JAKARTA, Kalimantan Utara akan menjadi prioritas utama dalam proyek pengelolaan daerah perbatasan untuk menanggulangi penyelundupan dan peredaran narkotika. Penyebabnya, wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia tersebut sangat rawan penyelun¬dupan melalui jalur darat dan laut.
"Kalimantan Utara (Kaltara) menempati urutan ketiga setelah DKI Jakarta dan Kepulauan Riau sebagai pintu masuk penyelundupan narkotika," kata Asisten Deputi Pengelolaan Lintas Batas Negara pada Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Soni Sumarsono dalam diskusi publik perbatasan yang diselenggarakan BNPP, Rabu (6/11), di Jakarta.
Hadir sebagai pembicara Kepala Subdirektorat Interdiksi Darat dan Lintas Batas Badan Narkotika Nasional Ajun Komisaris Besar Aan Andriana, Kepala Bagian Lotas NCB-Interpol Divisi Hubungan Internasional Polri Komisaris Besar Heru Utomo Cahyono, serta Ketua DPP Gerakan Nasional Anti Narkotika Granat) Kolonel Laut (Purn) Sarmoedjie.
Soni mengatakan, jalur utama penyelundupan di wilayah perbatasan RI-Malaysia di Kaltara adalah jalur Tawau, Malaysia-Sebatik, Nunukan.
Sekretaris BNPP Triyono Budi Sasongko dalam sambutannya saat membuka diskusi mengatakan, kondisi wilayah perbatasan RI-Malaysia belum kondusif. Ja¬lur perbatasan yang membentang dari Tanjung Datuk, Kepulauan Riau, sampai Sebatik, Kaltara, belum terawasi secara optimal.
"Jumlah pos pamtas (pengamanan perbatasan) untuk mengawasi jalur perbatasan sepanjang 2.004 kilometer itu ha¬nya 76 pos. Hal itu membuat terbukanya jalur-jalur tikus untuk kegiatan ilegal, termasuk pe-nyelundupan narkotika," tutur Triyono.
Selain itu, menurut Aan Andriana, penataan pelabuhan juga belum memadai. "Kalimantan bagian utara menjadi jalur peredaran dan penyelundupan sabu dan ekstasi," ujarnya.
Pada 21-22 Oktober 2013, prajurit TNI Angkatan Darat di Pos Pamtas Sebatik, Nunukan, meng¬gagalkan penyelundupan sabu dari Tawau, Malaysia. Sabu selundupan yang berhasil digagalkan tersebut sebanyak 7,95 kilo¬gram.
Menurut Sarmoedjie, untuk mencegah peredaran narkotika di Tanah Air, selain memperketat pengawasan, juga diperlukan sosialisasi tentang bahaya narko¬tika kepada masyarakat.
"Selama demand masih ada, selama itu pula supply akan ada. Karena itu, pemerintah dan seluruh masyarakat harus berusaha mencegah berlakunya hukum pasar supply and demand tersebut," kata Sarmoedji. (JUM), Sumber Koran: Kompas (07 November 2013/Kamis, Hal. 04)