Rabu, 27 Maret 2013

Wibawa Negara Wajib Dipulihkan Panglima TNI Harus Bekerja Sama dengan Polri

JAKARTA. KOMPAS - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melihat penyerbuan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan. Sleman, se­bagai pelanggaran HAM. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menegaskan, peristi­wa itu serangan terha­dap kewibawaan negara.

"Selain telah menghasilkan an­caman serius terhadap rasa aman publik, serangan itu juga memorakporandakan kepercayaan umum terhadap supremasi hu­kum di Republik ini. Presiden menegaskan, kewibawaan negara ini harus dipulihkan dan kepercaya­an rakyat terhadap hukum tidak boleh berkurang karena peristi­wa ini," kata Staf Khusus Presi­den Bidang Politik Daniel Spar-ringa, Selasa (26/3).

Untuk memulihkan kewiba­waan negara dan hukum, kata Daniel. Presiden memerintahkan Kepala Polri melakukan semua Undakan yang mungkin untuk mengungkap pelaku dan memas tikan semua yang leriibal diadili. Presiden juga telah menginstruk­sikan Panglima TNI agar seluruh jajarannya bekerja sama mem­bantu Polri dalam mengungkap identitas para pelaku.

Pengungkapan kasus itu me­mang mutlak. Terlebih, peristiwa itu merupakan pelanggaran I1AM serius. Serangan itu terjadi di rumah negara, di mana semua penghuni seharusnya mendapat­kan perlindungan negara. "Pe­langgaran HAM tampak dalam pencabutan nyawa atau peram­pasan hak atas hidup sebagai hak yang tak tergantikan. Ini pelang­garan serius karena dilakukan di lembaga negara," kata Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila di LP Cebongan.

Meski demikian, secara tersi­rat Presiden memandang belum perlu membentuk tim investigasi independen karena kepolisian sedang bekerja untuk mengungkap kasus ini. Presiden meminta masyarakat ikut memberikan du­kungan dan ikut mengawal pengungkapan kasus itu.

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yakin polisi mampu mengungkap identitas 17 pelaku penembakan itu. Jika polisi tidak mampu, tentu mengundang ke­curigaan.   "Polisi   kita   hebat. Orang mutilasi. tiga hari ketemu. Orang mencuri bayi, tiga hari ketemu. Masak yang begini tidak ketemu. Orang akan mengatakan ada kesengajaan un­tuk tidak menemu­kan. Kesengajaan itu disebabkan dua hal. Pertama,   menyem­bunyikan     sesuatu. Kedua, menjaga jarak dengan kekuatan la­in," ujar Mahfud

Saat ditanya apa­kah polisi berani melawan keku­atan lain, Mahfud mengatakan, "Demi negara. Dan kekuatan lain pun supaya tidak mengha­lang-halangi kalau negara ini mau baik."    Polri merasa yakin dapat mengungkap kasus penyerangan tersebut. Namun, Polri sangat mengharapkan informasi masya­rakat. "Kami yakin bisa Memang, juga perlu dukungan. Bantuan informasi dari masyarakat yang menyimpan informasi," kata Ke­pala Biro Penerangan Masyara­kat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Bdy Rafli Amar.

Menurut Boy, polisi masih me­nyelidiki dan mempelajari temu­an di lokasi kejadian, misalnya terkait pemeriksaan selongsong peluru, proyektil, dan penjelasan saksi (petugas LP dan tahanan).

Sejumlah advokat dari Forum Advokat Pengawal Konstitusi (Faksi) mendatangi Markas Be­sar Polri, kemarin. Mereka me­minta Polri untuk tidak takut mengusut kasus tersebut.

Pengamanan

Terkait pemindah­an tahanan dari Kepo­lisian Daerah DI Yog­yakarta ke LP Cebo­ngan sebelum penem­bakan.   Kapolda   DI Yogyakarta     Brigjen (Pol) Sabar Rahardjo enggan berkomentar. Ia tak bersedia menemui warta­wan yang menunggu di depan ruang kerjanya.

Sehari sebelumnya, Sabar mengatakah telah meminta ban­tuan pengamanan LP kepada Korem 072/Pamungkas, Yogya­karta, sebelum peristiwa itu ter­jadi. Pihaknya sudah berkoor­dinasi dengan Panglima Kodam IV/Diponegoro dan Komandan Korem 072 ketika hendak me­mindahkan empat tahanan ke LP Cebongan. "Silakan dipindahkan. Tidak ada permasalahan. Begitu jaminannya," kata Sabar, Senin (25/3). Namun, Sabar tak menyebutkan alasan mengapa ia meminta bantuan kepada TNI.

Komnas HAM pun menyeli­diki pemindahan tahanan itu. "Pemindahan tahanan akan kami runut apakah sesuai prosedur atau tidak. Bagaimana proses pengawalan dan pengamanan terhadap para tersangka saat di­titipkan ke LP akan kami lihat secara lengkap," kata Siti Noor.

Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Hardiono Saroso ju­ga tak bisa ditemui. "Panglima Kodam Diponegoro belum bisa menemui rekan wartawan. Nanti pasti ada waktunya. Kita tunggu penyelidikan oleh pihak kepolisi­an dulu," kata Kepala Penerang­an Kodam IV/Diponegoro Ko­lonel (Inf) Widodo Rahardjo yang meminta wartawan meng­ajukan surat permohonan wa­wancara terlebih dulu.

Menurut Widodo, soal per­mintaan pengamanan sebaiknya ditanyakan ulang kepada Kapol­da DI Yogyakarta. Ia menganggap keamanan tahanan itu tanggung jawab aparat Polda DIY. Sumber : Kompas hal.1, Kamis 27 Maret 2013.