Minggu, 03 Maret
2013, 06:39 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,
JAYAPURA -- Ketua pengurus badan Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua
(PGGBP), Pendeta Socrates Sofyan Yoman, mengatakan penyelesaian sejumlah
persoalan di wilayah itu dapat dilakukan melalui dialog. "Dialog damai
yang bermartabat antara Indonesia dan Papua tanpa syarat dan dimediasi oleh
pihak ketiga, itu solusinya," kata Socrates Sofyan Yoman usai peluncuruan
buku "Otonomi Khusus Papua Telah Gagal" di aula STT GKI Padang Bulan,
Kota Jayapura, Papua, Sabtu (2/3).
Menurut dia, akar
persoalan yang sangat mendasar di wilayah Indonesia timur itu bukan lebih
kepada soal kesejahteraan seperti yang didengungkan selama ini oleh elite
politik ataupun para pemerhati soal Papua, tetapi lebih kepada masalah
pelurusan sejarah Papua ke Indonesia. "Akar pesoalanya bukan kesejahteraan
tetapi soal sejarah Papua dengan Indonesia, hal inilah yang harus dibahas
secara baik lewat dialog," katanya.
Ia mengatakan sejak
1961 telah banyak program yang berlaku di Papua hingga pada masa reformasi pada
1998. Pada tahun 1999 rakyat Papua meminta merdeka, namun yang diberikan oleh
pemerintah pusat adalah otonomi khusus. Pendeta Socrates yang terkenal vokal
itu mengatakan Otsus seharusnya bisa memberikan keberpihakan, pemberdayaan dan
perlindungan, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya.
Socrates lahir di
Situbondo pada 15 Desember 1969 dan merupakan tokoh gereja yang vokal soal
Papua. Dia dosen di berbagai Sekolah Tinggi Theologia di Kota dan Kabupaten
Jayapura, yang pernah berbicara dengan staf khusus Sekjen PBB pada Oktober
2011. "Pada 6 Maret ini, saya akan luncurkan buku baru lagi dengan judul
"Saya Bukan Bangsa Budak." Redaktur : Dewi Mardiani.