Kamis, 07 Maret 2013

Diduga Terlibat Pembunuhan Anggota Kopassus: Anggota TPN-OPM Buka Mulut

Jayapura,             Seorang anggota Tentara Pembebas­an Nasional-Organisasi Pa­pua Merdeka (TPN-OPM), yang paling dicari pihak TNI akhirnya buka mu­lut. Dia adalah Ishak Demetouw (54), yang sebenarnya bernama Alex Luis Makabori. Di TPN-OPM dia ber­pangkat Letkol, dan mem­punyai jabatan Asisten I Operasi Kodap Jaya. Hal itu dikatakan Kasi Intel Korem 172/PWY, Ma­yor Ventje Marani, yang di­temui wartawan di Abepura, Selasa (5/3) malam.
 
Alex Luis Makabori di­tangkap bersama tiga rekan­nya oleh aparat keamanan Satgas Yonif-755/Yalet, yang dipimpin Letda Inf Riska, Danpos Nengke, Minggu (3/3) pagi pukul 10.00 WIT. Ketiga rekannya adalah Suleman Teno (35), Nico Sosomar (42) dan berpang­kat Mayor, serta Daniel Nerotouw (29). Keempatnya dari kelompok Richard Hans Yoweni, yang beropersi di wilayah Mamta.
Mereka ditangkap di daerah Kampung Yamna, Distrik Pantai Timur. Dalam pemeriksaan sementara, Alex Luis Makabori terli­bat dalam semua operasi TPN-OPM Marvik baik di Betaf, Takar, serta pelatihan di Bonggo, Sentani. Tahun 2004, dia juga mengeluar­kan perintah operasi meno­lak Pemilu 2004, dan me­ngeluarkan perintah me­nembak mati TPN-OPM yang menyerah.

"Tahun 2001, Alex Luis Makabori terlibat dalam pe­nyerangan Pos Beneraf, Be­taf, yang mengakibatkan 4 anggota Kopassus mening­gal," ujar Marani. Dikatakan, saat kejadian 3 Februari 2001 sekitar pu­kul 17.15 WIT itu, kelom­pok Richard Hans Yoweni menggunakan tiga pucuk senjata M-16, satu pucuk Gerend, satu double lop, pistol FN (2) pucuk, dan senjata rakitan 20 pucuk.

"Terungkapnya na­ma Alex Makabori ini juga karena bantuan masyarakat di Pantai Timur, Sarmi," kata Marani. Dia mengungkapkan, ke-4 anggota TPN-OPM ini ke Sarmi untuk mencari dana serta perekrutan ang­gota baru. "Ini terungkap dalam selebaran yang ada pada mereka. Mereka kini ditahan di Polres Sarmi," katanya.

Dana Otsus
Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pengelolaan dana Otonomi Khusus (Ot­sus) Papua, tahun anggaran 2002-2010, terindikasi dike­lola tanpa dasar hukum yang kuat, sehingga rentan masalah. Hal itu terjadi di Papua maupun di Papua Barat. Direktur Eksekutif Lem­baga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manok­wari, Yan Cristian Warinusy kepada SP, Selasa (5/3) malam di Jayapura mengatakan, dalam laporan BPK berkode 01/HP/X-IX/04/2011 tanggal 14 April 2011 itu disebutkan, peme­riksaan yang dilakukan pada empat fase penting, yaitu fa­se perencanaan, pelaksana­an, pertanggungjawaban, dan pemanfaatan, serta fase evaluasi. "Temuan-temuan itu memberi keyakinan pada BPK, jika pengelolaan dan pertanggungjawaban dana otsus secara umum tidak sesuai ketentuan," katanya.

Pada fase perencanaan, misalnya, lembaga tinggi negara ini mencatat, penge­lolaan dana otsus belum di­dukung dengan perangkat peraturan yang memadai, termasuk untuk bidang ke­sehatan dan pendidikan. "Pemerintah Papua maupun Papua Barat belum mene­tapkan Rencana Induk Per­cepatan Pembangunan da­lam rangka memanfaatkan dana otsus secara berkesi­nambungan," katanya.

Disebutkan, pada fase pelaksanaan, BPK dalam la­poran itu mencatat, terdapat kegiatan fiktif yang bersum­ber dari dana Otsus sekitar Rp. 28,943 miliar. Ada juga kelebihan pembayaran kare­na kekurangan volume pe­kerjaan, pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentu­an sekitar Rp 218,289 mili­ar. "Pengelolaan dana Otsus juga tak sesuai dengan tuju­an pembentukannya," ujar Yan.

Pada bagian lain, Yan mengatakan, masyarakat adat Papua melalui Dewan Adat Papua (DAP) dapat se­gera menyusun langkah hu­kum untuk mempersoalkan masalah pemanfaatan dana Otsus tersebut secara pida­na, perdata, maupun tata usaha negara. Sementara itu, tokoh adat Nabire, Yulian Yap Marey mengatakan, peman­faatan dana Otsus memang harus dievaluasi. "Dana yang begitu banyak tapi tak sampai ke masyarakat de­ngan baik, " ujar mantan anggota Organisasi Papua Merdeka tahun 1961-1962 itu.

Berdasarkan catatan SP, sejak tahun 2002 hingga 2012, Provinsi Papua telali menerima dana Otsus Rp 28,413 triliun. Untuk Papua Barat, dari tahun 2009-2012 sudah ditransfer dana Rp 5,269 triliun. Demikian juga dana tambahan infrastruktur untuk Provinsi Papua Rp 2,501 triliun dan Papua Ba­rat Rp 2,298 triliun. (154), Sumber Koran: Suara Pembaruan (06 Maret 2013, Hal. 12)