Yogyakarta, Rencana
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta keterangan kepada Grup 2 Komando
Pasukan Khusus, Kandang Menjangan, Surakarta, Jawa Tengah, batal karena belum
mengantongi izin dari Markas Besar TNI. Namun,. Kopassus terbuka terhadap
investigasi dari aparat penegak hukum, termasuk Komnas HAM.
Ketua Komnas HAM
Siti Noor Laila mengatakan, menurut rencana, Rabu (27/3),
Komnas HAM akan berangkat ke Surakarta untuk meminta
keterangan terkait kasus penyerbuan LP Cebongan, Sleman, kepada jajaran Grup 2
Kopassus, Kandang Menjangan. Namun sehari sebelumnya, melalui telepon, Komandan Grup
2 Kopassus Kandang Menjangan Letnan Kolonel (Inf) Maruli Simanjuntak
mengatakan belum ada izin dari Mabes TNI.
"Mereka
(Kopassus) memiliki birokrasi sendiri dan mereka mengatakan belum ada izin dari
Mabes TNI. Kami tidak akan meminta izin, tetapi kami akan datang ke Mabes TNI
dan meminta Mabes mengundang Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan," ujar
Siti, Rabu di
Yogyakarta.
Asisten Intelijen Kopassus Letkol (Ini) Richard
Tampubolon saal dikonfirmasi mengatakan, Kopassus terbuka terhadap investigasi
dari aparat penegak hukum. termasuk Komnas HAM. Ia mengatakan, sesuai aturan, ada prosedur yang harus
dilakukan Komnas HAM. "Jadi seperti biasa, izinnya disampaikan ke Mabes
TNI, lalu Mabes TNI AD, kami tinggal mengikuti," ujar Richard. Ia
mengatakan, secara internal saat ini Kopassus tengah melakukan investigasi.
Komnas
HAM sebenarnya telah mengirim surat kepada Komandan Grup
2 Kopassus dengan tembusan kepada Komandan Jenderal Kopassus, Kepala Staf
Angkatan Darat, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Namun, pihak Grup 2 Kopassus belum bersedia dimintai keterangan karena
menunggu izin tertulis dari Mabes TNI. Untuk itu, pekan ini Komnas HAM segera
melayangkan surat ke Mabes TNI untuk mengundang Komandan Grup 2 Kopassus ke
Mabes TNI.
Menurut Siti, semua pihak yang terkait dengan
kasus penyerangan LP Cebongan akan dimintai keterangan, termasuk Grup 2
Kopassus. "Kami ingin mendengar langsung dan meminta konfirmasi tentang
berbagai hal, salah satunya kebenaran apakah Sertu Santoso benar-benar
anggota kesatuan Kopassus atau tidak," ujarnya.
Sebelumnya,
Panglima Kodam IV/Diponegoro
Mayor Jenderal Hardiono Saroso membantah korban pembunuhan di Hugo's Cafe,
Sertu Santoso, adalah anggota Grup 2 Kopassus. Santoso mantan anggota Grup 2
yang telah pindah ke Detasemen Intel Kodam IV/Diponegoro. Karena itu, Komnas
HAM akan mengklarifikasi hal tersebut.
Kemarin,
Komnas HAM juga berkoordinasi dengan Kapolda DI Yogyakarta Brigadir Jenderal
(Pol) Sabar Rahardjo untuk memberikan jaminan keamanan kepada mahasiswa Nusa
Tenggara Timur di Yogyakarta. Komnas HAM juga menyerahkan satu proyektil yang
ditemukan lagi di LP Cebongan saat sel A5 di Blok Anggrek (tempat penembakan)
dibersihkan. Jadi, total ada 32 proyektil dan selongsong peluru.
Menurut
Sabar, Polda DI Yogyakarta telah meminta keterangan 46 saksi. Mereka adalah
sipir, tahanan satu sel bersama empat korban penembakan, dan masyarakat
sekitar. "Pokoknya secepatnya, enggak usah lama-lama, enggak usah
ditutup-tutupi. Begitu jelas, maka langsung diungkap," kata Sabar.
Sabar
membenarkan, berdasarkan kesaksian para saksi, 31 tahanan disuruh bertepuk
tangan oleh gerombolan penembak pasca penembakan. Di bawah todongan senjata, para
tahanan terpaksa bertepuk tangan.
Kepala
Keamanan LP Margo Utomo yang turut ditodong senjata oleh para pelaku juga
membenarkan. Saat pelaku menembaki empat tahanan, 31 tahanan lain terdiam dan
tak bisa berbuat apa-apa.
Karena
itu, untuk mengungkap pelakunya, polisi perlu membuat sketsa wajah salah satu pelaku
dan menyebarkannya ke publik. Menurut Ketua Presidium Indonesia
Police Watch Neta S Pane, sketsa wajah itu bisa dibuat berdasarkan
keterangan saksi, khususnya petugas LP yang melihat wajah pelaku yang menunjukkan
"surat dari polda" saat akan masuk ke pintu LP.
Kepala
Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan,
polisi tentu akan memanfaatkan semua keterangan para saksi dan temuan fakta di
tempat kejadian untuk bahan penyelidikan lanjutan. Kualitas keterangan saksi
dapat saja menjadi bahan bagi aparat kepolisian untuk membuat sketsa wajah
dari salah satu pelaku.
Koalisi
tokoh dan masyarakat sipil pun mengkhawatirkan rakyat yang merasa terancam. Padahal,
Indonesia adalah negara hukum. "Penyerangan dan pembunuhan di LP Sleman tanda
kehidupan negara hukum terancam," kata Poengky Indarti dari Imparsial
yang membacakan pernyataan tersebut, Rabu.
Direktur
Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Azyumardi Azra menilai, kasus itu sangat serius karena merupakan serangan
terencana terhadap institusi negara.
Sosiolog
UI Tamrin Amal Tomagola mengatakan, rakyat kecewa karena pasca peristiwa, reaksi
pejabat sipil dan militer belum apa-apa sudah membantah. Tuntutan saat ini
adalah Presiden agar membentuk tim investigasi yang independen.
Ketua
Umum DPP Partai Hanura Wiranto meminta para pemimpin yang anak buahnya bersenjata
untuk introspeksi. "Butuh kejujuran pemimpin untuk melakukan penyelidikan
internal untuk kemudian disampaikan kepada aparat yang berwenang," kata
Wiranto. (ABK/FER/EDN/IAM/ODY/EGI/LOK), Sumber Koran: Kompas (28 Maret 2013/Kamis, Hal. 01)