Senin, 15 April 2013

Penegakan Hukum_Berharap Misteri Cebongan Terungkap di Peradilan



Kurang dari dua minggu, Tim Investigasi TNI AD mengumumkan 11 ang­gota Kopassus yang diduga ter­libat dalam penyerangan Lem­baga Pemasyarakatan Kelas HB Cebongan; Sleman, DI Yogya­karta, yang menewaskan empat tahanan titipan Polda DIY. Pengumuman itu patut diapre­siasi karena menunjukkan sikap jujur dan kesatria TNI AD, juga sikap jujur 11 anggotanya.

Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigadir Jenderal Unggul Yudhoyono menjelaskan, motif para pelaku adalah setia kawan kepada almarhum Sersan Kepa­la Santoso yang tewas diserang beramai-ramai di Hugo's Cafe. Penyiksaan sadis yang dialami Santoso, yang juga melibatkan empat tahanan yang dititipkan di LP Cebongan tersebut, membuat teman-temannya di Kopas­sus marah (Kompas, 5/4).

Akan tetapi, pengumuman itu menimbulkan banyak pertanya­an. Mengapa tiba-tiba pihak TNI AD mengumumkan hal itu? Bukankah saat itu aparat kepo­lisian sedang mengusut intensif kasus itu? Mengapa anggota yang diduga menyerang hanya 11 orang? Bukankah saat penyerangan gerombolan penyerang disebut-sebut atau diperkirakan terdiri atas 17-18 orang?

Unggul juga menjelaskan mo­tif para pelaku adalah setia ka­wan dengan Santoso yang tewas diserang beramai-ramai di Hu­go's Cafe. Apa sebenarnya yang terjadi di Hugo's Cafe sehingga Santoso diserang? Sebagai ang­gota intel Kodim, "misi" inteli­jen apa yang diemban Santoso sehingga sampai diserang sekelompok orang yang disebut-se­but sebagai preman?

Penyerang Santoso juga diperkirakan, 10 orang. Namun, aparat kepolisian baru dapat menangkap empat orang yang kemudian ditembak di LP Ce­bongan. Siapa sebenarnya ke­enam orang lainnya itu?

Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, aparat kepo­lisian tentu akan mengusut jika ada informasi pelaku yang me­ngeroyok Santoso sebanyak 10 orang. Namun, pengusutan ti­dak mudah karena pelaku uta­ma pengeroyokan dan pembu­nuhan itu sudah tewas. Meski demikian, pengusutan tetap di­upayakan.

Akan tetapi, atas kasus pe­nyerangan di LP Cebongan. me­nurut Boy, aparat kepolisian menyerahkan sepenuhnya kepa­da polisi militer karena polisi militer juga penyidik. Polisi pun siap menyerahkan bahan-bahan penyelidikan kepada polisi mili­ter. Akhir pekan lalu, Polda DIY memang menyerahkan sejumlah bahan penyelidikan terkait ka­sus LP Cebongan ke TNI.

Kualitas penyelidikan
Sejauh mana polisi militer dapat mengungkap kejanggal­an-kejanggalan dalam peristiwa penyerangan di LP Cebongan dan keterkaitannya dengan pe­ristiwa di Hugo's Cafe? Hal itu tentu sangat tergantung pada kualitas penyelidikan dan penyidikan serta kemauan penyidik polisi militer TNI untuk mengungkap latar belakang di balik kasus penyerangan itu.

Namun, banyak pihak meragukan kemampuan dan kemauan polisi militer, termasuk Tim Investigasi TNI AD. Pendiri In­stitut Kebajikan Publik, Usman Hamid, mempertanyakan bagai­mana Tim Investigasi TNI AD dapat menyatakan 11 anggota Kopassus terlibat dengan hanya berdasarkan pengakuan mereka.

Usman juga mempertanya­kan apakah pengakuan itu lebih didasarkan rasa takut kepada atasan atau komandan. "Bagai­mana kalau setiap kali ditanya, jawabannya 'siap komandan', 'si­ap ndan'," tutur Usman. Ia juga mempertanyakan bukti material apa yang diperoleh tim inves­tigasi untuk memperkuat tu­duhan bahwa 11 anggota Kopas­sus itu benar-benar terlibat.

Usman juga mempertanyakan sejauh mana pertanggung­jawaban komando dalam pergerakan 11 anggota Kopassus itu. Pimpinan atau komandan tidak boleh sekadar tidak memerin­tahkan sesuatu atau tidak membiarkan sesuatu, tetapi wajib ta­hu. "Investigasi tidak menyen­tuh sistem komando," katanya.

Kejanggalan dalam kasus ini juga diungkapkan sosiolog.Tamrin Amal Tomagola. Dia menilai ada penyesatan informasi yang disampaikan pihak TNI AD. Tim Investigasi TNI AD menyebut­kan, penyerangan itu spontan karena terdorong jiwa korsa.

Padahal, lanjut Tamrin, ada jeda tiga hari sejak Santoso di­bunuh hingga penyerangan itu. Dalam tiga hari itu terjadi ko­munikasi yang intensif antara sejumlah pihak, seperti petinggi Polri dan TNI di Yogyakarta.

Selain itu, menurut dia, pe­nyerangan itu tidak dapat dinilai sebagai reaksi spontan. Para pe­laku membutuhkan waktu un­tuk turun dari kawasan Gunung Lawu, merencanakan, dan me­nyerang LP Cebongan.

Tamrin juga mempertanya­kan alasan kesatria para pelaku dengan mengakui perbuatan mereka. Menurut dia, pengaku­an itu lebih didasarkan pada si­tuasi terpojok karena diduga di­temukan telepon seluler petugas LP Cebongan di salah satu ba­rak Grup II Kopassus.

Kejanggalan-kejanggalan itu seharusnya terungkap di per­adilan militer. Dengan demikian, dapat terungkap apa yang sebe­narnya terjadi di balik penye­rangan LP Cebongan. Jika tidak, publik tentu bisa menduga ber­macam-macam motif dan latar belakang di balik penyerangan itu. (FERRY SANTOSO), Sumber Koran: Kompas (15 April 2013/Senin, Hal. 04)