Senin, 22 April 2013

Perubahan UUD 1945 Berdampak Sistem Pertahanan Negara

Bandung,   Kedudukan dan fungsi Tentara Nasional In­donesia (TNI), dipengaruhi Political law. Peruba­han UUD 1945 berdampak perubahan sistem pertahanan negara, struktur, kultur dan doktrin TNI sehingga memangkas kewenangan Presiden dalam pengerahan kekuatan TNI.

Demikian diungkapkan Pabandya Penggalangan Kodam III/Slw Tugiman, dalam Desertasinya berjudul "Kedudukan dan Fungsi Tentara Nasional Indonesia Dalam Sistem Per­tahanan Negara Menurut UUD 1945" saat sidang Promosi Dok­tor Ilmu Hukum, Program Pas­casarjana Universitas Padjajaran di gedung Pasca Sarjana Unpad Bandung, akhir pekan lalu.

Menurutnya, perubahan UUD 1945 menempatkan TNI di bawah Presiden, dalam peng­gunaan dan pengerahan TNI, Presiden dibantu Panglima TNI dan kepala staf angkatan.

Dikeluarkannya ketetapan MPR No. VI dan VII tahun 2000 yang ditindaklanjuti dengan UU No. 3 tahun 2002 dan UU No. 34/2004 tentang TNI yang mempersyaratkan kewenang­an presiden dalam pengerah­an kekuatan TNI untuk ope­rasi militer dan pengangkatan Panglima TNI yang mempersyaratkan adanya persetujuan DPR serta refosisi dominan TNI sebatas untuk mengha­dapi ancaman dari Luar neg­eri dinilai tidak tepat dan merekduksi, kewenangan Presiden dan TNI dibidang pertahanan negara.

Sebuah produk hukum, tam­bahnya, tidak boleh bertentan­gan dengan peraturan yang lebih tinggi. Seharusnya Pasca dikeluarkanya TAP MPR No VI dan VII tahun 2000, harus disu­sul dengan Undang undang Ke­amanan Nasional yang meridiskrifsikan secara jelas dan te­gas antara Keamanan Nasional (Negara) dengan Tertib Hukum Masyarakat sebagai payung hu­kumnya, baru disusul Undang Pertahanan negara dan TNI.

Namun realitanya Undang-un­dang Keamanan Nasional belum muncul tetapi Undang-undang pertahanan negara dan TNI se­cara prematur keluar duluan se­hingga mengakibatkan terjadi­nya gree area terhadap peran dan fungsi TNI, tegas mantan Kepala Staf Kodim 0618/BS ini.

Sidang terbuka dipimpin Prof Mahfud Arifin, Prof Huala Aidolf (Guru besar), Prof Lili Rasjidi, Prof Mien Rukrnini, Dr Kuntana Maknar (Oponen ahli) dan dipro­motori Prof Rukmana Amanwinata, Prof Ateng Safrudin (alm) dan Dr Kuntana Magnar itu lu­lus dengan yudisium memuas­kan. (ma), Sumber Koran: Harian Pelita (22 April 2013/Senin, Hal. 12)