JAKARTA — Badan
Intelijen Negara (BIN) mendeteksi adanya data yang menunjukkan Australia memang
melakukan penyadapan terhadap Indonesia pada kurun 2007 dan 2009.Aksi
penyadapan yang dilakukan Pemerintah Australia terhadap Pemerintah Indonesia
tidak boleh terjadi lagi.
Kepala BIN
Marciano Norman mengatakan, pihak mana pun pasti tidak akan mendeklarasikan
hal-hal yang telah dilakukan secara ilegal. Tetapi, BIN mendeteksi adanya
pelanggaran tersebut "Beberapa informasi yang kita terima, bahwa ada data-data
yang memang menunjukkan terjadi pelanggaran pada kurun waktu tersebut,"
kata dia, Rabu (20/11).
Marciano
menyayangkan aksi tersebut karena berpotensi mengganggu stabilitas keamanan
negara dan hubungan kedua negara. Dia mengatakan, intelijen Australia telah
meyakinkan bahwa tidak akan ada lagi penyadapan terhadap para pejabat Indonesia.
Tapi, menurut
dia, harus ada komitmen, dari kedua negara untuk mengevaluasi dan sama-sama
memperbaiki kondisi yang saat ini tercipta."Komunikasi itu harus dijaga
dan keberatan dari seluruh WNI harus dipahami mereka. Dari sekarang dan ke
depan itu tidak akan ada lagi. Itu yang kita tunggu," katanya.
Politisi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) Soeripto mengatakan, Indonesia seharusnya juga
protes kepada Amerika Serikat (AS) dalam kasus penyadapan ini.Sebab, sumber
berita penyadapan adalah Edward Snowden, mantan karyawan di National Security
Agency di Amerika Serikat.
Mantan anggota
Komisi I DPR ini menjelaskan, dalam permasalahan ini seharusnya dilihat siapa
yang memerintahkan Australia dalam hal ini, yaitu AS."Jadi, mestinya ke
sana alamatnya (protes), bukan ke kedutaan atau Pemerintah Australia."
Dia menambahkan,
Pemerintah AS juga harus ikut diusut dan kalau perlu ditegur serta peringatan
keras kepada Kedutaan AS di Indonesia.Jika penyadapan masih terus dilakukan,
diamengimbau agar pemerintah Indonesia untuk menghentikan hubungan diplomatik
dengan AS.
Terkait usulan
menangkal penyadapan, kata Soeripto, sangat bergantung pada kemampuan
teknologi Indonesia.Dia mengatakan, pemerintah Indonesia harus memiliki
teknologi yang lebih canggih dari milik AS."Baru dapat melakukan
penangkalan," kata dia. Saat ini, Indonesia tidak memiliki teknologi
yang canggih sehingga tetap saja menjadi korban dari penyadapan negara lain
seperti AS.dan Australia.
Pengamat
hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menilai
Presiden memang harus menunjukkan langkah tegas saat melihat adanya ancaman
yang dianggap dapat mengganggu kedaulatan negara.Kabar penyadapan yang
dilakukan Australia itu mulai mengganggu kedaulatan.
Apalagi,
pemerintah Australia masih belum memberikan klarifikasi yang jelas mengenai
kabar tersebut."Kalau melenakan, nanti tercipta tradisi
menganggap masalah kedaulatan itu tidak penting," ujar Teuku.(bilal
ramadhan, Irfan Fitrat&ed: ratna puspitaEsthi Maharani), Sumber Koran:
Republika (21 November 2013/Kamis, Hal. 09)