Rabu, 20
November 2013 16:32 WIB
TRIBUNNEWS.COM,
JAKARTA -- Panglima TNI, Jendral Moeldoko menolak jika disebut intelijen
Indonesia kecolongan atas penyadapan Australia terhadap Presiden Susilo Bambang
Yudoyono (SBY) dan sejumlah pejabat lainnya.
Dalam konfrensi
pers yang digelar Panglima TNI di markas Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI,
Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2013), Moeldoko menyampaikan penyadapan
yang dilakukan Australi mengandalkan teknologi, bukan agen-agen intelijen
tradisional.
"Ini
berkaitan dengan teknologi, bukan intelijen. Jerman pun bisa terbuka
informasinya (oleh intelijen asing)," ujarnya.
Kata dia
penyadapan tidak hanya dilakukan terhadap Indonesia, melainkan juga
negara-negara Eropa yang terkenal kekuatan militernya seperti Jerman. Moeldoko
mengaku mengetahui informasi itu setelah kontraktor intelijen Amerika Serikat
Edward Snowden buka mulut ke media.
"Walaupun
sarat dengan teknologi, semuanya baru tahu setelah pelaku kunci (Snowden)
membuka hal itu," ujarnya.
Lebih lanjut
soal penyadapan itu, Moeldoko mengaku enggan mengomentari, teritama terkait
politik hubungan luar negri Indonesia. Namun ia menegaskan Indonesia sudah
membangun langkah-langkah antisipatif jika kedepannya kejadian itu terulang.
"Untuk
kontra intelijen kita menyiapkan membangun inskripsi, suatu insturmen yang
dipasang di alat komunikasi sehingga tidak bisa di deterk, sedang dibuat
Lemnsaneg (Lembaga Sandi Negara)," tandasnya. (Penulis: Nurmulia Rekso
Purnomo & Editor: Hendra Gunawan)