Selasa, 23 April 2013, 20:37 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG —
Sekelompok teroris menguasai Pusat Reaktor Nuklir dan meledakan dua buah bom di
lingkungan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Indonesia
(Puspiptek) Serpong, Tangerang Selatan pada Selasa (23/4).
Setelahnya, mereka lalu
menyandera seluruh ahli nuklir Indonesia yang sedang melakukan penelitian di
lokasi tersebut. Bom yang diledakan kemudian menyebabkan kebocoran radioaktif
berbahaya di sekitar lokasi kejadian.
Tim antiteror Polri kemudian
mendatangi lokasi. Tak ayal, terjadi saling tembak antara polisi dengan teroris
yang juga membekali diri dengan senjata otomatis laras panjang ini.
Satu jam berselang, kelompok
teroris yang diketahui berjumlah enam orang ini berhasil dilumpuhkan. Sesaat
setelah penggerebekan Porli, TNI dan pemadam kebakaran bahu membahu menangani
lokasi yang telah terbakar.
Tak hanya itu, Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN) pun dilibatkan guna meredam bahaya bocornya radio aktif
akibat ledakan bom. Tidak ada korban
jiwa dalam kejadian tersebut.
Sebab, rangkaian peristiwa di
atas hanya merupakan simulasi dari pelatihan penanganan terorisme yang
dilakukan seluruh pihak antiteror Indonesia. BNPT bersama Polri, dan TNI
menggandeng BATAN serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dalam melakukan
simulasi tersebut.
Koordinator Simulasi BNPT, Mayor Czi
Robert Eryanto mengatakan, simulasi di wilayah proyek reaktor nuklir ini
sengaja dilakukan. Seba, menurutnya, tak pernah ada jaminan di mana dan pada
siapa teroris akan melakukan aksi terorisme.
Ia melanjutkan, sebagai objek
paling berbahaya bila terkena ledakan, lokasi yang menyimpan banyak muatan
nuklir perlu melaksanakan simulasi serang teroris semacam ini.
"Terorisme bisa terjadi di
mana dan kapan saja. Termasuk di sini, kontaminasi radioaktif amat berbahaya
sehingga simulasi seperti ini sangat bermanfaat," kata dia usai kegiatan
simulasi yang melibatkan ratusan personel keamanan ini.
Robert menambahkan, dalam
kegiatan pengamanan lokasi nuklir diperlukan intelegensi tingkat tinggi.
Sehingga pelatihan rutin semacam ini perlu terus digalakan. "Ini
melibatkan tiga ratus personel. Memang perlu banyak petugas yang terlibat agar
fatal condition (kondisi terburuk) tidak terjadi," ujarnya.
Dalam kegiatan ini sendiri taktik
petugas diupayakan untuk efektif dan efisien. Kurang dari dua jam, pengamanan
terhadap aksi terorisme sangat dianjurkan telah selesai. "International
Atomic Energi Association (IAEA) juga dilibatkan agar kesalahan pada penanganan
tempat nuklit tidak keliru," ujarnya.
Kepala BNPT Ansyad Mbai
mengatakan, dalam praktik menghentikan aksi terorisme semacam ini diperlukan
ketegasan dalam mengambil keputusan. Demikian juga dalam hal melumpuhkan para
teroris yang sangat berbahaya dan nekat kala memegang senjata api serta bom.
Petugas diminta lekas dan berani
mengambil sikap yang cepat ketika berhadapan dengan kelompok teroris.
"Mereka (teroris) tidak bisa kita elus-eluls, harus tegas," kata purnawirawan
jenderal bintang dua di tubuh Polri ini.