Selasa, 05 Maret 2013

ASAL BUKAN SENGKUNI



Majalah Tempo (10-03-2013, Hal. 40)
Rapat pengurus Partai De­mokrat yang digelar setelah Anas Urbaningrum mening­galkan kursi ketua umum itu datar-datar saja. Suasana berubah ketika Mirwan Amir berseloroh. "Mohon disampaikan kepada Pak SBY, ja­ngan terlalu mendengarkan para pembi­sik," kata anggota Dewan Perwakilan Rak­yat itu. Pemimpin rapat, Sekretaris Jende­ral Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono, menukas dengan suara tinggi: "Yang di­maksud pembisik itu siapa?"
Salah seorang yang hadir menceritakan kembali rapat di kantor pusat Partai Demo­krat pada Senin sore pekan lalu itu. Menu­rut dia, Mirwan langsung ciut mendengar respons Edhie Baskoro. Ia tak meneruskan kata-katanya. Tak ada yang menimpali. Walhasil, ketegangan hanya terasa seje­nak. Rapat kembali ke topik semula: konso­lidasi pengurus setelah sang ketua umum mundur karena jadi tersangka suap proyek Hambalang.
Bagi kubu Anas, kisruh di Demokrat di­sebabkan oleh para "Sengkuni" tokoh yang selalu memanas-manasi Kurawa un­tuk memusuhi Pandawa dalam epos Mahabharata. Mereka disebut membisiki Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Pem­bina sekaligus Ketua Majelis Tinggi Demo­krat, untuk menyingkirkan Anas. Tak jelas tudingan itu diarahkan ke hidung siapa.
Dicegat seusai rapat pada Senin itu, Mir­wan ogah menceritakan ketegangan ter­sebut. Menurut Mirwan, dalam pertemu­an itu Ibas menyampaikan pesan Majelis Tinggi. Setelah Anas mundur, tugas ketua umum diambil alih Max Sopacua dan Jhonny Allen Marbun (wakil ketua umum). Sek­retaris Jenderal Edhie Baskoro, dan Direk­tur Eksekutif Totok Riyanto. Selain mem­bahas konsolidasi partai, rapat membica­rakan kekalahan calon dari Demokrat da­lam pemilihan Gubernur Jawa Barat.
Dua hari sebelumnya, pada Sabtu ma­lam dua pekan lalu, Majelis Tinggi plus menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II dari Demokrat berkumpul di ruang per­pustakaan rumah Yudhoyono di Cikeas, Bogor. Dari sembilan orang, satu-satunya anggota Majelis yang tak datang adalah Anas Urbaningrum, yang telah ditetap­kan sebagai tersangka oleh Komisi Pembe­rantasan Korupsi. Majelis Tinggi meriung untuk merespons pengunduran diri Anas pada Sabtu siang.
Pertemuan tak langsung ke acara pokok: melimpahkan tugas Anas kepada empat pengurus teras tadi. Tuan rumah membu­kanya dengan membahas pidato terakhir Anas di kantor Demokrat, seperti yang disi­arkan langsung oleh sejumlah stasiun tele­visi. "Dibahas kalimat demi kalimat," ujar seorang peserta pertemuan.
Tanpa menampakkan emosi, Yudhoyo­no membahas agak panjang pernyataan Anas tentang "bayi yang tak diinginkan la­hir". Kepada tetamu, dia mengatakan, pada kongres partai di Bandung, 2010, ia me­mang menginginkan Anas sebagai sekre­taris jenderal untuk disandingkan dengan Andi Alifian Mallarangeng, kandidat yang direstui Cikeas. Anas baru akan disetujui sebagai ketua umum pada kongres 2015.
Max Sopacua, anggota Majelis Tinggi, membenarkan Yudhoyono berkata demi­kian. Menurut Max, Yudhoyono bahkan bermaksud memajukan Anas sebagai ca­lon presiden pada 2019. Namun Anas berkukuh maju pada kongres 2010. Tapi, se­telah Anas terpijih pada 2010, kata Max, Yudhoyono mengakui kemenangan Anas. "Jadi, kata siapa Anas tak diakui SBY?" ujar Max.
Yudhoyono hanya tak sreg dengan peng­urus yang diajukan Anas. Salah satunya Muhammad Nazaruddin, yang kemudian menjabat bendahara umum. "Tapi Anas ngotot mengajukan Nazar," ucap Max. Da­lam pertemuan, Yudhoyono juga berkata, "Kok, Nazaruddin tak disebut Anas dalam pidatonya?" Kepada Tempo, Anas pernah mengatakan Nazaruddin disodorkan oleh pengurus lain, bukan olehnya.
Meski sudah mundur, Anas masih memi­liki akar di partai. Sejumlah loyalis meng­ancam ikut hengkang karena menduga ada intervensi Istana ke KPK dalam proses hu­kum korupsi Hambalang. Menyadari De­mokrat masih bergolak sepeninggal Anas, Yudhoyono menunda perombakan pim­pinan Fraksi Demokrat. Rotasi anggota Ba­dan Anggaran juga ditunda hingga wak­tu yang belum ditentukan. Seorang politi­kus partai itu mengatakan para penyokong Anas bakal terpental dari jabatannya. Me­nurut dia, Yudhoyono khawatir perombak­an bisa membuat partai gaduh lagi.
Yudhoyono juga tak ingin buru-buru menggelar kongres luar biasa untuk men­cari pengganti Anas. Satu-satunya alasan kongres akan dipercepat adalah Komisi Pemilihan Umum. Menurut Sekretaris De­wan Kehormatan Jero Wacik, bila KPU menyatakan berkas daftar calon anggota ba­dan legislatif sementara harus diteken ke­tua umum, mau tak mau kongres harus di­gelar. "Kalau KPU bilang tak perlu, ya, kami santai saja," kata Jero.
Berkas pencalonan harus diserahkan ke KPU paling lambat pada 15 April nanti. De­mokrat, kata Max Sopacua, menafsirkan daftar calon legislator tak perlu diteken ke­tua umum, tapi cukup oleh pejabat seting­kat ketua umum yang diakui Kementerian Hukum dan Hak.Asasi Manusia. Tanda ta­ngan ketua umum baru dibutuhkan di ber­kas daftar tetap calon legislator, yang diaju­kan pada Agustus mendatang.
Bila tafsir Demokrat yang benar, kong­res akan diselenggarakan antara April dan Agustus. Max yang menjadi anggota tim sukses Ketua DPR Marzuki Alie pada kong­res Partai Demokrat di Bandung 2010 bakal kembali mendorong Marzuki dalam kongres luar biasa. "Calonnya harus ka­der internal partai," kata Marzuki berse­mangat.
Tapi hasrat Marzuki bisa jadi kandas. Se­orang politikus Demokrat mengatakan res­tu Yudhoyono tak bakal terlimpah kepada Marzuki. Banyak pengurus Demokrat yang menghubungkan Marzuki sebagai "Sengkuni" yang dituding loyalis Anas. Yudhoyono pun tahu rivalitas Anas-Marzuki di kongres 2010 tak padam hingga hari ini. "SBY cenderung memilih orang lain yang bukan bagian dari konflik," ujar sumber tadi.
Dari lingkup-internal, nama lain yang beredar mengisi kursi ketua umum ada­lah Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Tapi nama anggota Dewan Pembina Demokrat itu hilang dalam pembicaraan ring satu Yudhoyono. Yang juga disebut sebagai ca­lon alternatif dari dalam partai adalah Di­rektur Eksekutif Totok Riyanto, alumnus Akabri Angkatan Udara 1973.
Serba belum pasti, Yudhoyono bisa saja meminta orang luar memimpin partainya. Nama yang mencuat adalah Menteri Ko­ordinator Politik, Hukum, dan Keaman­an Djoko Suyanto, sobat karib sang pendi­ri partai. Tapi Djoko menyatakan tak mau masuk ipartai. "Ketua umum sebaiknya dari internal," ujarnya. Walau begitu, Djo­ko mengatakan kerap diajak bertukar pikiran oleh Yudhoyono soal Demokrat.
Orang luar partai yang juga disebut masuk bursa adalah Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Nama Gita dicetuskan Yudhoyono sendi­ri. Beberapa waktu sebelum berangkat ke Timur Tengah untuk kunjungan kenegara­an, ia mengajak orang-orang dekatnya meriung. Ia tiba-tiba mengusulkan Gita memimpin Demokrat seandainya Anas dite­tapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Belum lagi diutarakan alasannya, usul Yudhoyono segera kandas. Sejumlah po­litikus mengatakan Ani Yudhoyono meni­lai Demokrat terhuyung-huyung akibat di­pimpin "orang luar keluarga". Ani kemudi­an menyorongkan nama Pramono Edhie, adiknya. Pada Mei nanti, Pramono akan memasuki masa pensiun. Kongres luar biasa yang akan digelar bisa dipaskan de­ngan waktu mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu mengakhiri masa dinas militer.
Obrolan itu hanya selintas. Yudhoyono menyimpan rapat-rapat calon yang bakal diusungnya. Yang jelas, kata sumber Tem­po, ia tak akan menyodorkan istri ataupun putranya. Dimintai konfirmasi, Max Sopa­cua mengatakan Majelis Tinggi belum per­nah membahas nama-nama untuk meng­gantikan Anas. (Anton Septian, Widiarsi Agustina, Wayanagus Purnomo), Sumber: Majalah Tempo