Bandung, Kedudukan
dan fungsi Tentara Nasional Indonesia (TNI), dipengaruhi Political law. Perubahan UUD 1945 berdampak perubahan sistem pertahanan negara,
struktur, kultur dan doktrin TNI sehingga memangkas kewenangan Presiden dalam
pengerahan kekuatan TNI.
Demikian diungkapkan
Pabandya Penggalangan Kodam III/Slw Tugiman, dalam Desertasinya berjudul
"Kedudukan dan Fungsi Tentara Nasional Indonesia Dalam Sistem Pertahanan
Negara Menurut UUD 1945" saat sidang Promosi Doktor Ilmu Hukum, Program
Pascasarjana Universitas Padjajaran di gedung Pasca Sarjana Unpad Bandung,
akhir pekan lalu.
Menurutnya, perubahan
UUD 1945 menempatkan TNI di bawah Presiden, dalam penggunaan dan pengerahan
TNI, Presiden dibantu Panglima TNI dan kepala staf angkatan.
Dikeluarkannya
ketetapan MPR No. VI dan VII tahun 2000 yang ditindaklanjuti dengan
UU No. 3 tahun 2002 dan UU No. 34/2004 tentang TNI yang mempersyaratkan kewenangan
presiden dalam pengerahan kekuatan TNI untuk operasi militer dan pengangkatan
Panglima TNI yang mempersyaratkan adanya persetujuan DPR serta refosisi dominan
TNI sebatas untuk menghadapi ancaman dari Luar negeri dinilai tidak tepat dan
merekduksi, kewenangan Presiden dan TNI dibidang pertahanan
negara.
Sebuah produk hukum,
tambahnya, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Seharusnya Pasca dikeluarkanya TAP
MPR No VI dan VII tahun 2000, harus disusul dengan Undang undang Keamanan
Nasional yang meridiskrifsikan secara jelas dan tegas antara Keamanan Nasional
(Negara) dengan Tertib Hukum Masyarakat sebagai payung hukumnya, baru disusul
Undang Pertahanan negara dan TNI.
Namun realitanya
Undang-undang Keamanan Nasional belum muncul tetapi
Undang-undang pertahanan negara dan TNI secara prematur
keluar duluan sehingga mengakibatkan terjadinya gree area terhadap
peran dan fungsi TNI, tegas mantan Kepala Staf Kodim 0618/BS ini.
Sidang
terbuka dipimpin Prof Mahfud Arifin, Prof Huala Aidolf (Guru besar), Prof Lili
Rasjidi, Prof Mien Rukrnini, Dr Kuntana Maknar
(Oponen ahli) dan dipromotori Prof Rukmana Amanwinata, Prof Ateng Safrudin
(alm) dan Dr Kuntana Magnar itu lulus dengan yudisium memuaskan. (ma), Sumber Koran: Harian Pelita (22 April 2013/Senin,
Hal. 12)