Senin, 25 Maret 2013

Hukum Militer Harus Masuk KUHP


Anggota Komisi III DPR, Achmad Dimyati Natakusumah, mengatakan, sudah seharusnya hukum militer dimasukkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Supaya jelas, jangan sam­pai hukum militer itu dianggap diselesaikan oleh militer. Di Indonesia tidak boleh ada lagi hu­kum rimba, hukum jalanan atau main bunuh," ujar Dimyati di Jakarta, Minggu (24/3).

Dimyati yakin, hukum mi­liter bisa dimasukkan dalam KUHP. Sebab, menurutnya, hu­kum militer berkaitan dengan Mahkamah Agung (MA).

"Bisa juga dimasukkan. Kita lihat pra acaranya karena itu kaitannya dengan MA. Nanti ada juga MA kamar militer na­manya. Jadi dengan sendirinya memang mengatur peradilan militer itu," katanya.

Koalisi Masyarakat Sipil un­tuk Reformasi Sektor Keaman­an (KMSRSK) juga menuntut reformasi peradilan militer de­ngan merevisi UU No 31 tahun 1997. Peradilan militer harus juga menggunakan KUHAP umum, bukan KUHAP militer, sehingga bisa memberikan hukuman maksimal kepada ok­num militer yang melakukan tindak pidana.

Peneliti Elsam, Wahyudi me­ngatakan, maraknya aksi ke­kerasan yang melibatkan ok­num militer karena tidak ada penghukuman maksimal dan optimal terhadap pelakunya.

Menurutnya, selama tahun 2012 ada sekitar 17 peristiwa kekerasan yang diduga dila­kukan oknum aparat TNI. Teta­pi peradilan militer banyak yang tidak memberikan peng­hukuman maksimal.

"Akibatnya, mereka di atas angin, tidak terjangkau hukum sehingga muncul kekerasan te­rus menerus," kata Wahyudi.

Karenanya, ia meminta agar percepat revisi UU yang meng­atur peradilan milter. "Untuk menghentikan kekerasan oleh oknum TNI ini, penting DPR membahas revisi peradilan militer." tegas Wahyudi.

Sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi asas persa­maan di hadapan hukum, sudah seharusnya oknum anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum, diperlakukan sama de­ngan warga negara lainnya. "Diadili dalam mekanisme per­adilan umum," tabuhnya.

Agenda reformasi militer, kata Wahyudi sesungguhnya te­lah menjadi mandat UU TNI nomor 34 tahun 2004, pasal 65. Dengan berjalannya reformasi peradilan militer, maka diha­rapkan akan memberikan kon­tribusi positif di dalam memini­malisasi aksi kekerasan dan pe­langgaran hukum yang dila­kukan oleh anggota TNI.

Ketua SETARA Institut, Hendardi juga mengatakan, jangan sampai impunitas terus melekat pada anggota TNI. Brutalitas anggota TNI juga tidak cukup hanya diserahkan penyidikan­nya pada internal TNI.

"Apalagi kepolisian jelas tidak punya akses dan mentali­tas untuk menyidik anggota TNI. Suatu tim investigasi eks­ternal yang kredibel," ujarnya. (Friederich Batari), Sumber Koran: Jurnal Nasional (25 Maret 2013/Senin, Hal. 03)