Rabu, 24 April 2013 | 19:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum
terpidana kasus korupsi Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji, Fredrich
Yunadi, mengatakan, upaya eksekusi kliennya oleh pihak Kejaksaan melibatkan
satuan militer. Fredrich menyayangkan hal tersebut.
"Ya, itulah wajah Kejaksaan
Agung yang sebenarnya. Membawa 90 orang termasuk oknum CPM (Corps Polisi
Militer), Kodim, dan BIN," ujar Fredrich saat dihubungi, Rabu (24/4/2013).
Menurut Fredrich, militer tidak
dapat dilibatkan lebih jauh dalam upaya eksekusi itu. Dia mengatakan, pihaknya
telah meminta kepolisian untuk mengusut oknum tersebut. "Kejaksaan bukan
menegakkan hukum, melainkan memerkosa hukum dan melanggar konstitusi,"
katanya.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian
Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Tubagus Anis Angkawijaya menyatakan, pihak
kejaksaan tidak memberi tahu kepolisian untuk melakukan upaya eksekusi mantan
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri itu. Namun, aparat kepolisian tetap
mendatangi kediaman Susno untuk melakukan pengamanan.
Untuk diketahui, pihak Kejati DKI
Jakarta dan Jawa Barat serta Kejari Bandung mendatangi kediaman Susno di Jalan
Dago Pakar Raya Nomor 6, Kelurahan Mekarsaluyu, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten
Bandung, Rabu siang. Tim gabungan kejaksaan tiba di rumah Susno Duadji sekitar
pukul 10.20 dengan menggunakan 10 mobil jenis minibus dan sedan. Namun, Susno
bersikeras menolak dieksekusi.
Hingga saat ini, pihak kejaksaan
belum memberikan pernyataan resmi atas upaya eksekusi yang dilakukan sejak tadi
siang.
Tolak Dieksekusi
Sebelumnya, Mahkamah Agung
menolak pengajuan kasasi Susno. Dengan putusan ini, Susno tetap dibui sesuai
vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tiga tahun enam bulan. Hakim menilai
Susno terbukti bersalah dalam kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan
korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat. Ia sudah tiga kali tak memenuhi
panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Susno menyatakan dirinya
tidak dapat dieksekusi dengan berbagai alasan.
Pertama, dia menyatakan putusan
Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasinya tidak mencantumkan perintah
penahanan 3 tahun 6 bulan penjara. Putusan MA hanya tertulis menolak permohonan
kasasi dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.500.
Alasan kedua, Susno menilai bahwa
putusan Pengadilan Tinggi Jakarta cacat hukum karena salah dalam menuliskan
nomor putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan sederet argumen itu,
Susno menganggap kasusnya telah selesai.