Selasa, 26 Maret 2013

Rakyat Aceh Bersemangat Kibarkan Bendera GAM



Banda Aceh,    Hingga hari kedua setelah Dewan Per­wakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan bendera Bulan Bintang atau bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai bendera Aceh, belasan bendera tersebut telah dinaikkan di se­jumlah kawasan di Kabupaten Aceh Utara. Padahal, Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengata­kan, bendera tersebut belum boleh dikibarkan sebelum di­masukkan dalam lembaran daerah.

Informasi yang diterima SH, sejak Sabtu (23/3) atau sehari setelah DPRA menetapkan bendara milik Gerakan Aceh Merdeka sebagai bendera Pro­vinsi Aceh, belasan bendera Bu­lan Bintang dan bergaris hitam putih tersebut telah berkibar di tiga kecamatan di Aceh Utara.

Tiga kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Samudera, Kecamatan Meurah Mulia, dan Kecamatan Nibong. Namun, beberapa bendera tersebut sempat diturunkan oleh aparat kepolisian, namun beberapa lainnya masih tetap bertahan hingga Minggu (24/3).

"Sejak Sabtu hingga Minggu, beberapa tempat telah dikibar­kan bendera Bulan Bintang, namun ada yang diturunkan aparat kepolisian, tapi ada juga yang masih berkibar," kata Iskandar, salah seorang warga Gendong, Kecamatan Samu­dera, Minggu siang.

Iskandar mengungkapkan, sebagian besar bendera Bulan Bintang telah dilebarkan sejak Sabtu dini hari setelah DPRA menetapkan bendera tersebut sebagai bendera Aceh. "Begitu mendapat informasi bahwa bendera Bulan Bintang telah ditetapkan sebagai bendera Aceh, warga langsung menaik­kannya," tutur Iskandar.

la mengatakan, pada Minggu siang, puluhan warga Gendong, Kabupaten Aceh Utara juga mengadang sejumlah aparat ke­polisian dan TNI yang berusaha menurunkan bendera Bulan Bin­tang di Pasar Geudong, namun usaha tersebut tidak berhasil karena polisi dan TNI memilih mundur karena banyak warga yang tidak mengizinkan ben­dera tersebut diturunkan.

"Mungkin polisi dan TNI mundur dan batal menurun­kan bendera itu karena meng­hindari bentrok dengan warga. Hingga Minggu malam, ben­dera itu masih berkibar," Iskan­dar menambahkan.

Salah seorang anggota Ko­misi A DPRA, Abdullah Saleh, mengharapkan warga tidak menaikkan bendera Bulan Bin­tang sebelum Qanun tentang bendera dan lambang Aceh dimasukkan dalam lembaran daerah. Selain itu, politikus Par­tai Aceh tersebut juga meminta aparat kepolisian dan TNI tidak menggunakan kekerasan saat menurunkan bendera yang di­naikkan warga.

"Gunakan cara-cara yang persuasif saat penurunan ben­dera karena masyarakat su­dah sangat lama menantikan bendera itu bisa dikibarkan.
 
Ini adalah cita-cita mereka, ter­lebih bendera tersebut adalah identitas masyarakat Aceh," ujar Abdullah Saleh.

Ia menambahkan, secara prinsip, bendera Bulan Bintang sudah bisa dikibarkan masya­rakat karena telah disahkan DPRA. "Namun, secara yuridis formal, bendera itu belum bisa dinaikkan karena belum dimasukkan dalam lembaran daerah," katanya.

Penolakan
Sementara itu, Peneliti Ja­ringan Survei Aceh, Aryos Nivada menyebutkan, meski Qanun Bendera dan Lambang Aceh telah disahkan DPRA, qanun ini masih belum bisa dite­rima sepenuhnya oleh berbagai elemen masyarakat Aceh. Pasal­nya, dalam penyusunan qanun tersebut dianggap tidak secara masif melibatkan semua lintas suku di Aceh.

Aryos mengatakan, unjuk rasa penolakan terhadap Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang dilakukan massa Gayo Merdeka. Jumat (22/3), menandakan bahwa qanun ini belum bisa diterima semua suku yang ada di Aceh dan le­bih jauh qanun ini akan memicu terjadinya perpecahan.

"Pengesahan bendera dan lambang yang dilakukan DPRA merupakan sebuah ke­cerobohan karena tidak sepenuhnya menjaring masukan dari lintas suku. Buktinya ada kelompok-kelompok dari suku tertentu yang menolak qanun ini," kata Aryos.

Meski di tingkat Pemerintah Aceh dianggap sudah selesai, qanun ini akan dievaluasi Kemendagri.

"Belum tentu mendagri menyetujui walaupun sudah disahkan di DPRA. Mendagri akan mengkaji kembali dan pasti tidak akan dengan serta merta mengesahkan qanun ini," ujarnya.

Ia menambahkan, seharus­nya kehadiran Qanun Bendera dan Lambang menjadi magnet pemersatu kesukuan di Aceh berwujud penyatuan jiwa na­sionalisme keacehan serta pe­rekat membangun peradaban melalui kebersamaan memba­ngun Aceh.

"Tapi, gara-gara qanun itu, besar peluang memicu terjadi­nya disintegrasi kesukuan di Aceh yang berujung kepada keinginan pemisahan dari Pro­vinsi Aceh," tutur Aryos. (Junaidi Hanafiah), Sumber Koran: Sinar Harapan (25 Maret 2013/Senin, Hal. 03)