Penulis : Sabrina Asril | Kamis, 7 Maret 2013 | 13:27 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan
Eva Kusuma Sundari menilai peristiwa pembakaran Polres Ogan Komering Ulu (OKU),
Sumatera Selatan, oleh aparat TNI, adalah bukti ketidakharmonisan hubungan TNI
dan Polri. Pasalnya, selama ini TNI selalu menunjukkan superioritasnya melawan
hukum. "Ini berulang, di banyak area, meski sudah ada MoU. Ada
dua kemungkinan problem, yaitu di tingkat implementasi MoU yang ternyata tidak
efektif dalam kerja sama dua instansi tersebut," ucap Eva di Kompleks
Parlemen, Senayan, Jakarta Kamis (9/3/2013).
Eva juga melihat masalah lainnya adalah sistem politik yang
masih mengakomodasi superioritas TNI. "Sehingga TNI tidak tunduk pada pada
sistem hukum termasuk yang paling remeh, yaitu berlalu lintas," tukasnya. Ia juga mengatakan, perlawanan terhadap pembahasan RUU
Peradilan Militer turut memberikan kontribusi terhadap kasus-kasus kekerasan
yang melibatkan dua institusi penegak hukum itu. "Way out-nya tentu
pendekatan hukum, jangka pendek penertiban dan penghukuman dari pelaku
kekerasan dari dua institusi ini," kata Eva.
Sementara solusi jangka panjang, lanjutnya, adalah melakukan
pembenahan hukum sehingga sistem hukum tak lagi mengakomodasi superioritas TNI.
Salah satunya ialah Undang-undang Peradilan Militer yang bisa menghindari
tindakan melanggar hukum. Seperti diberitakan, Markas Polres OKU, Sumatera Selatan,
dibakar sekelompok anggota TNI, Kamis (7/3/2013) pagi pukul 07.30 WIB. Saat
itu, ada sekitar 95 anggota TNI yang menyerbu markas Polres OKU.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Suhardi
Alius, peristiwa itu awalnya adalah aksi unjuk rasa anggota TNI yang protes
salah satu rekannya tertembak. Namun, akhirnya kondisi menjadi tidak
terkendali. Belum diketahui pasti jumlah korban akibat peristiwa ini. Sumber : www.kompas.com