SEMARANG - Ketua
Umum Perhimpunan Pergerakan Indonesia Anas Urbaningrum menilai Australia makin
meremehkan Indonesia dengan aksi penyadapan oleh intelijen Australia terhadap
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Penolakan permintaan maaf Perdana Menteri
Australia Tony Abbott menunjukkan Australia tak menghormati Indonesia.
Hal itu
dikemukakan Anas seperti dikutip Antara, Rabu (20/11) pagi.Anas mengatakan
pemanggilan pulang duta besar Indonesia di Australia Nadjib Riphat Kesoema
harus diikuti dengan pemulangan Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg
Moriarty.
Selain menyadap
Presiden Yudhoyono, Australia juga menyadap telepon Ani Yudhoyono, Wakil
Presiden Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, Juru Bicara Presiden Dino Patri
Djalal, dan Andi Mallarangeng sejak 2007.
Kapolri Jenderal
Polisi Sutarman mengaku siap memutus hubungan kerja sama dengan Australia jika
memang langkah tersebut diperlukan. "Apa pun perintah presiden akan kita
laksanakan, kita juga akan sampaikan bentuk kerja sama kita (dengan Australia),
apa tindak lanjutnya, kalau presiden minta dihentikan, kita laksanakan,"
katanya, kemarin.
Sutarman
"mengungkapkan, Polri telah menjalin kerja sama dengan Australian Federal
Police (APP) sejak tragedi bom di Bali, beberapa tahun lalu. Kerja sama di antaranya
dilakukan melalui pengadaan sejumlah peralatan laboratorium kejahatan cyber di
Bareskrim dan laboratorium DNA di Cipinang, perlengkapan, kemudian pelatihan
milik Polri dan penindakan hukum.
Harus Tegas
Ketua Umum
Aliansi Nasionalis Indonesia (Anindo) EdwinHenawan Sukowati berharap Presiden
Yudhoyono mengambil langkah tegas terhadap Australia."Tidak cuma usir
duta besarnya, tapi juga staf-staf kedutaan Australia yang terlibat dalam
penyadapan itu," kata Edwin.
Ia mengatakan
aksi penyadapan oleh Australia tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja sebab
selain melanggar hukum dan etika hubungan internasional, hal itu juga sebagai
tindakan subversif, yakni merongrong kewibawaan pemerintah yang sedang
berkuasa. "Kami melihat penyadapan itu sebagai aksi subversif,"
katanya.
Pemerintah juga
perlu mengajukan protes ke PBB atas aksi Australia dan Amerika. Sebagai sesama
anggota PBB, Australia dan Amerika Serikat wajib menjaga hubungan kerja sama
yang baik, bukan saling melukai. "Perlu klarifikasi dan informasi detail
tentang hasil penyadapan Australia kepada pejabat-pejabat penting Indonesia.
Harus ada langkah hukum agar tidak terulang," tuturnya.
Sementara itu,
TNI Angkatan Darat (AD) bekerja samadengan Universitas Surya melakukan riset
sistem komunikasi antisadap. Riset diperkirakan rampung pada April 2Q14.Kepala
Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman mengungkapkan riset tentang
tekonologi antisadap telah dilakukan setidaknya dua bulan sebelum isu tentang
penyadapan oleh Amerika dan Australia dimunculkan mantan analis NSA Snowden.
Budiman
mengatakan selain untuk kepentingan militer, keberadaan alat hasil riset ini
akan sangat berguna, khususnya "dengan mencegah pejabat negara disadap
pihak tertentu. "Dengan teknologi antisadap ini, minimal TNI AD tak bisa
lagi disadap berbagai pihak," katanya.(Inno Jemabut/ M Bachtiar Nur/Ant),
Sumber Koran: Sinar Harapan (20 November 2013/Rabu, Hal. 02)