Rabu, 27/03/2013 23:06 WIB
Feri Fernandes - detikNews
Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyatakan qanun
Bendera dan Lambang Daerah merupakan penguatan perdamaian Aceh dalam kerangka
pelaksanaan MOU Helsinki dan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA). DPRA
merasa harus ada pengakuan terhadap Bendera dan Lambang Aceh itu dalam sebuah
Undang-undang.
“Semuanya sudah disepakati, untuk Aceh akan ada Bendera dan
Lambang Aceh yang bersifat kekhususan itu. Semuanya ini kita wujudkan sesuai
dengan MoU dan UUPA,” kata Ketua Badan Legislasi DPRA, Abdullah Saleh, saat
dihubunggi detikcom, Rabu (27/3/2013).
Menurut Saleh, qanun Bendera dan Lambang Aceh merupakan
spirit perdamaian Aceh untuk sama-sama mewujudkan kesejahteraan. Dengan
pengakuan ini, dia ingin masyarakat tak menganggap bendera dan lambang Aceh
sebagai simbol gerakan separatis. “Jadi semua pihak agar menerima pengesahan
qanun tersebut dan tidak ada timbul menghindari munculnya polemik dan penolakan
dengan alasan yang tidak logis seperti simbol separatis,” sebutnya.
Sementara menyangkut dengan produk hukum (qanun) yang
mengatur tentang Bendera dan Lambang Aceh itu, Saleh mengatakan sebelumnya DPRA
telah terlebih dahulu bertemu dengan perwakilan Depdagri, Menkopolhukam, Wakil
Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua MPR RI Farhan Hamid, dan sejumlah
tokoh-tokoh nasional.
Saleh mengatakan, atas keputusan penerbitan Undang-undang
pengakuan qanun ini, pemerintah pusat berhak mengevaluasi, akan tetapi harus
sesuai dengan mekanisme. “Kalau pun sudah ada keputusan Presiden, ternyata kita
tidak sependapat dengan keputusan perubahan itu. Kita akan mengajukan judicial
review ke Mahkamah Agung,” tutur Saleh.
Ia berharap agar pemerintah mengerti realita politik di
Aceh, bendera ini merupakan keinginan dari seluruh rakyat Aceh. “Karena qanun
itu hasil kesepakatan bulat yang diterima oleh seluruh fraksi-fraksi di DPRA
baik partai lokal maupun nasional," ungkapnya. (trq/trq)Sumber:news.detik.com