Selasa, 23 April 2013

Sidang Perdana, Eks Pangdam Brawijaya Bantah Korupsi



Senin, 22/04/2013 18:35 WIB

Sidoarjo - Mantan Pangdam V Brawijaya Letjen (Purn) Djaya Suparman, menjalani sidang perdana di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, Jalan Juanda, Sidoarjo, Senin (22/4/2013).

Dia diduga melakukan korupsi dana ruislag tanah seluas 8,8 hektar di Dukuh Menanggal Kecamatan Wonocolo Surabaya pada 1998, senilai Rp 13,3 miliar. Persidangan di ruang kartika dipimpin Hakim Ketua Letjen TNI Hidayat Manao, hanya mendengarkan pembacaan dakwaan dari seorang Oditur Militer Tinggi Letjen Sumartono.

"Bahwa terdakwa saat masih menjabat sebagai Pangdam V Brawijaya, kalau tahun 1996 ada perusahaan PT Citra Marga Nusaphala Persada yang akan melakukan mega proyek pembuatan jalan simpang yang bebas hambatan dari Waru, Sidoarjo hingga Tanjung Perak, Surabaya," kata Letjen Sumartono saat membacakan dakwaan.

Perihal yang dimaksud adalah lahan jalan tol. Tapi harus mengepras tanah milik pemprov Jatim di Dukuh Menanggal seluas 8,8 hektar. "Gubernur setuju, kalau lahan tanah digunakan untuk dijadikan jalan tol. Tapi, pihak perusahaan PT CNMP diminta harus melakukan komunikasi terlebih dulu dengan Pangdam Brawijaya," kata Sumarsono di depan Hakim Ketua Letjen Hidayat Manao.

Perwira tinggi jenderal bintang tiga tersebut menjelaskan bahwa tahun 1998 Kodam V Brawijaya mengeluarkan surat persetujuan atas permintaan Dirjen Bina Marga. Surat tersebut ditandatangani Kepala Staf Kodam, Brigjen Syamsul Ma'arif.

Surat itu diperuntukkan pihak perusahaan PT CMNP agar mengetahui batas tanah yang hendak terkepras untuk proyek pembangunan jalan tol, termasuk nilai harga jualnya. "Dalam proses tersebut perusahaan PT CMNP akan melakukan pembayaran ganti rugi secara bertahap, yang nilai totalnya mencapai Rp 17,4 miliar," jelasnya.

Namun dalam pembayaran tersebut, terdakwa menyerahkan semua urusan ke Dwi Putranto, orang kepercayaannya. Tapi cek pembayaran tersebut oleh terdakwa justru tidak diserahkan dan masuk ke dalam kas Kodam, melainkan dikelola sendiri. Selain itu, terdakwa juga menolak melakukan tandatangan berita cara bahwa uang perusahaan milik PT CNMP telah diserahkan ke Kodam. "Terdakwa justru minta dibuatkan berita acara kedua," tambahnya.

Tidak hanya itu, terdakwa juga membeli tanah di Pasuruan seluas 20 hektar yang nilainya Rp 4 miliar. Namun harga tanah tersebut juga nilainya tidak sesuai. Setelah BPK melakukan audit penggunaan dana tersebut. Apalagi tanah itu juga belum mendapatkan restu dari Menteri Keungan maupun Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).

Dengan perihal tersebut, Oditur menjerat terdakwa Pasal 1 ayat 1 A juncto Pasal 28 UU No 3 Tahun 1971 dalam dakwaan primer serta Pasal 1 ayat 1 B UU No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mendengar bacaan Oditur, terdakwa langsung mengajukan eksepsi.

Namun terdakwa membantah jika telah melakukan korupsi. Karena, tidak ada yang namanya ruislag. "Saya tidak melakukan seperti yang dituduhkan telah melakukan korupsi. Karena, dirinya sudah pernah mengajak BPK maupun KSAD untuk membahas masalah tanah," bantah Djaja.

Dengan mendengarkan bantahan eksepsi dari terdakwa, Oditur persidangan agar dilanjutkan kembali pada pekan depan. "Eksepsi dari terdakwa, tanggapannya saya berikan pada pekan depan," tandas Letjen Sumartono. Sumber : www.detik.com