JAKARTA (Suara Karya): Persidangan kasus penyerangan Lapas
Cebongan, Sleman, Yogyakarta, akan digelar secara terbuka. Karena itu, KSAD Jenderal
TNI Pramono Edhie Wibowo mempersilakan masyarakat mengikuti persidangan
tersebut. "Mari kita ikuti ramai-ramai proses persidangan nanti. Semua
dikontrol. Jadi, jangan menduga ini itu. Tidak boleh," kata Pramono
menjawab pertanyaan pers di Jakarta, kemarin.
Dalam kesempatan terpisah, kemarin, di Semarang, Kapendam
IV/Diponegoro Kolonel Inf Widodo Raharjo mengumumkan inisial 11 pelaku
penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Mereka adalah Sersan Dua US, Sersan Satu S, Sersan Satu TJ,
Sersan Satu AR, Sersan Dua SS, Sersan Satu MRPB, Sersan Satu HS, Sersan Dua IS,
Kopral Satu K, Sersan Mayor R, dan Sersan Mayor MZ.
Menurut Widodo, para anggota Kopassus yang diduga melakukan
penyerangan ke Lapas Cebongan itu .akan didampingi tim penasihat hukum yang
disiapkan TNI. Para tersangka itu diperiksa 38 penyidik, yang terdiri atas
tiga perwira Pus-pom dan 35 dari Pomdam wilayah Denpom Semarang, Yogyakarta,
dan Solo. "Penyelidikan tak ditarget satu minggu atau berapa, yang pasti
secepat-cepatnya," kata Widodo. Setelah penyelidikan selesai dilakukan,
berkas dan hasilnya akan diberikan kepada Ouditur Militer II-11 Yogyakarta.
Sementara itu, KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo mengatakan,
pihaknya akan mengevaluasi kembali penerapan jiwa korsa TNI. "Dievaluasi,
kapan jiwa korsa dipakai, kapan 'enggak boleh," ucapnya. Pramono
menambahkan, penamaan jiwa korsa tak salah. "Seorang militer harus punya
jiwa korsa, karena itu adalah rohnya," ujarnya. Menurut Pramono, jika seorang prajurit tak
memiliki jiwa korsa, maka ketika perang dan temannya terluka akan ditinggalkan
begitu saja. "Kalau dia tak punya jiwa korsa, suatu saat kawannya terluka
dalam pertempuran mau ditinggal atau mau dibawa, ditinggal padahal dia masih
terluka, tetapi tidak bisa berjalan. Kalau dibawa digotong harus empat orang
tak bisa menembak, dan suatu saat dalam perjalanan digotong teman yang terluka'
oleh empat yang tak bisa menembak, dihadang lagi mati, itu dia kalau tidak punya
jiwa korsa, dia tinggal temannya di situ. Namanya, jiwa korsa itu tidak salah
dalam penanamannya, mungkin salah dalam penerapannya," ujarnya.
Sementara itu, ratusan mantan anggota Kopassus di Provinsi Banten
kemarin melakukan aksi solidaritas melalui penggalangan dana bagi korban
tragedi Lapas Cebongan. Itu dilakukan oleh sembilan eks prajurit "Korps
Baret Merah" dengan' cara mendatangi rumah-rumah mantan anggota Kopassus
di wilayah itu.
Kesembilan orang itu membawa kotak sumbangan dan mempelester mulut
sebagai simbol meminta masyarakat agar tidak ikut memprovokasi kasus penyerangan
Lapas Cebongan dengan menyudutkan anggota Kopassus. Mereka mendatangi
rumah-rumah mantan anggota Kopassus, antara lain di luar Markas Grup I, di
Taktakan, Serang, Banten.
Sejumlah istri dan anak-anak yang rumahnya didatangi tim
solidaritas ini tampak antusias memberikan bantuan dengan mengisi kotak
sumbangan uang serta karung berisi beras yang dibawa oleh tim solidaritas
tersebut. Beberapa istri mantan Kopassus bahkan meneteskan air mata.
Juru bicara gerakan solidaritas mantan Kopassus, Samita,
mengatakan, gerakan solidaritas ini akan dilakukan tak hanya di Provinsi
Banten, tetapi juga di seluruh Indonesia. "Tujuan gerakan ini sebagai
bentuk simpati kepada korban prajurit Kopassus Sertu Heru Santoso, yang tewas
dibacok oleh sekelompok pereman di Yogyakarta, beberapa waktu lalu,"
ujarnya.
Seluruh hasil dari penggalangan dana, tutur Samita, akan diserahkan
kepada kerabat Sertu Heru Santoso dan juga kepada keluarga yang diduga sebagai
pelaku penembakan di Lapas Cebongan. (Sugiharto/Wisnu/Antara/Feber). Sumber : Suara
Karya hal.16, 10/04/13