Selasa,
26 November 2013 | 22:21 WIB
KEFAMENANU,
KOMPAS.com - Sejumlah anggota TNI dan polisi yang bersenjata mengawal 12 orang
tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial yang secara resmi telah ditahan
oleh pihak Kejaksaan Negeri Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU),
Nusa Tenggara Timur.
Pengawalan
yang dilakukan aparat Selasa (26/11/2013) malam, menyusul banyaknya warga yang
secara tiba-tiba membeludak memadati kantor Kejaksaan setempat, sehingga untuk
mengantisipasi peristiwa yang tidak diinginkan, pihak Kejaksaan berkoordinasi
dengan Kodim 1618TTU dan Polres TTU.
Berdasarkan
pantauan Kompas.com, terlihat warga yang kebanyakan datang adalah keluarga,
teman maupun kenalan 12 orang tersangka itu. Mulai sore menjelang malam, warga
yang diperkirakan berjumlah 200 orang mulai mendatangi kantor Kejaksaan. Bahkan
para pejalan kaki dan sebagian pengendara kendaraan bermotor yang melintas di
depan kantor pun masuk ke kompleks Kejaksaan untuk sekadar melihat langsung
proses penahanan para tersangka tersebut. Selain itu, puluhan anggota dan
pimpinan DPRD TTU juga terlihat hadir sejak siang.
"Kita
hadir di sini untuk memberi penguatan bagi dua orang teman kita yang jadi
tersangka,” ujar anggota DPRD dari Fraksi PKB, Siprianus Manehat.
Untuk
diketahui, dari 14 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, masih tersisa
dua orang yang belum ditahan yakni Robertus V Nailiu (Ketua DPRD TTU) dan
Nurdin. Kasus ini bermula ketika pada 2008 Dinas Sosial Kabupaten TTU melelang
proyek pembangunan rumah sangat sederhana sebanyak 333 unit dengan dana bansos
senilai Rp 5 miliar. Proyek digarap Robertus V Nailiun bersama dua rekanan
lain, yaitu Nurdin dan Philip B Wandi.
Hasil
pemeriksaan inspektorat setempat menemukan kerugian negara akibat
penggelembungan harga Rp 4,1 juta per rumah. Total kerugian negara diperkirakan
mencapai Rp 1,4 miliar. Dalam kasus ini, dua orang telah lebih dahulu divonis
penjara. Mereka adalah Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial, Kabupaten TTU saat
itu, Nikolaus Suni, yang mendapat vonis 2 tahun penjara, dan konsultan
perencana, Mikael Moa, yang juga mendapat vonis penjara 2 tahun.