Kamis, 21 November 2013

BIN Deteksi Aksi Sadap Australia



JAKARTA — Badan In­telijen Negara (BIN) mende­teksi adanya data yang menunjukkan Australia me­mang melakukan penyadap­an terhadap Indonesia pada kurun 2007 dan 2009.Aksi penyadapan yang dilakukan Pemerintah Australia terha­dap Pemerintah Indonesia ti­dak boleh terjadi lagi.

Kepala BIN Marciano Norman mengatakan, pihak mana pun pasti tidak akan mendeklarasikan hal-hal yang telah dilakukan secara ilegal. Tetapi, BIN mendeteksi ada­nya pelanggaran tersebut "Beberapa informasi yang ki­ta terima, bahwa ada data-data yang memang menun­jukkan terjadi pelanggaran pada kurun waktu tersebut," kata dia, Rabu (20/11).

Marciano menyayangkan aksi tersebut karena berpo­tensi mengganggu stabilitas keamanan negara dan hubungan kedua negara. Dia mengatakan, intelijen Austra­lia telah meyakinkan bahwa tidak akan ada lagi penyadapan terhadap para pejabat In­donesia.

Tapi, menurut dia, harus ada komitmen, dari kedua ne­gara untuk mengevaluasi dan sama-sama memperbaiki kon­disi yang saat ini tercipta."Komunikasi itu harus dijaga dan keberatan dari seluruh WNI harus dipahami mereka. Dari sekarang dan ke depan itu tidak akan ada lagi. Itu yang kita tunggu," katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Soeripto me­ngatakan, Indonesia seharus­nya juga protes kepada Amerika Serikat (AS) dalam kasus penyadapan ini.Sebab, sum­ber berita penyadapan adalah Edward Snowden, mantan karyawan di National Security Agency di Amerika Serikat.

Mantan anggota Komisi I DPR ini menjelaskan, dalam permasalahan ini seharusnya dilihat siapa yang memerintahkan Australia dalam hal ini, yaitu AS."Jadi, mestinya ke sana alamatnya (protes), bukan ke kedutaan atau Pe­merintah Australia."

Dia menambahkan, Pe­merintah AS juga harus ikut diusut dan kalau perlu dite­gur serta peringatan keras kepada Kedutaan AS di In­donesia.Jika penyadapan masih terus dilakukan, diamengimbau agar pemerintah Indonesia untuk menghen­tikan hubungan diplomatik dengan AS.

Terkait usulan menangkal penyadapan, kata Soeripto, sangat bergantung pada ke­mampuan teknologi Indonesia.Dia mengatakan, pemerintah Indonesia harus memi­liki teknologi yang lebih cang­gih dari milik AS."Baru dapat melakukan penangkalan," ka­ta dia. Saat ini, Indonesia ti­dak memiliki teknologi yang canggih sehingga tetap saja menjadi korban dari penya­dapan negara lain seperti AS.dan Australia.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menilai Presiden memang harus menunjukkan langkah tegas saat melihat adanya an­caman yang dianggap dapat mengganggu kedaulatan ne­gara.Kabar penyadapan yang dilakukan Australia itu mulai mengganggu kedaulatan.

Apalagi, pemerintah Aus­tralia masih belum mem­berikan klarifikasi yang jelas mengenai kabar tersebut."Kalau melenakan, nanti ter­cipta   tradisi   menganggap masalah kedaulatan itu tidak penting," ujar Teuku.(bilal ramadhan, Irfan Fitrat&ed: ratna puspitaEsthi Maharani), Sumber Koran: Republika (21 November 2013/Kamis, Hal. 09)