Tangerang, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menyatakan, ada
kejanggalan dalam penanganan kasus perbudakan di Kampung Bayur Opak, Desa Lebakwangi, Kabupaten Tangerang, Banten. Kontras melihat, ada indikasi bahwa oknum anggota
Polsek Sepatan yang diduga terlibat, tidak ditelusuri.
"Informasi Ini berawal ketika ada 20 dari 34 korban maupun warga sekitar mengaku kerap melihat dua anggota Brimob di
lingkungan pabrik. Selain itu juga terlihat polisi dari Polsek Sepatan secara
rutin datang dengan membawa mobil dinas. Buruh kerap melihat polisi itu diberi
uang oleh pihak pabrik," ucap Koordinator Kontras Haris Azhar saat jumpa pers di kantor Kontras, Jakarta, Senin (6/5/2013).
Menurut Haris, sejumlah korban memang sering ditakut-takuti pemilik pabrik
dan centeng bahwa mereka akan dipukul polisi kalau tidak bekerja dengan baik. Korban juga sering diancam centeng akan
ditembak polisi. "Kalau Brimob dijadikan alat intimidasi. Yang teridentifikasi
ada dua Brimob. Belum diketahui Brimob mana. Kalau buruh enggak capai target, enggak mau kerja, ditakuti akan dipukul Brimob.
Balikan ditembak. Ini semua harus diperiksa sampai di mana keterlibatannya," kata Haris.
Anggota Kontras Syamsul Munir menuding, Polsek Sepatan diberi upeti untuk
membekingi usaha Yuki Irawan, bos pabrik kuali yang menyekap dan menyiksa
buruh itu. Menurut Syamsul, Yuki punya hubungan baik dengan polsek dan kepala
desa.
"Saat digerebek, Yuki datang terlambat dan di belakangnya ada seorang
Polisi Militer. Tetapi si PM langsung masuk," kata Syamsul yang ikut ke
lokasi penggerebekan.
Dengan demikian, Kontras meminta Mabes Polri untuk
mengawasi penanganan kasus itu dengan melihatkan Polda Metro Jaya dan Mabes Polri. "Kami mencium ada Indikasi
pembelokan fakta oleh Polres Kota Tangerang," ujar Haris.
Haris mengatakan, Polres Kota Tangerang berupaya mereduksi kasus. Hal itu terlihat dari pasal yang digunakan untuk menjerat bos pabrik Yuki Irawan (41) dan empat orang lainnya, yakni Sudirman (34), Nurdin (34), Jaya alias Mandor (41) dan tangan kanan Yuki. Tedi Suka Sukarno (34)
Mereka hanya dikenai pasal 333 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan dan pasal 351 KUHP lentang Penganiayaan. Padahal, kata Haris. mereka
seharusnya juga dikenakan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian, dan UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Pada Senin pagi, petugas dari Mapolda Metro Jaya mendatangi kediaman Yuki Irawan. Kunjungan dilakukan karena Polda Metro Jaya telah mendalami
informasi adanya pembekingan di pabrik kuali itu. "Selama ini, pelaku
memanfaatkah petugas yang datang ke rumahnya.
Padahal hanya untuk patroli. Namun kedatangan polisi dan TNI dimanfaatkan oleh
tersangka untuk menakuti-nakuti karyawan untuk tidak
berbicara terkait perbudakan dengan masyarakat dan kepolisian," kata
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto.
Dipanggil
Sementara itu, DPR menganggap perlu meminta penjelasan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, terkait kasus perbudakan di
pabrik kuali di Kabupaten Tangerang itu. Pemanggilan akan dilakukan dalam
waktu dekat, selepas masa reses DPR berakhir.
"Saya anjurkan, dalam kesempatan pertama DPR memanggil Menakertrans
dan pihak terkait untuk memastikan, apakah pemerintah kita proaktif?"
kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta,
Senin (6/5/2013).
Politikus Partai Golkar itu menganggap praktik yang cenderung mengarah
kepada perbudakan itu tidak dapat ditoleransi. Apalagi Indonesia sedang gencar
untuk memperbaiki kondisi hukum dan hak asasi manusia. "Perbudakan abad
modern, di saat kita menggalakkan soal hak asasi manusia, saya tidak bisa
menerima," tutur Priyo.
Priyo pun meminta semua pihak berwenang untuk menginvestigasi kasus itu
sampai tuntas. Oleh karena itu, Priyo meminta Muhaimin Iskandar untuk segera
menurunkan tim untuk menyelidiki kasus itu.
Anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR Rieke Diah Pitaloka mendesak agar
pengusaha yang melakukan eksploitasi, menyiksa buruh, serta mempekerjakan
buruh dibawah umur segera ditahan. Kasus buruh di Tangerang itu menjadi
pertanyaan besar terkait penyelesaian kasus ketenagakerjaan dan peningkatan
kesejahteraan bagi buruh oleh pemerintah.
Rieke menyarankan kepada presiden untuk memaksimalkan tugas kementerian
yang ada untuk mengusut tuntas permasalahan itu, tanpa perlu membentuk lembaga ad hoc baru untuk menyelesaikan kasusnya.
Terungkapnya kasus perbudakan di pabrik kuali itu menuai reaksi keras
dari kalangan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri
Indonesia. Selain mengecam peristiwa itu, Kadin berharap agar kasus itu tidak
mencederai dunia usaha yang tengah berupaya memperbaiki hubungan industrialnya.
"Seharusnya hal-hal seperti itu sudah tidak
terjadi lagi karena sudah seharusnya industri kecil ataupun besar menghormati
hak-hak asasi manusia pekerjanya," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang
Tenaga Kerja, Benny Soetrisno, di Jakarta, Senin.
Menurut Benny, pengawasan memang harus lebih ditingkatkan lagi oleh
pemerintah dan pihak-pihak terkait, tak terkecuali masyarakat. Pemerintah
seharusnya lebih memperhatikan kasus-kasus seperti ini agar tak terulang lagi
di kemudian hari. Selain itu, menurut Benny, aparat hukum harus bertindak
tegas dengan menjatuhkan sanksi kepada pengusaha nakal yang melakukan
praktik-praktik perbudakan dan memperlakukan pekerjanya secara tidak
manusiawi.
"Pengusaha seperti itu harus ditindak tegas
dengan hukuman yang setimpal sesuai undang-undang yang berlaku, dan kami
benar-benar mengutuk tindakan tak manusiawi seperti itu." ucap Benny.
"Bila perlu izin usahanya dicabut karena pelanggarannya sudah berat dan
semoga hukum yang diberikan bisa membuat jera pelakunya," kata Benny lagi. (A-156/A-194/A-196), Sumber Koran:
Pikiran Rakyat (07 Mei 2013/Selasa, Hal. 01)