JAKARTA, TNI Angkatan Darat mengadakan riset
teknologi pertahanan yang bersifat strategis dan aplikatif. Untuk itu, dana
senilai Rp 35 miliar digelontorkan pada penelitian-penelitian yang dalam
jangka enam bulan ke depan sudah bisa dievaluasi.
Hal ini
disampaikan Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman seusai membuka Seminar Litbang
Pertahanan TNI AD, Selasa (19/11). Ada 12 program unggulan riset TNI AD yang
bekerja sama dengan Universitas Surya. Selain itu, TNI AD juga bekerja sama
dengan pakar-pakar dari kampus-kampus lain, seperti Institut Teknologi Bandung.
Riset yang
diadakan bersifat sederhana dan praktis.Budiman mengatakan, bidang-bidang penelitian
itu, antara lain, untuk sistem komunikasi.Alat tersebut dibuat dengan teknologi
yang salah satu syaratnya aman terhadap sadapan.Selain itu, teknologi terkait
dengan geospasial.Dengan ITB yang sudah dilakukan adalah simulator tank dan
pesawat.
"Dengan
Universitas Surya, ada juga alat pengintaian dan sistem detektor dengan lensa
untuk jarak tertentu," katanya.
Budiman
mengatakan, selain target perangkat keras dan lunak, ia juga memberi penekanan
pada sumber daya manusia. Keinginannya, para prajurit TNI kemudian bisa
membuat sendiri.Caranya adalah dengan mengembangkannya di bengkel-bengkel yang
telah dimiliki TNI, seperti diKorps Perhubungan.
Saat ini, sebagian
riset itu sudah dimulai cikal bakalnya di Universitas Surya."Yang akan
kami lakukan, mengombinasikan dengan riset yang baru dan kemampuan
prajurit," katanya.
Kepala Dinas
Penelitian dan Pengembangan TNI AD Brigjen Rudiono Edi mengatakan, saat ini
yang penting adalah memberdayakan personel di TNI AD agar punya karakter dan
budaya riset.
Tak tergantung
asing
Rektor
Universitas Surya, Yohanes Surya, mengatakan, ada banyak peluang riset
pertahanan. Ia mengatakan, dengan meriset dan membuat sendiri alat pertahanan,
kerahasiaan bisa terjamin dan ketergantungan pada asing bisa dikurangi.
Ada beberapa
pengembangan ilmu yang perlu dikembangkan, seperti teknologi nano, biologi, dan
teknologi informasi. Yohanes pun memaparkan berbagai langkah riset yang
mungkin dilakukan. Misalnya, teknologi nano di unsur karbon untuk membuat baju
antipeluru.Selain itu, teknologi nano barcode untuk memantau keberadaan
tentara.
Deputi Kepala
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bidang Rancang Bangun dan Rekayasa
Ersi Agson Gani mengatakan, peluang peningkatan industri pertahanan, kini,
semakin terbuka dengan adanya Undang-Undang No 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan. (EDN), Sumber Koran: Kompas (20 November 2013/Rabu, Hal. 05)