Banda Aceh, Hingga hari
kedua setelah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan bendera Bulan
Bintang atau bendera Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) sebagai bendera Aceh, belasan bendera tersebut telah dinaikkan di
sejumlah kawasan di Kabupaten Aceh Utara. Padahal, Gubernur Aceh Zaini
Abdullah mengatakan, bendera tersebut belum boleh dikibarkan sebelum dimasukkan
dalam lembaran daerah.
Informasi yang diterima SH, sejak Sabtu (23/3) atau
sehari setelah DPRA menetapkan bendara milik Gerakan Aceh Merdeka sebagai bendera Provinsi Aceh, belasan
bendera Bulan Bintang dan bergaris hitam putih tersebut telah berkibar di tiga
kecamatan di Aceh Utara.
Tiga kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Samudera,
Kecamatan Meurah Mulia, dan Kecamatan Nibong. Namun, beberapa bendera tersebut
sempat diturunkan oleh aparat kepolisian, namun beberapa lainnya masih tetap
bertahan hingga Minggu (24/3).
"Sejak Sabtu hingga Minggu, beberapa tempat telah
dikibarkan bendera Bulan Bintang, namun ada yang diturunkan aparat kepolisian,
tapi ada juga yang masih berkibar," kata Iskandar, salah seorang warga
Gendong, Kecamatan Samudera, Minggu siang.
Iskandar mengungkapkan, sebagian besar bendera Bulan
Bintang telah
dilebarkan sejak Sabtu dini hari setelah DPRA menetapkan bendera tersebut
sebagai bendera Aceh. "Begitu mendapat informasi bahwa bendera Bulan
Bintang telah ditetapkan sebagai bendera Aceh, warga langsung menaikkannya," tutur Iskandar.
la mengatakan, pada Minggu siang, puluhan warga Gendong, Kabupaten Aceh Utara
juga mengadang sejumlah aparat kepolisian dan TNI yang berusaha menurunkan bendera
Bulan Bintang di Pasar Geudong, namun usaha tersebut tidak berhasil karena
polisi dan TNI memilih mundur karena banyak warga yang tidak mengizinkan bendera
tersebut diturunkan.
"Mungkin polisi dan TNI mundur dan batal menurunkan
bendera itu karena menghindari bentrok dengan warga. Hingga Minggu malam, bendera
itu masih berkibar," Iskandar menambahkan.
Salah seorang anggota Komisi A DPRA, Abdullah Saleh,
mengharapkan warga tidak menaikkan bendera Bulan Bintang sebelum Qanun tentang
bendera dan lambang Aceh dimasukkan dalam lembaran daerah. Selain itu,
politikus Partai Aceh tersebut juga meminta aparat kepolisian dan TNI tidak
menggunakan kekerasan saat menurunkan bendera yang dinaikkan warga.
"Gunakan cara-cara yang persuasif saat penurunan
bendera karena masyarakat sudah sangat lama menantikan bendera itu bisa
dikibarkan.
Ini adalah cita-cita mereka, terlebih bendera
tersebut adalah identitas masyarakat Aceh," ujar Abdullah Saleh.
Ia menambahkan, secara prinsip, bendera Bulan Bintang
sudah bisa dikibarkan masyarakat karena telah disahkan DPRA. "Namun,
secara yuridis formal, bendera itu belum bisa dinaikkan karena belum dimasukkan
dalam lembaran daerah," katanya.
Penolakan
Sementara itu, Peneliti Jaringan Survei Aceh, Aryos
Nivada menyebutkan, meski Qanun Bendera dan Lambang Aceh telah disahkan DPRA,
qanun ini masih belum bisa
diterima sepenuhnya oleh berbagai elemen masyarakat Aceh. Pasalnya, dalam
penyusunan qanun tersebut dianggap tidak secara masif melibatkan semua lintas
suku di Aceh.
Aryos mengatakan, unjuk rasa penolakan terhadap Qanun
Bendera dan Lambang Aceh yang dilakukan massa Gayo Merdeka. Jumat (22/3), menandakan bahwa
qanun ini belum bisa diterima semua suku yang ada di Aceh dan lebih jauh qanun
ini akan memicu terjadinya perpecahan.
"Pengesahan bendera dan lambang yang dilakukan
DPRA merupakan sebuah kecerobohan karena tidak sepenuhnya menjaring masukan
dari lintas suku. Buktinya ada kelompok-kelompok dari suku tertentu yang
menolak qanun ini," kata Aryos.
Meski di tingkat Pemerintah Aceh dianggap sudah
selesai, qanun ini akan dievaluasi Kemendagri.
"Belum tentu mendagri menyetujui walaupun sudah
disahkan di DPRA. Mendagri akan mengkaji kembali dan pasti tidak akan dengan
serta merta
mengesahkan qanun ini," ujarnya.
Ia menambahkan, seharusnya kehadiran Qanun Bendera
dan Lambang menjadi magnet pemersatu kesukuan di Aceh berwujud penyatuan jiwa
nasionalisme keacehan serta perekat membangun peradaban melalui kebersamaan
membangun Aceh.
"Tapi, gara-gara qanun itu, besar peluang memicu
terjadinya disintegrasi kesukuan di Aceh yang berujung kepada keinginan
pemisahan dari Provinsi Aceh," tutur Aryos. (Junaidi Hanafiah), Sumber Koran:
Sinar Harapan (25 Maret 2013/Senin, Hal. 03)