Jakarta, Rancangan Undang-Undang Aparatur
Sipil Negara (ASN) akan mengatur pilihan bagi prajurit TNI/Polri untuk menjadi
pegawai negeri sipil (PNS). Usulan tersebut sebagai penyelarasan terhadap
undang-undang TNI/Polri.
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Wamenpan dan RB) Eko Prasojo mengatakan, pada UU No
34/2004 tentang TNI Pasal 47 ayat 1 menyatakan, prajurit hanya dapat menduduki
jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif
keprajuritan.
Sedangkan ayat 2 menetapkan, prajurit aktif dapat
menduduki jabatan pada kantor atau instansi pemerintah yang membidangi
Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam), Pertahanan, Sekretaris Militer
(Sekmil), Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional,
SAR, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Sementara pada Pasal 2 menyebutkan, prajurit yang
menduduki jabatan tersebut didasarkan atas permintaan pimpinan dan tunduk
pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan
lembaga pemerintah non-departemen.
Eko menjelaskan, keberadaan UU 34 tentang TNI ini
akan diselaraskan dengan RUU ASN karena pada RUU ini akan dibuka mengenai
pengalihan status anggota TNI/Polri. "Akan kami sesuaikan antara peraturan perundangan
ini karena penegasan status TNI/ Polri jelas ada di RUU ASN," katanya
kepada wartawan kemarin.
Guru Besar Fisip UI ini menambahkan, pada RUU ASN
khususnya di Pasal 65 ayat 1 anggota TNI maupun Polri dapat menduduki jabatan
sipil berupa jabatan karier setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas
aktif keprajuritan dan beralih status menjadi PNS.
Namun, pada ayat 2 hal itu dikecualikan untuk
jabatan pada kantor atau instansi pemerintah tertentu sehingga anggota
TNI/Polri tidak perlu beralih status menjadi PNS.
Menurut dia, anggota TNI/Polri tidak perlu beralih
status menjadi PNS untuk kantor-kantor atau instansi yang membidangi politik
dan keamanan negara, pertahanan negara, Sekretaris Militer Presiden Intelijen
Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional,
SAR Nasional, Narkotika Nasional, atau Mahkamah Agung.
"Untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut,
dilakukan berdasarkan atas permintaan pimpinan kementerian/lembaga pemerintah,
serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan
kementerian/lembaga yang bersangkutan," ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja mengatakan,
DPR meminta TNI/Polri yang akan menjadi PNS harus melepaskan posisinya dulu di
kemiliteran atau kepolisian. Posisi mereka dapat ditempatkan secara khusus di
instansi atau kementerian umum sesuai jumlah permintaan yang ada. Golongan yang
akan dikenakan akan mengikuti masa jabatan sebelumnya di kemiliteran atau
kepolisian.
Politikus PAN ini juga menyatakan, mereka harus ada
izin resmi dari atasan sebelum beralih menjadi sipil. Hakam berpendapat,
perubahan status anggota TNI/Polri menjadi PNS ini tidak akan menimbulkan resistensi
seperti dwifungsi TNI/ Polri sebelumnya.
Pada dwifungsi mereka menjabat sebagai kepala dinas
atau dirjen atau jabatan sipil lainnya, namun tanpa melepaskan jabatan
TNI/Polrinya. "Sekarang beda. Kami dengan tegas meminta mereka hanya
menduduki satu jabatan," ucapnya.
Dia menjelaskan, pembukaan opsi bagi TNI/Polri
untuk dapat memilih menjadi PNS ini memang memberikan ruang dan potensi karier
bagi mereka yang memang berkualitas di bidang sipil. Sementara bagi PNS yang
ingin berkarier di bidang kemiliteran juga dapat diberlakukan, namun di bidang
tertentu seperti dokter.
Pengamat pemerintahan UI Budhidarmono menanyakan
apakah pangkat mereka akan disetarakan ketika berpindah jabatan karier di bidang
sipil.
Dia juga menanyakan, dengan sifat dan tugas yang berbeda
antara TNI/Polri danPNS, apakah perpindahan mereka akan dapat menyesuaikan diri
karena TNI/Polri dididik untuk bertempur sementara PNS dilatih untuk menjadi
pelayan masyarakat. (neneng zubaidah), Sumber Koran: Seputar Indonesia (15
Maret 2013/Jumat, Hal. 04)