Senin, 04 Maret 2013

Goliat dan Murib Bercokol di Papua



Senjata yang menewaskan prajurit TNI dan warga sipil di Papua diduga diselundupkan melalui perbatasan Papua Nugini. Tapi TNI tidak ingin berspekulasi. Pengejaran tersangka pelaku penembakan dilakukan pihak kepolisian.

Isak tangis pecah ketika keluarga anggota TNI menerima jenazah Prajurit Kepala (Praka) Wemprit Tamahiwu dan Prajurit Satu (Pratu) Mustofa usai menjalani upacara militer di Bandar Udara (Bandara) Nabire, Papua, Senin siang lalu. Prajurit TNI dari Yonif 753/Arga Vira Tama itu gugur bersama enam orang lainnya, yang terlibat baku tembak dengan sayap kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM), Kamis pagi pekan lalu.

Penembakan pertama yang membabi buta itu terjadi sekitar pukul 09,30 WITA di sekitar pos TNI Distrik Tinggi-nambut, Kabupaten Puncakjaya. Anggota satgas, Pratu Wahyu Bowo, gugur setelah mengalami luka tembak di dada dan leher. Lettu Infantri Reza, Komandan Pos Tingginambut, menyusul kena tembak pada lengan kirinya.

Satu jam berselang, sembilan anggota TNI diserang kelompok sipil bersenjata di Distrik Sinak, sekitar 60 kilometer dari Tingginambut. Prajurit TNI yang berjalan kaki sekitar dua kilo­meter menuju Bandara Sinak untuk mengambil perlengkapan alat komunikasi dari Nabire itu diberondong dengan senjata api.

Nahas, tujuh di antaranya mening­gal, masing-masing Sertu Ramadhan, Sertu M. Udin, Sertu Frans, Pratu Mus­tofa, Pratu Edi, Pratu Jojo Wiharjo, dan Praka Wempi. Dua lainnya dikabarkan sempat melarikan diri.

Ironisnya, mereka dihadang tanpa dibekali persenjataan. Alasannya, "TNI di Papua berusaha membaur dengan masyarakat sekitar dan menghilangkan nuansa militeristik. Mungkin kelompok bersenjata itu melihat celah untuk menyerang TNI," kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Laksamana Muda Iskandar Sitompul, kepada Gatra.

Insiden penembakan itu berakhir Kamis sore. Prajurit TNI yang berjaga di sekitar lokasi turut membantu menge­jar kelompok penyerang. Tindakan itu sekaligus membuka ruang evakuasi untuk mengangkut jenazah melalui helikopter.

Esoknya, helikopter jenis Puma dihadang cuaca buruk. Situsi makin me­nyulitkan setelah kelompok bersenjata lagi-lagi melepas tembakan. Selain me­rusak kokpit pesawat, juga melukai tangan kiri perwira teknik, Lettu Tek Amang Rosadi, dan dua krunya.

Namun evakuasi itu tetap dilanjut­kan hingga berhasil membawa dua korban di Tingginambut. Sedangkan tujuh korban anggota TNI dan empat warga sipil lainnya baru dapat diterbangkan menuju Lanud Jayapura menggunakan heli jenis MI-17 pada hari Sabtu.

Serangan terhadap prajurit TNI dalam setahun terakhir ini tercatat sudah 14 kali, dengan jumlah korban 25 anggota TNI dan Polri serta sipil. Kali ini cukup banyak menelan korban tewas dan luka. "Serangan ini tidak dilakukan secara acak. Ada dugaan, itu sudah direncanakan," kata Iskandar.

Dugaan TNI sejalan dengan la­poran intelijen yang diterima Menko Polhukam, Djoko Suyanto, yang meng­indikasikan lokasi di Tingginambut te­lah dikuasai kelompok Goliat Tabuni dan Murib di Sinak. "Mereka diduga pelaku penembakan," kata Djoko. Dia meminta pelakunya ditindak tegas serta memerintahkan Pangdam dan Kapolda berkoordinasi, mengejar dan memproses hukum siapa pun yang terlibat. "Tindakan ini tidak bertanggung jawab," ujar Djoko.

Kelompok yang dituding dalam insiden itu menyatakan bahwa gempuran kali ini sekadar mengingatkan bahwa mereka masih tetap eksis di Papua. "Ini baru revolusi tahapan. Akan dilakukan revolusi total guna meraih hak politik untuk menentukan nasib rakyat Papua Barat," kata Goliat Tabuni, pemimpin kelompok Goliat Tabuni.'

Goliat mengungkapkan bahwa persenjataan yang mereka miliki tidak begitu banyak. Namun semua itu tidak lepas dari campur tangan pihak asing yang turut membantu menyiapkan amunisi. "Simpatisan membantu kami senjata, radio deteksi, dan komunikasi," katanya.

Logistik "perang" yang dimak­sud Goliat itu memang sengaja diselundupkan masuk Papua, tanpa diendus aparat setempat. Senjata dan amunisi yang mereka miliki disusupkan melalui perbatasan Provinsi Sandaun, Papua Nugini (PNG), yang asalnya dari bantuan LSM di Australia. "Saya cukup banyak mengetahui letak jalur masuknya bantuan," tuturnya.

Meski kelompok bersenjata yang berjumlah sekitar 30 orang itu mendapat subsidi perlengkapan militer dari luar, Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen Christian Zebua, tidak tinggal diam. Dia menegaskan bahwa TNI dan Polri akan terus mengejar mereka yang sengaja mengganggu masyarakat Papua dan mengancam NKRI. "Hanya sebagian di antara mereka yang memiliki senjata api," katanya.

Motif penyerangan dua kelompok itu, kata Christian, diduga karena tidak senang atas kehadiran TNI yang selalu dekat dengan rakyat Papua melalui kegiatan sosial masyarakat. "Mereka iri kalau prajurit mendapat simpati," ujar Christian.

Dalam catatan Gatra, kelompok itu masuk ke Puncak Jaya sejak 2004. Mereka berasal dari kawasan hutan Kali Kopi Tanggul Timur, Timika, yang berafiliasi dengan Kelly Kwalik, bangkotan OPM yang tewas pada Desember 2009. Setelah menguasai Puncak Jaya dan menancapkan markas di Tingginambut, sayap militer Goliat Tabuni merekrut anak muda belasan tahun sebagai anggotanya. Mereka membentengi diri dengan senjata luar, ditambah koleksi rampasan milik TNI dan Polri.

Goliat punya banyak ranting kelompok, yang kadangkala bertindak tanpa komando atasan. Mereka me­namakan diri Marunggen, Telenggen, Puron Wenda, dan Rambo, tersebar di beberapa lokasi. Berbeda dari Murib yang belum lama berkembang ketika pemekaran Kabupaten Puncak, yang melepas induknya, Puncak Jaya. Markas Murib dibiarkan bercokol di Sinak. Meski keduanya berbeda lokasi, komunikasi terjalin baik dan sering berkumpul di Tingginambut, Puncak Jaya.

Benarkah pengakuan Goliat bahwa senjata mereka sebagian berasal dari luar negeri? Laksamana Muda Iskandar Sitompul belum berani berspekulasi. "Silakan kalau ada yang ngomong seperti itu. TNI belum berani mengindikasi­kan, karena kami tidak pernah berandai-andai," katanya. Pengejaran terhadap pe­laku penembakan selanjutnya dilakukan pihak kepolisian. Anthony Diafar, jennar Kiansantang dan Antonius Un Taolin (Papua).
Majalah Gatra hal.34-35, 6 Maret 2013