Jakarta, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman mengungkapkan,
Organisasi Papua Merdeka (OPM) memiliki kegiatan politik di beberapa negara
lain di luar Inggris. Meski begitu, menurut dia, OPM secara formal hanya
memiliki kantor di Inggris. "Kelompok ini punya aktivitas di Eropa,
Australia, dan negara-negara Pasifik selatan, tapi tidak secara formal buka
kantor seperti di Inggris," kata Marciano saat ditemui di Istana Negara
kemarin.
Ia menyatakan, kelompok OPM pimpinan Benny Wenda aktif bergerak di Belanda
dan Inggris. Aktivitas Benny di Kota Oxford, Inggris, Marciano menjelaskan,
juga sudah sangat lama dan mendapat dukungan dari sekelompok orang di kota dan
negara tersebut.
Pada 28 April lalu, pemimpin kelompok separatis Benny Wenda bikin heboh
karena menggelar acara pembukaan kantor OPM di Oxford. Wali Kota Oxford Moh.
Niaz Abbasi meresmikan kantor perwakilan itu dengan melakukan pengguntingan
pita. Anggota parlemen Inggris, Andrew Smith, juga hadir di sana.
Namun pemerintah Inggris dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia menegaskan
bahwa peristiwa tersebut bukan cerminan dari sikap politik Inggris terhadap OPM
dan Indonesia. Negara itu mengakui Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Duta Besar Inggris Mark Canning mengatakan, pandangan Dewan Kota Oxford
tidak mewakili pandangan pemerintah Inggris. "Dewan Kota Oxford bukan
bagian dari pemerintah. Segala bentuk tindakan mereka tidak ada hubungannya
dengan pemerintah Inggris," ujar Mark dalam siaran pers
dua hari silam.
Marciano bertutur, keberadaan OPM di negara-negara Eropa disokong lembaga
swadaya masyarakat setempat. Karena itu, pemerintah terus membina relasi dan
menggalang dukungan dari negara-negara basis OPM. "Pemerintah Inggris dan
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa sudah mengambil langkah proporsional."
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso meminta pemerintah
melayangkan protes keras ke pemerintah Inggris terkait dengan dibukanya kantor OPM di Oxford. Tindakan
ini dipandang Priyo sebagai bentuk campur tangan Inggris ke dalam urusan dalam
negeri Indonesia.
"Pemerintah mesti protes ke Perdana Menteri atau Ratu Inggris,"
kata Priyo di Kompleks Parlemen, Senayan. (fransisco rosarians, wayan agus, & efri r), Sumber: Koran Tempo (07 Mei 2013/Selasa, Hal. 05)