Jakarta, Jumlah kasus kekerasan yang melibatkan
anggota Tentara Nasional Indonesia sepanjang Januari-April 2013 sudah mencapai
51 kasus. Jumlah tersebut dikhawatirkan meningkat jika tidak ada tindakan tegas
terhadap para pelaku.
"Bentuk tindak kekerasan itu
mulai dari pembunuhan, penyerangan, intimidasi, penganiayaan, hingga
perampasan," kata Yati Andnani, aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (Kontras), di kantornya kemarin.
Dia mengimbuhkan, hanya kasus
penyerangan terhadap Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, penyerbuan terhadap
Markas Kepolisian Resor Ogan Komering Ulu, dan penyerangan terhadap pegawai
kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan yang diketahui masyarakat.
Padahal, di luar ketiga kasus
tersebut, banyak kasus lain yang tidak terdengar media dan masyarakat.
Misalnya, kasus anggota TNI menembak warga sipil di Tingginambut, Papua. Di
lokasi yang sama, dua perempuan mengaku diperkosa oleh anggota TNI.
Yati menjelaskan, keberadaan para
prajurit tempur di tengah masyarakat pasti akan menimbulkan persoalan, yang
kebanyakan diselesaikan dengan tindak kekerasan.
Koordinator Kontras, Haris Azhar,
mengimbuhkan, Pengadilan Militer tidak memberi hukuman yang cukup berat kepada
anggota TNI pelaku tindak kekerasan. Dari data Kontras, kata dia, tidak ada
anggota TNI tersangka kasus kekerasan yang dihukum lebih dari 1 tahun.
"Ada keistimewaan
tersembunyi dalam Pengadilan Militer," kata Haris.
Mekanisme Pengadilan Militer, ia
menjelaskan, melihat setiap kasus dari urutan perintah atau komando. Hal ini
membuat kesalahan perorangan tertutup. Persoalan lain, Pengadilan Militer dihuni
oleh perwira bintang satu. Ini membuat perwira yang pangkatnya lebih tinggi
bisa mempengaruhi Seharusnya, ujarnya, penyerangan yang dilakukan oleh anggota
TNI terhadap kantor PDIP di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, tidak melalui
mekanisme Pengadilan Militer. Sebab, pidana yang dilakukan adalah pidana umum.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Rukman Ahmad
membantah tuduhan bahwa institusinya tidak tegas menindak oknum pelaku
kekerasan. Menurut dia, para pelaku kekerasan yang berasal dari TNI sudah
diproses di pengadilan. "Masyarakat tahu kalau tentara sudah memproses
para oknum TNI," ujar dia. (Ramadhani &
Sundari), Sumber: Koran Tempo
(23 April 2013/Selasa, Hal. A5)