Senin, 22/04/2013 18:35 WIB
Sidoarjo - Mantan Pangdam V
Brawijaya Letjen (Purn) Djaya Suparman, menjalani sidang perdana di Pengadilan
Militer Tinggi III Surabaya, Jalan Juanda, Sidoarjo, Senin (22/4/2013).
Dia diduga melakukan korupsi dana
ruislag tanah seluas 8,8 hektar di Dukuh Menanggal Kecamatan Wonocolo Surabaya
pada 1998, senilai Rp 13,3 miliar. Persidangan di ruang kartika dipimpin Hakim
Ketua Letjen TNI Hidayat Manao, hanya mendengarkan pembacaan dakwaan dari
seorang Oditur Militer Tinggi Letjen Sumartono.
"Bahwa terdakwa saat masih
menjabat sebagai Pangdam V Brawijaya, kalau tahun 1996 ada perusahaan PT Citra
Marga Nusaphala Persada yang akan melakukan mega proyek pembuatan jalan simpang
yang bebas hambatan dari Waru, Sidoarjo hingga Tanjung Perak, Surabaya,"
kata Letjen Sumartono saat membacakan dakwaan.
Perihal yang dimaksud adalah
lahan jalan tol. Tapi harus mengepras tanah milik pemprov Jatim di Dukuh
Menanggal seluas 8,8 hektar. "Gubernur setuju, kalau lahan tanah digunakan
untuk dijadikan jalan tol. Tapi, pihak perusahaan PT CNMP diminta harus
melakukan komunikasi terlebih dulu dengan Pangdam Brawijaya," kata
Sumarsono di depan Hakim Ketua Letjen Hidayat Manao.
Perwira tinggi jenderal bintang
tiga tersebut menjelaskan bahwa tahun 1998 Kodam V Brawijaya mengeluarkan surat
persetujuan atas permintaan Dirjen Bina Marga. Surat tersebut ditandatangani
Kepala Staf Kodam, Brigjen Syamsul Ma'arif.
Surat itu diperuntukkan pihak
perusahaan PT CMNP agar mengetahui batas tanah yang hendak terkepras untuk
proyek pembangunan jalan tol, termasuk nilai harga jualnya. "Dalam proses
tersebut perusahaan PT CMNP akan melakukan pembayaran ganti rugi secara
bertahap, yang nilai totalnya mencapai Rp 17,4 miliar," jelasnya.
Namun dalam pembayaran tersebut,
terdakwa menyerahkan semua urusan ke Dwi Putranto, orang kepercayaannya. Tapi
cek pembayaran tersebut oleh terdakwa justru tidak diserahkan dan masuk ke
dalam kas Kodam, melainkan dikelola sendiri. Selain itu, terdakwa juga menolak
melakukan tandatangan berita cara bahwa uang perusahaan milik PT CNMP telah
diserahkan ke Kodam. "Terdakwa justru minta dibuatkan berita acara
kedua," tambahnya.
Tidak hanya itu, terdakwa juga
membeli tanah di Pasuruan seluas 20 hektar yang nilainya Rp 4 miliar. Namun
harga tanah tersebut juga nilainya tidak sesuai. Setelah BPK melakukan audit
penggunaan dana tersebut. Apalagi tanah itu juga belum mendapatkan restu dari
Menteri Keungan maupun Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).
Dengan perihal tersebut, Oditur
menjerat terdakwa Pasal 1 ayat 1 A juncto Pasal 28 UU No 3 Tahun 1971 dalam
dakwaan primer serta Pasal 1 ayat 1 B UU No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Mendengar bacaan Oditur, terdakwa langsung mengajukan
eksepsi.
Namun terdakwa membantah jika telah
melakukan korupsi. Karena, tidak ada yang namanya ruislag. "Saya tidak
melakukan seperti yang dituduhkan telah melakukan korupsi. Karena, dirinya
sudah pernah mengajak BPK maupun KSAD untuk membahas masalah tanah,"
bantah Djaja.
Dengan mendengarkan bantahan
eksepsi dari terdakwa, Oditur persidangan agar dilanjutkan kembali pada pekan
depan. "Eksepsi dari terdakwa, tanggapannya saya berikan pada pekan
depan," tandas Letjen Sumartono. Sumber : www.detik.com