Penulis : Kontributor Manado,
Ronny Adolof Buol | Selasa, 19 Maret 2013 | 23:28 WIB
MANADO, KOMPAS.com — Tim Sosial
Budaya Ekspedisi NKRI 2013 Koridor Sulawesi Sub Korwil Sangihe yang berjumlah
14 personel dan merupakan gabungan TNI, Polri, dan mahasiswa melakukan kegiatan
penelitian dan observasi awal di Desa Karatung, Kecamatan Manganitu, Kabupaten
Sangihe, Selasa (19/3/2013).
Di bawah pimpinan Komandan Tim
(Dantim) Letda CTP Ricky Yakup, peserta meneliti sejarah keberadaan Raja
Santiago yang merupakan pahlawan bagi masyarakat Sangihe. "Nama Raja
Santiago dipakai juga sebagai nama Korem 131/Santiago Manado," ujar bagian
penerangan Ekspedisi Sub Korwil Sangihe, Mayor Inf Daroji.
Dari penelusuran diketahui bahwa
Santiago menjadi Raja Manganitu pada tahun 1670-1675 M. Santiago oleh
pemerintahan Portugis pernah disekolahkan di Filipina. Dia diangkat menjadi
Raja Manganitu ke-tiga oleh ayahnya.
Walau disekolahkan oleh Portugis,
Santiago menolak bekerja sama dengan salah satu penjajah Manganitu itu. "Ia
dikenal sangat cinta tanah air, dan menolak penjajahan karena dianggap akan menguasai
hasil bumi serta akan memusnahkan adat Sangihe," ujar Letda Ricky.
Atas perlawanannya tersebut,
Santiago lalu melawan bangsa Portugis. Dengan hanya menggunakan senjata
tradisional, Santiago memimpin rakyatnya mengadakan perlawanan. Santiago mati
digantung di atas tiang pada tahun 1675 M sewaktu Belanda telah menguasai
Sangihe. "Keberanian Santiago inilah yang membuat sosoknya dipandang
sebagai seorang pahlawan bagi rakyat Sangihe," tambah Ricky.
Sementara itu, Mayor Daroji
mengatakan bahwa selama 4 bulan ke depan peserta ekspedisi tetap akan berada di
Pulau Sangihe untuk melanjutkan berbagai kegiatan, di antaranya melakukan
survei keanekaragaman hayati dan kegiatan kewilayahan lainnya.