Kamis, 21 November 2013

Australia Makin remehkan Indonesia



SEMARANG - Ketua Umum Perhimpunan Pergerakan In­donesia Anas Urbaningrum menilai Australia makin mere­mehkan Indonesia dengan aksi penyadapan oleh intelijen Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Penolakan permintaan maaf Perdana Menteri Australia Tony Abbott menunjukkan Australia tak menghormati Indonesia.

Hal itu dikemukakan Anas seperti dikutip Antara, Rabu (20/11) pagi.Anas mengatakan pemanggilan pulang duta besar Indonesia di Australia Nadjib Riphat Kesoema harus diikuti dengan pemulangan Duta Be­sar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty.

Selain menyadap Presiden Yudhoyono, Australia juga menyadap telepon Ani Yudho­yono, Wakil Presiden Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, Juru Bicara Presiden Dino Patri Djalal, dan Andi Mallarangeng sejak 2007.

Kapolri Jenderal Polisi Sutarman mengaku siap memutus hubungan kerja sama dengan Australia jika memang lang­kah tersebut diperlukan. "Apa pun perintah presiden akan kita laksanakan, kita juga akan sampaikan bentuk kerja sama kita (dengan Australia), apa tin­dak lanjutnya, kalau presiden minta dihentikan, kita laksanakan," katanya, kemarin.

Sutarman "mengungkapkan, Polri telah menjalin kerja sama dengan Australian Federal Police (APP) sejak tragedi bom di Bali, beberapa tahun lalu. Kerja sama di antaranya dilakukan melalui pengadaan sejumlah peralatan laboratorium keja­hatan cyber di Bareskrim dan laboratorium DNA di Cipinang, perlengkapan, kemudian pe­latihan milik Polri dan penin­dakan hukum.

Harus Tegas
Ketua Umum Aliansi Nasio­nalis Indonesia (Anindo) EdwinHenawan Sukowati berharap Presiden Yudhoyono meng­ambil langkah tegas terhadap Australia."Tidak cuma usir duta besarnya, tapi juga staf-staf kedutaan Australia yang terlibat dalam penyadapan itu," kata Edwin.

Ia mengatakan aksi penya­dapan oleh Australia tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja sebab selain melanggar hukum dan etika hubungan internasio­nal, hal itu juga sebagai tindakan subversif, yakni merongrong kewibawaan pemerintah yang sedang berkuasa. "Kami melihat penyadapan itu sebagai aksi sub­versif," katanya.

Pemerintah juga perlu mengajukan protes ke PBB atas aksi Australia dan Amerika. Sebagai sesama anggota PBB, Australia dan Amerika Serikat wajib menjaga hubungan kerja sama yang baik, bukan saling melukai. "Perlu klarifikasi dan informasi detail tentang hasil penyadapan Australia kepada pejabat-pejabat penting Indone­sia. Harus ada langkah hukum agar tidak terulang," tuturnya.

Sementara itu, TNI Angka­tan Darat (AD) bekerja samadengan Universitas Surya mela­kukan riset sistem komunikasi antisadap. Riset diperkirakan rampung pada April 2Q14.Ke­pala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman mengungkapkan riset tentang tekonologi antisadap telah dila­kukan setidaknya dua bulan se­belum isu tentang penyadapan oleh Amerika dan Australia dimunculkan mantan analis NSA Snowden.

Budiman mengatakan selain untuk kepentingan militer, ke­beradaan alat hasil riset ini akan sangat berguna, khususnya "de­ngan mencegah pejabat negara disadap pihak tertentu. "Dengan teknologi antisadap ini, minimal TNI AD tak bisa lagi disadap ber­bagai pihak," katanya.(Inno Jemabut/ M Bachtiar Nur/Ant), Sumber Koran: Sinar Harapan (20 November 2013/Rabu, Hal. 02)