Selasa, 23 April 2013 17:04:10
Direktur Research Institute for
Democracy and Peace (Ridep) Anton Ali Abbas mengatakan, beberapa kasus
kekerasan yang dilakukan anggota TNI terjadi karena sifat arogansi mereka terlalu
besar.
"Arogansi TNI cukup kuat
ketika berhubungan dengan masyarakat. Bertindak main hakim sendiri, TNI kan
bukan rambo juga," kata Anton dalam diskusi 'Menyikapi Perkembangan Kasus
Kekerasan TNI ( Cebongan dan Kantor PDIP) dan Agenda Reformasi peradilan
Militer', di Jl Slamet Riyadi, Matraman Jakarta Pusat, (23/4).
Anton menjelaskan, selama ini
proses hukum terhadap anggota TNI yang melakukan tindak kekerasan tidak pernah
jelas. Menurut dia, tidak pantas oknum TNI disebut sebagai kesatria.
"Penanganan kasus tidak
pernah jelas. Contoh kasus geng motor yang dulu juga tidak ada penyelesaian
sampai saat ini. Kalau Kesatria ngakunya di depan bukan di belakang. Apa iya
kesatria keroyokan," ujarnya.
Lebih lanjut Anton mengungkapkan,
agar tindak kekerasan ini tidak terjadi lagi, maka pembenahan kultur jiwa korsa
harus diperbaiki lagi. Begitu juga dengan pembenahan sistem latihan dan
pendidikan tentara. Pertanggungjawaban proses pendidikan, misalnya Bintara dan
Tamtama harus tetap dilakukan Komandan.
"Kenapa dia sampai tidak
tahu pergerakan pasukan seperti apa. Karen mereka pegang senjata, mereka legal
untuk melakukan kekerasan. Jika tidak ada efek jera, ini akan terus
berlangsung. Kali ini yang diserbu Parpol, bagaimana kalau rumah kita,"
tegas Anton. Sumber : www.merdeka.com