Kurang
dari dua minggu, Tim Investigasi TNI AD mengumumkan 11 anggota
Kopassus yang diduga terlibat dalam penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas
HB Cebongan; Sleman, DI Yogyakarta, yang menewaskan empat tahanan titipan
Polda DIY. Pengumuman itu patut diapresiasi karena menunjukkan sikap jujur dan
kesatria TNI AD, juga sikap jujur 11 anggotanya.
Ketua
Tim Investigasi TNI AD Brigadir Jenderal Unggul Yudhoyono menjelaskan, motif
para pelaku adalah setia kawan kepada almarhum Sersan Kepala Santoso yang
tewas diserang beramai-ramai di Hugo's Cafe. Penyiksaan sadis yang dialami
Santoso, yang juga melibatkan empat tahanan yang dititipkan di LP Cebongan
tersebut, membuat teman-temannya di Kopassus marah (Kompas, 5/4).
Akan
tetapi, pengumuman itu menimbulkan banyak pertanyaan. Mengapa tiba-tiba pihak TNI
AD mengumumkan hal itu? Bukankah saat itu aparat kepolisian sedang mengusut
intensif kasus itu? Mengapa anggota yang diduga menyerang hanya 11 orang?
Bukankah saat penyerangan gerombolan
penyerang disebut-sebut
atau diperkirakan terdiri atas 17-18 orang?
Unggul
juga menjelaskan motif para pelaku adalah setia kawan dengan Santoso yang
tewas diserang beramai-ramai di Hugo's Cafe. Apa sebenarnya yang terjadi di
Hugo's Cafe sehingga Santoso diserang? Sebagai anggota intel Kodim,
"misi" intelijen apa yang diemban Santoso sehingga sampai diserang
sekelompok orang yang disebut-sebut sebagai preman?
Penyerang
Santoso juga
diperkirakan, 10 orang. Namun, aparat kepolisian baru dapat menangkap empat
orang yang kemudian ditembak di LP Cebongan. Siapa sebenarnya keenam orang
lainnya itu?
Kepala
Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan,
aparat kepolisian tentu akan mengusut jika ada informasi pelaku yang mengeroyok
Santoso
sebanyak 10 orang. Namun, pengusutan tidak mudah karena pelaku utama
pengeroyokan dan pembunuhan itu sudah tewas. Meski demikian, pengusutan tetap
diupayakan.
Akan
tetapi, atas kasus penyerangan di LP Cebongan. menurut Boy, aparat kepolisian menyerahkan
sepenuhnya kepada polisi militer karena polisi militer juga penyidik. Polisi
pun siap menyerahkan bahan-bahan penyelidikan kepada polisi militer. Akhir
pekan lalu, Polda DIY memang menyerahkan sejumlah bahan penyelidikan terkait kasus LP Cebongan ke
TNI.
Kualitas penyelidikan
Sejauh
mana polisi militer dapat mengungkap kejanggalan-kejanggalan dalam peristiwa
penyerangan di LP Cebongan dan keterkaitannya dengan peristiwa di Hugo's Cafe?
Hal itu tentu sangat tergantung pada kualitas penyelidikan dan penyidikan serta kemauan
penyidik polisi militer TNI untuk mengungkap latar belakang di balik kasus penyerangan itu.
Namun,
banyak pihak meragukan kemampuan dan kemauan polisi militer, termasuk Tim Investigasi TNI AD.
Pendiri Institut Kebajikan Publik, Usman Hamid, mempertanyakan bagaimana Tim
Investigasi TNI AD dapat menyatakan 11 anggota Kopassus terlibat dengan hanya berdasarkan pengakuan mereka.
Usman
juga mempertanyakan apakah pengakuan itu lebih didasarkan rasa takut kepada
atasan atau komandan. "Bagaimana kalau setiap kali ditanya, jawabannya 'siap komandan', 'siap
ndan'," tutur Usman. Ia juga mempertanyakan bukti material apa yang
diperoleh tim investigasi untuk memperkuat tuduhan bahwa 11 anggota Kopassus
itu benar-benar terlibat.
Usman juga mempertanyakan sejauh mana
pertanggungjawaban komando dalam pergerakan 11 anggota Kopassus itu. Pimpinan
atau komandan tidak boleh sekadar tidak memerintahkan sesuatu atau tidak membiarkan
sesuatu, tetapi wajib tahu. "Investigasi tidak menyentuh sistem
komando," katanya.
Kejanggalan
dalam kasus ini juga diungkapkan sosiolog.Tamrin Amal Tomagola. Dia menilai ada
penyesatan informasi yang disampaikan pihak TNI AD. Tim Investigasi TNI AD
menyebutkan, penyerangan itu spontan karena terdorong jiwa korsa.
Padahal,
lanjut Tamrin, ada jeda tiga hari sejak Santoso dibunuh hingga penyerangan
itu. Dalam tiga hari itu terjadi komunikasi yang intensif antara sejumlah
pihak, seperti petinggi Polri dan TNI di Yogyakarta.
Selain
itu, menurut dia, penyerangan itu tidak dapat dinilai sebagai reaksi
spontan. Para pelaku membutuhkan waktu untuk turun dari kawasan Gunung Lawu,
merencanakan, dan menyerang LP Cebongan.
Tamrin
juga mempertanyakan alasan kesatria para pelaku dengan mengakui perbuatan
mereka. Menurut dia, pengakuan itu lebih didasarkan pada situasi terpojok
karena diduga ditemukan telepon seluler petugas LP Cebongan di salah satu barak Grup II
Kopassus.
Kejanggalan-kejanggalan itu seharusnya terungkap di
peradilan militer. Dengan demikian, dapat terungkap apa yang sebenarnya
terjadi di balik penyerangan LP Cebongan. Jika tidak, publik tentu bisa
menduga bermacam-macam motif dan latar belakang di balik penyerangan itu. (FERRY SANTOSO), Sumber Koran: Kompas (15 April 2013/Senin, Hal. 04)