Dibutuhkan alasan yang kuat bagi rakyat untuk
memilih salah satu dari para calon presiden.
Beberapa jenderal purnawirawan siap berlaga merebut
jabatan Presiden Republik Indonesia dalam Pemilu 2014. Beberapa nama yang sudah
pasti akan maju bertarung adalah Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia
Raya (Gerindra) Prabowo Subijanto, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
Wiranto dan Endriartono Sutarto yang dicalonkan Partai Nasional Demokrat
(Nasdem). Tentu, Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
Sutiyoso juga akan maju dalam persaingan besar itu. Beberapa kalangan percaya
kemungkinan besar Partai Demokrat juga akan mengajukan Pramono Edhie Wibowo
atau Djoko Suyanto dalam kompetisi itu.
Beberapa survei menunjukkan purnawirawan jenderal
bintang tiga, Prabowo Subijanto lebih unggul dari yang lainnya. Di tengah
meluasnya kekecewaan masyarakat pada sikap peragu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY), muncul harapan mantan Komandan Jenderal Kopassus ini akan lebih tegas
memimpin. Terutama dalam menghadapi Malaysia dan kepentingan asing lainnya.
Beberapa kelompok pendukungnya sudah mengklaim Prabowo akan menjadi Chaveznya
Indonesia.
Namun, mantan aktivis 1998, Ricky Tamba menyatakan,
beberapa hambatan yang harus dihadapi anak tokoh Partai Sosialis Indonesia
(PSI) Sumitro Djojohadikusumo ini di antaranya stigma pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) penculikan aktivis.
"Ada kekhawatiran Amerika dan beberapa negara
Eropa akan mendesak Presiden SBY mengeluarkan Keppres Pengadilan HAM Ad Hoc
untuk memeriksa keterlibatannya dalam kasus itu," ujarnya dari Bandar
Lampung, Senin (22/4).
Di samping itu, struktur Partai Gerindra diragukan
bisa mengejar syarat 20 persen pemilih untuk mengajukan seorang calon presiden;
walaupun adik Prabowo, Hasyim, diduga telah menyiapkan dana untuk memenangkan
sang kakak. Namun, hingga saat ini rakyat belum merasakan peran Gerindra
secara nyata.
Wiranto yang dicalonkan Hanura juga punya kans dipilih
memimpin negeri ini. Mantan Panglima TNI periode 1998-1999 ini sempat
dipercaya Presiden Soeharto untuk mengambil alih kepemimpinan di saat genting
1998. Purnawirawan jenderal bintang empat ini terakhir menuntut keterbukaan
pemerintahan SBY dalam rencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Namun, mantan Ketua Umum Serikat Rakyat Jakarta
(SRJ), Argo Bani Putra mengingatkan, beberapa kalangan masih mempersoalkan
keterlibatan mantan ajudan Presiden Soeharto tahun 1987-1991 ini dalam kasus
pelanggaran HAM tahun 1998.
"Partai Hanura juga diragukan dapat melewati
syarat 20 persen pemilih untuk mengajukan seorang calon presiden,"
ujarnya dari Serang, Banten, Senin.
Partai Nasional Demokrat (Nasdem) juga sedang
mempersiapkan Endriartono Sutarto. Endriartono melesat pada era pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid yang menjadikannya Kepala Staf Angkatan Darat
(KSAD) menggantikan Jenderal Tyasno Sudarto pada 2002.
Sebagai panglima TNI, jenderal bintang empat ini
dikenal berhasil menjaga netralitas politik TNI pada saat Pemilu 2004. Secara
tegas dan konsisten ia mencegah tangan-tangan politik untuk kembali merambah
tubuh TNI. Endriartono Sutarto dikenal sebagai jenderal yang sangat dihormati
bukan hanya oleh Angkatan Darat, tetapi juga Angkatan Laut dan Udara, karena
berhasil menempatkan kesetaraan antar ketiga angkatan bersenjata itu.
Menurut aktivis HAM Aan Rusdiyanto, Endriartono Sutarto
juga berperan penting dalam keberhasilan perdamaian Aceh di lapangan untuk mencapai
kesepakatan perdamaian di Aceh setelah proses panjang diplomasi di Helsinki.
Nama Endriartono Sutarto adalah salah satu jenderal yang tidak masuk dalam
catatan pelanggaran HAM.
"Walau demikian, pencalonannya juga akan
sangat tergantung pada kemampuan Partai Nasdem yang baru berdiri di bawah
kepemimpinan Surya Paloh. Banyak kalangan meragukan kemampuan Partai
Nasdem," ujarnya di Jakarta.
Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
(PKPI) Sutiyoso juga sedang bersiap maju setelah lolos sebagai salah satu
peserta Pemilu 2014. Karier purnawirawan jenderal bintang tiga ini justru mulai
bersinar ketika terjun dalam dunia politik. Selama 10 tahun menjadi Gubernur
DKI Jakarta dari tahun 1997-2007 beberapa teroboson menjadikan dirinya
kontroversial. Dirinyalah yang merintis proyek busway dan pemagaran taman
Monas. Ia digantikan Fauzi Bowo, wakilnya, yang memenangi Pilkada DKI Jakarta
pada 2007.
Namun, menurut aktivis National Papua Solidarity
(NAPAS), Samuel Awom, sebagian kalangan di Australia masih mencurigai
keterlibatannya dalam peristiwa terbunuhnya lima wartawan asing di Balibo,
Timor Timur pada 1975. Sutiyoso sempat menuntut pemerintah Australia atas
sebuah pelecehan pada dirinya di Sydney pada 2007.
"Sebagai partai yang baru lolos menjadi
peserta Pemilu 2014, PKPI perlu kerja keras untuk bisa mendorong dirinya
menjadi calon presiden," ujarnya dari Jayapura.
Lewat
Konvensi
Partai Demokrat merencanakan konvensi untuk
menjaring calon presidennya. Partai yang dipimpin SBY ini dikabarkan memiliki
dua, nama calon dari kalangan militer yaitu Pramono Edhie Wibowo atau Djoko
Suyanto dalam kompetisi internal partai itu.
Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo saat ini masih
aktif menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Anak Jenderal Sarwo Edhie ini
berpotensi lolos dalam konvensi dan maju sebagai calon presiden, menggantikan
kakak iparnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Mantan Komandan Jenderal Kopassus pada 2008-2009 dan
Pangkostrad 2010-2011 ini, oleh banyak kalangan diduga sedang dipersiapkan SBY
untuk naik menjadi Panglima TNI untuk nantinya didorong menjadi calon
presiden.
Baru-baru ini Pramono Edhie mengagetkan banyak
kalangan karena berprestasi mendorong pembentukan Tim Pencari Fakta kasus penyerbuan
LP Cebongan yang belakangan mengakui keterlibatan Kopassus dalam peristiwa tersebut.
Namanya masih bersih dari catatan pelanggaran HAM.
Selain Pramono Edhie, Marsekal TNI (Purn) Djoko
Suyanto yang saat ini menjabat Menko Polhukam juga sempat disebut-sebut
disiapkan SBY untuk menjadi capres yang akan diajukan Partai Demokrat. Sebelum
menjadi Menko Polhukam, Djoko pernah menjabat Panglima TNI pada 2006-2007.
Djoko merupakan Panglima TNI pertama yang berasal dari kesatuan TNI AU
sepanjang sejarah Indonesia.
Pengamat Sosial Politik Universitas Gadjah Mada
(UGM), Arie Sujito mengatakan, Pramono Edhie maupun Djoko Suyanto membutuhkan
Partai Demokrat yang dapat memenuhi syarat 20 persen untuk mengajukan calon
presiden.
"Hampir semua kalangan meragukan partai
penguasa ini dapat bangkit lagi setelah bertubi-tubi dilanda prahara dari para
petingginya yang terlibat kasus korupsi," ujarnya dari Yogyakarta.
Merosotnya kepercayaan rakyat pada pemilu akan memengaruhi
pemilihan legislatif dan kepresidenan. Tidak mudah bagi para jenderal
mengembalikan kepercayaan rakyat pada pemilu sebelum dipilih. Dibutuhkan alasan
yang kuat bagi rakyat untuk memilih salah satu dari para calon presiden. Rakyat
masih mencari seorang presiden baik sipil maupun militer, yang berani
menegakkan kedaulatan rakyat dan keadilan sosial. Ayo, maju terus, Jenderal! (Web Warouw), Sumber Koran: Sinar Harapan
(23 April 2013/Selasa, Hal. 03)