Penulis : Sandro Gatra | Kamis,
25 April 2013 | 12:19 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Tentara
Nasional Indonesia (TNI) meminta kepada semua pihak untuk memberikan
kepercayaan kepada TNI dalam memproses anggota TNI yang terlibat tindak pidana,
termasuk insiden di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta.
"TNI dalam hal peradilan
militer tidak bisa diintervensi oleh siapa pun. Beri kepercayaan kepada
TNI," kata Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul
seusai pertemuan dengan para pengurus DPP PDI-P di Mabes TNI, Jakarta, Kamis
(25/4/2013).
Iskandar mengatakan, peradilan
militer sudah memberikan contoh konkret terkait sanksi tegas untuk prajurit
yang menyimpang. Contoh terakhir, kata dia, vonis hukuman mati untuk Prada Mart
Azzanul Ikhwan (23) setelah terbukti membunuh Shinta (18) dan Opon (39).
Ketika ditanya mengapa rentetan
penyimpangan prajurit TNI bisa terjadi dalam rentan waktu yang relatif singkat
belakangan ini, menurut Iskandar, jumlah prajurit TNI sangat banyak atau sampai
500 ribu orang. Jika ada prajurit yang melakukan penyimpangan, ia berharap
tidak langsung dikaitkan dengan institusi TNI.
"Kita jangan terlalu katakan
TNI, tapi oknum. Mereka anak-anak nakal yang harus kita berikan sanksi. Semua
ini tanggung jawab dari komandan satuan masing-masing. Kita akan benahi
sebaik-baiknya," ucap Iskandar.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD
Kolonel Rukman Ahmad menambahkan, evaluasi internal TNI tidak hanya ketika ada
peristiwa penyimpangan prajurit. "Kita rutin setiap tahun evaluasi di
semua bidang. Kalau masih saja ada kejadian, kita akan tingkatkan evaluasi,
termasuk menegakkan disiplin," kata dia.
Terkait penganiayaan para staf
PDI-P, kata Rukman, lima prajurit Batalyon Zeni Konstruksi/13 TNI AD sudah
ditahan di Detasemen Polisi Militer. Dari hasil pemeriksaan sementara, mereka
terindikasi melakukan tindak pidana sehingga akan masuk ke peradilan militer.
Adapun lima prajurit lainnya,
tambah Rukman, ditahan di Batalyon Zeni Konstruksi/13. Mereka dianggap tidak
terlibat pidana atau hanya terkena hukuman disiplin. "Mereka akan melalui
proses hukum oleh Ankum, atasan yang berhak menghukum, dalam hal ini Komandan
Batalyon," pungkasnya.