dia.
Mufti
melihat kondisi ini sebagai tantangan yang harus bisa ditaklukan oleh elit TNI. Para
petinggi TNI harus mampu mengubah cara pandang. "Bintara hingga perwira
harus bisa memposisikan diri sebagai warga negara yang setara di mata
hukum," kata Mufti.
"Bukan
zamannya lagi mendapat perlakuan hukum yang istimewa. Jika itu tujuannya
jangan masuk tentara," sambung Mufti.
Kasus
ini juga semakin memperkuat alasan jika prajurit harus bisa juga diadili di
peradilan umum. Peradilan militer boleh tetap dilaksanakan hanya jika seorang
prajurit melakukan kesalahan yang berhubungan dengan penugasan mereka.
Pengangkatan
Moeldoko sebagai KSAD bersamaan mutasi Pati TNI lainnya. Mutasi itu didasari
Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/ 357/V/2013 tanggal 20 Mei 2013, tentang
Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam jabatan di lingkungan TNI. (Feber S), Sumber Koran: Suara Karya (22 Mei
2013/Rabu, Hal. 04)