21 November 2013 - 14:38 WIB
Kementerian Pertahanan Indonesia
menyatakan, Indonesia telah menghentikan setidaknya tiga kerja sama militer
dengan Australia, menyusul sikap negara itu tidak memberi penjelasan terkait
tuduhan penyadapan terhadap sejumlah pejabat penting Indonesia.
"Yang sementara dihentikan
adalah tiga kegiatan kerja sama utama yang membutuhkan mutual trust (saling
percaya)," kata Kepala Humas Departemen Pertahanan Brigjen Sisriyadi
kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Kamis (21/11) siang, melalui
telepon.
Keputusan menghentikan sementara
kerja sama militer ini dilakukan setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
Rabu (20/11), menyatakan Klik Indonesia menghentikan sementara berbagai kerja
sama penting dengan Australia.
Hal ini dilakukan Indonesia,
menurut Presiden Yudhoyono, karena sejauh ini Pemerintah Australia belum
memberikan penjelasan resmi terkait isu penyadapan intelijen Australia terhadap
pembicaraan telepon sejumlah pejabat Indonesia.
Menurut Brigjen Sisriyadi
salah-satu kegiatan kerja sama militer Indonesia-Australia yang dihentikan
sementara adalah pertukaran informasi intelijen terkait pencegahan aksi
terorisme.
Selama ini, lanjutnya, kerja sama
pertukaran informasi intelijen ini terus dilakukan. "Jadi sekarang
dihentikan," katanya.
Patroli laut bersama
Sisriyadi melanjutkan, Indonesia
juga menghentikan kerja sama militer berupa patroli laut bersama di wilayah
selatan Indonesia.
"Itu kerjasama patroli laut di
perbatasan untuk menangani asylum (pencari suaka)," ungkapnya.
Indonesia juga menghentikan kerja
sama patroli laut bersama di perbatasan.
Dia juga mengatakan, rencana
kerja sama militer lain yang dihentikan adalah latihan militer bersama kedua
negara. "Kalau nggak salah, kegiatan kerja sama angkatan laut itu bulan
depan. Jadi itu tidak dilaksanakan," katanya.
Lebih lanjut Srisiyadi
mengharapkan, penghentian sementara kerja sama militer Indonesia-Australia ini
akan membuat Australia "mengambil pelajaran."
Dugaan penyadapan Australia,
diduga dilakukan setidaknya sepanjang 15 hari pada tahun 2009, menurut sejumlah
media di Australia dan Inggris.
Penyadapan ini diduga dilakukan
aparat intelejen Australia terhadap para pejabat tinggi termasuk Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono serta Ibu Negara Ani Yudhoyono.
Sebelum akhirnya menghentikan
sementara kerja sama penting dengan Australia, Indonesia bereaksi keras dengan
Klik memanggil pulang Duta Besar Nadjib Riphat dari Canberra.