JAKARTA. KOMPAS - Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia melihat penyerbuan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan.
Sleman, sebagai pelanggaran HAM. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun
menegaskan, peristiwa itu serangan terhadap kewibawaan negara.
"Selain telah menghasilkan ancaman
serius terhadap rasa aman publik, serangan itu juga memorakporandakan
kepercayaan umum terhadap supremasi hukum di Republik ini. Presiden menegaskan,
kewibawaan negara ini harus dipulihkan dan kepercayaan rakyat terhadap hukum
tidak boleh berkurang karena peristiwa ini," kata Staf Khusus Presiden
Bidang Politik Daniel Spar-ringa, Selasa (26/3).
Untuk memulihkan kewibawaan negara dan
hukum, kata Daniel. Presiden memerintahkan Kepala Polri melakukan semua Undakan
yang mungkin untuk mengungkap pelaku dan memas tikan semua yang leriibal
diadili. Presiden juga telah menginstruksikan Panglima TNI agar seluruh
jajarannya bekerja sama membantu Polri dalam mengungkap identitas para pelaku.
Pengungkapan kasus itu memang mutlak.
Terlebih, peristiwa itu merupakan pelanggaran I1AM serius. Serangan itu terjadi
di rumah negara, di mana semua penghuni seharusnya mendapatkan perlindungan
negara. "Pelanggaran HAM tampak dalam pencabutan nyawa atau perampasan
hak atas hidup sebagai hak yang tak tergantikan. Ini pelanggaran serius karena
dilakukan di lembaga negara," kata Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila di LP
Cebongan.
Meski demikian, secara tersirat Presiden
memandang belum perlu membentuk tim investigasi independen karena kepolisian
sedang bekerja untuk mengungkap kasus ini. Presiden meminta masyarakat ikut
memberikan dukungan dan ikut mengawal pengungkapan kasus itu.
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yakin
polisi mampu mengungkap identitas 17 pelaku penembakan itu. Jika polisi tidak
mampu, tentu mengundang kecurigaan.
"Polisi kita hebat. Orang mutilasi. tiga hari ketemu.
Orang mencuri bayi, tiga hari ketemu. Masak yang begini tidak ketemu. Orang
akan mengatakan ada kesengajaan untuk tidak menemukan. Kesengajaan itu
disebabkan dua hal. Pertama, menyembunyikan sesuatu. Kedua, menjaga jarak dengan
kekuatan lain," ujar Mahfud
Saat ditanya apakah polisi berani melawan
kekuatan lain, Mahfud mengatakan, "Demi negara. Dan kekuatan lain pun
supaya tidak menghalang-halangi kalau negara ini mau baik." Polri merasa yakin dapat mengungkap kasus
penyerangan tersebut. Namun, Polri sangat mengharapkan informasi masyarakat.
"Kami yakin bisa Memang, juga perlu dukungan. Bantuan informasi dari
masyarakat yang menyimpan informasi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat
Polri Brigadir Jenderal (Pol) Bdy Rafli Amar.
Menurut Boy, polisi masih menyelidiki dan
mempelajari temuan di lokasi kejadian, misalnya terkait pemeriksaan selongsong
peluru, proyektil, dan penjelasan saksi (petugas LP dan tahanan).
Sejumlah advokat dari Forum Advokat
Pengawal Konstitusi (Faksi) mendatangi Markas Besar Polri, kemarin. Mereka meminta
Polri untuk tidak takut mengusut kasus tersebut.
Pengamanan
Terkait pemindahan tahanan dari Kepolisian
Daerah DI Yogyakarta ke LP Cebongan sebelum penembakan. Kapolda
DI Yogyakarta Brigjen (Pol) Sabar
Rahardjo enggan berkomentar. Ia tak bersedia menemui wartawan yang menunggu di
depan ruang kerjanya.
Sehari sebelumnya, Sabar mengatakah telah
meminta bantuan pengamanan LP kepada Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta, sebelum
peristiwa itu terjadi. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Panglima Kodam IV/Diponegoro
dan Komandan Korem 072 ketika hendak memindahkan empat tahanan ke LP Cebongan.
"Silakan dipindahkan. Tidak ada permasalahan. Begitu jaminannya,"
kata Sabar, Senin (25/3). Namun, Sabar tak menyebutkan alasan mengapa ia
meminta bantuan kepada TNI.
Komnas HAM pun menyelidiki pemindahan
tahanan itu. "Pemindahan tahanan akan kami runut apakah sesuai prosedur
atau tidak. Bagaimana proses pengawalan dan pengamanan terhadap para tersangka
saat dititipkan ke LP akan kami lihat secara lengkap," kata Siti Noor.
Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Hardiono
Saroso juga tak bisa ditemui. "Panglima Kodam Diponegoro belum bisa
menemui rekan wartawan. Nanti pasti ada waktunya. Kita tunggu penyelidikan oleh
pihak kepolisian dulu," kata Kepala Penerangan Kodam IV/Diponegoro Kolonel
(Inf) Widodo Rahardjo yang meminta wartawan mengajukan surat permohonan wawancara
terlebih dulu.
Menurut Widodo, soal permintaan pengamanan
sebaiknya ditanyakan ulang kepada Kapolda DI Yogyakarta. Ia menganggap
keamanan tahanan itu tanggung jawab aparat Polda DIY. Sumber : Kompas hal.1, Kamis 27 Maret 2013.