Kesuksesan para hackerIndonesia
membobol situs badan intelijenAustralia menjadi dentum agar Pemerintah
Indonesia menguatkan tentara siber yang telah dibentuk pada awal Oktober kemarin.
Dampak dari aksi peretasan tersebut adalah ancaman akan terjadinya perang hacker lintas negara secara
besar-besaran.
Aksi yang dilakukan oleh kelompok hacker Anonymous Indonesia terhadap 170
situs asal Australia setidaknya menjadi bukti perlawanan masyarakat Indonesia
atas penyadapan Pemerintah Australia dan Amerika Serikat di sejumlah negara
Asia, termasuk Indonesia. Tentu sangat dipahami kegeraman sebagian masyarakat
Indonesia pengguna internet yang memandang bahwa Australia tidak menghormati kedaulatan
Indonesia.
Tindakan spionase jelas menjadi ancaman serius
terhadap pertahanan dan kedaulatan NKRI.Dalam hal ini, ancaman dapat diartikan
setiap usaha dan kegiatan yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan bangsa.Munculnya ancaman
militer maupun ancaman nirmiliter tentu harus disadari dapat terjadi setiap
saat.
Pada dasarnya sudah menjadi hal yang sangat lumrah
bahwa adanya operasi intelijen selalu diiringi dengan perang spionase.Terlebih
tujuan utama dari operasi intelijen adalah mengumpulkan informasi, yang
ditujukan bagi kepentingan pihak pengambil keputusan guna membantu dalam
menentukan pilihan dalam suatu operasi militer.
Langkah tersebut secara detail untuk mengetahui
kondisi lawan. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia harus mengevaluasi sistem
keamanan negara, mengapa bisa disadap dan mengapa sistem keamanan lemah
menangkap serangan operasi intelijen negara asing.Sejak UU Intelijen disahkan
pada 11Oktober 2011, tugas untuk melindungi keamanan dan kepentingan nasional
terkesan masih lemah.Di mana-mana kekerasan telah menjadi tontonan harian
masyarakat sehingga terasa tidak ada tempat yang aman di negeri ini.
Ironisnya aparat keamanan juga menjadi target teror
itu sendiri, sebagaimana peristiwa yang dialami oleh anggota Provost Polda
Metro Jaya Bripka Sukardi yang tewas karena ditembak oleh orang tidak dikenal
di depan gedung KPK (10/9). Sebelumnya, kasus serupa juga terjadi atas Aiptu
Kus Hendratno dan Bripka Ahmad Maulana, anggota Bimas Polsek Pondok Aren,
ditembak saat patroli menjelang 17 Agustus.
Kiranya sulit untuk mengelak bahwa kerja intelijen
Indonesia meredam konflik di berbagai daerah dan mengantisipasi teror terhadap
aparat keamanan belum berjalan optimal, terlebih melakukan penangkalan
terhadap operasi intelijen negara lain. Lembaga intelijen seolah hanya berpusat
pada ancaman terorisme atau pengedaran narkoba belum semangat memproteksi keamanan
negara dari spionase.
Secara lebih ekstrem, koordinasi antarlembaga
intelijen tidak berperan melakukan tindakan untuk mendeteksi dini dalam rangka
pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap hal-hal yang berpotensi
menimbulkan gangguan dan ancaman keamanan.Tentu dapat dimaklumi jika intelijen
nasional belum bergerak cepat karena semrawutnya lembaga intelijen.
Selain Badan Intelijen Negara (BIN), ada juga
intelijen yang dimiliki oleh Mabes TNI, atau juga Intelijen Keamanan (Intelkam)
Mabes Polri, dan juga Intel Kejaksaan, Intel Imigrasi, Intel Bea Cukai, Intel
Hak Kekayaan Intelektual, serta intel di setiap kementerian atau lembaga negara
laini BIN sebagai koordinator lembaga-lembaga intelijen tersebut sampai saat
ini terkesan belum jelas membangun garis koordinasinya sehingga terkesan
lemahdalam kontra intelijen.
Dengan menimbang adanya aksi spionase yang
dilakukan negara lain, pemerintah harus membangun kekuatan intelijen dengan
mengaktifkan semua komponen intelijen terutama lembaga sandi negara dan tentara
siber. Karena kontra intelijen bermain di kandang sendiri, penguasaan wilayah
tentu lebih dimiliki intelijen nasional daripada intel asing.
Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan sandi
intelijen sebagai sebuah parameter dalam melindungi informasi yang dianggap
penting dan rahasia.Kesadaran ini jelas sudah dimiliki manusia zaman dulu yang
menganggap perlunya merahasiakan sesuatu terhadap pihak yang dianggap tidak
perlu mengetahui.
Cakupan risiko dan ancaman atas kedaulatan
informasi nasional semakin transnasional sehingga Indonesia menjadi
"rumah kaca" bagi intelijen negara lain. Fakta mudahnya intelijen
asing menembus sumber data dan informasi nasional melalui aksi penyadapan jelas
menjadi bukti lemahnya pemerintah menjaga kedaulatan informasi.Lembaga Sandi
Negara (Lemsaneg) harus berbenah untuk mengembangkan sandi negara karena
penyadapan selalu ada.
Konstelasi politik hubungan luar negeri antarnegara
di masa depan tentu tidak lagi dibatasi dengan status kawan dan lawan
bersenjata, namun selalu diiringi keinginan untuk menggali informasi lebih
terhadap negara lainnya. Pada tataran empiris kenegaraan, tentu tidak dapat
dibantah bahwa negara yang kuat selalu didukung lembaga intelijen yang kuat
pula.
Maka tidak heran jika hampir semua kedutaan besar
melakukan kegiatan intelijen.Sehingga, penting membangun kemampuan kontra
intelijen agar kendati ada penyadapan maka yang didapatkan adalah informasi
penyesatan yang sengaja dilakukan dan tidak terfilter dengan baik.(MUHK.HAMDAN
sbg Fungsional Widyaiswara Kementenan Hukum dan HAM RI), Sumber Koran:
Republika (19 November 2013/Selasa, Hal. 06)