Kamis, 14 Maret 2013

Pasukan perdamaian: TNI Dibekali Hukum Perlindungan Anak Kongo



Jakarta,       Pa­ling rentan jadi korban peri­laku menyimpang dari situa­si perang bersaudara di Ko­ngo adalah anak-anak di bawah umur. Prajurit pasu­kan perdamaian dunia dari TNI yang tergabung dalam Satgas Kompi Zeni TNI Konga XX-J/Minusco diminta proaktif memberikan perlin­dungan, apalagi saat meng­hadapi milisi yang masih anak-anak.

"Jika ada kesempatan untuk menyelamatkan me­reka (milisi anak-anak), hal itu harus dilaksanakan se­panjang tidak membahaya­kan keselamatan sendiri," ujar Child Protection Section Monusco asal Pantai Gading, Mr Agqua Maqloire saat memberi pembekalan hu­kum perlindungan anak di Markas Konga Bumi Nusan­tara, Dungu, Kongo, Rabu (13/3).

Kedatangan perwakilan Perserikatan Bangsa-Bang­sa untuk Kongo ini diterima Wakil Komandan Satgas Ko­nga XX-J/Monusco, Kapten (Czi) Adi Ilham dan beberapa perwira staf.

Agqua sendiri menjadi petugas penyuluhan perlin­dungan anak dari PBB yang ditempatkan di wilayah Du­ngu. Pembekalan yang dibe­rikan kepada prajurit TNI terkait definisi usia anak di bawah umur menurut krite­ria PBB adalah di bawah 18 tahun. Anak-anak di Kongo yang masih di bawah umur rawan pelecehan dan eksplo­itasi seksual. Selain itu, hak azasi anak untuk menikmati masa bermain dalam usia kanak-kanak telah dirampas karena diwajibkan masuk militer. "Mereka yang beru­sia dibawah 18 tahun, kemudian tentang pelecehan dan eksploitasi seksual ter­hadap anak, hak asasi anak serta aturan-aturan pelibat­an militer terhadap anak," kata Agqua.

Data yang dikeluarkan PBB, seperti dikutip Perwira Penerangan Satgas Kompi Zeni TNI Konga XX-J/Minusco, Lettu Laut (P) Dimas Apriyanto menyebutkan ma­sih banyak anak di Kongo yang terlibat dan bergabung, baik secara sukarela mau­pun terpaksa ke dalam kelompok-kelompok milisi ber­senjata.

Diperkirakan, lebih dari 300 ribu anak menjadi kor­ban dan terkena dampak pe­rang bersaudara di Kongo. Kebanyakan anak itu diculik dari desa-desa dan dipaksa bergabung dengan milisi un­tuk melakukan tindak keja­hatan dan kriminal. Anak laki-laki biasanya dimanfaat­kan sebagai pembawa ba­rang dan anak perempuan sebagai alat untuk meme­nuhi kebutuhan biologis anggota milisi.

"Kami meminta Konga untuk ikut aktif dalam ke­giatan perlindungan anak serta mampu bersikap de­ngan bijaksana ketika mere­ka harus berhadapan de­ngan milisi yang masih anak-anak," harap dia.

Pada kesempatan terse­but, Agqua Maqloire me­nyampaikan, terimakasih ke­pada Konga karena berkon­tribusi nyata dalam mendu­kung misi Monusco. Diantara misi itu melaksanakan re­habilitasi jalan-jalan di pe­dalaman Kongo. "Secara langsung akan sangat berpe­ngaruh bagi upaya-upaya perlindungan terhadap anak," tandas Agqua. (Feber s), Sumber Koran: Suara Karya (14 Maret 2013/Kamis, Hal. 04)