Senin, 29 April 2013

Kasad Kritik Proses Hukum Polisi Penembak TNI di OKU



Semarang,   Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo menyindir lambannya pro­ses hukum yang dilakukan kepolisian terhadap polisi yang menembak prajurit TNI Angkatan Darat di Ogan Komering Ulu (OKU). Dia mengklaim militer lebih cepat dalam menangani kasus penyerangan markas kepolisian resor OKU pada 7 Maret lalu itu.

"Maaf, saya sampaikan kasus OKU, karena, peristi­wa sebelumnya belum disi­dangkan, justru peristiwa setelahnya yang dilakukan prajurit TNI sudah disidang­kan," kata Pramono di Pusat Pendidikan Penerbangan Angkatan Darat, Semarang, kemarin.

Pramono menjelaskan, pro­ses hukum terhadap anggota TNI yang menyerang markas kepolisian OKU telah masuk ke pengadilan militer sejak Kamis lalu. Sebanyak 19 per­sonel Yon Armed Martapura yang terlibat dalam pembakaran  kantor polisi duduk sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.

Kasus tersebut dipicu ter­bunuhnya Prajurit Satu Heru Oktavianus, anggota Batalion Armed Martapura, karena ditembak Brigadir Wijaya, anggota Kepolisian, Lalu Lintas Polres OKU, pada 27 Januari. Karena menganggap proses hukum terhadap Heru Oktavianus lamban, para anggota TNI pun mendatangi markas Polres OKU, yang ber­akhir dengan perusakan dan pembakaran kantor polisi itu.

Adapun juru bicara Kepolisian Daerah Sumatera Selatan, Ajun Komisaris Besar R. Djarod Padakova, membantah sindiran Jenderal Pramono. Menurut dia, polisi harus mengikuti prosedur yang ada di kejaksaan dan pengadilan.

Djarod mengatakan kasus Brigadir Wijaya sebetulnya telah ditangani jauh hari sebelum penyerangan anggo­ta TNI ke markas kepolisian OKU. "Karena proses per­adilan umum beda dengan militer, kita ada proses pentahapan yang harus diikuti," ujarnya.

Djarod mengatakan, kasus Brigadir Wijaya akan disidangkan di Pengadilan Negeri Palembang pada Senin besok. “Sidang perdana itu juga akan disaksikan oleh keluarga korban alamarhum Pratu Heru dan personel TNI lainnya," ucapnya.

Selain masalah penyerang­an kantor kepolisian OKU, Kasad Jenderal Pramono Edhie mengatakan tentara juga bertindak cepat dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan anggotanya. Dia mencontohkan pengadilan militer Bandung yang men­jatuhkan hukuman mati kepada anggota TNI, Prajurit Dua Mart Azzanul Ikhwan, yang membunuh kekasihnya, Shinta, yang tengah mengan­dung, serta ibunda Shinta.

Demikian pula, kata Pramono, peristiwa keributan di kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan di Lenteng Agung, yang meli­batkan prajurit TNI bebera­pa hari yang lalu. Dari 10 pelaku, lima terkena hukuman pelanggaran disiplin, dan lima lainnva dilimpahkan ke pengadilan militer.

Adapun untuk kasus penye­rangan penjara Cebongan di Sleman, Yogyakarta, pada 23 Maret lalu, Pramono mengatakan, pihaknya akan segera menggelar sidang ter­buka pengadilan militer. Dia meminta masyarakat bersabar untuk bias mengikutinya. Saya tidak mau mendahului hasil penyelidikan,“ katanya. (Sohirin, Parliza Hendrawan), Sumber: Koran Tempo (28 April 2013/Minggu, Hal. A3)