Selasa, 19 November 2013

Australia Harus Berikan Jaminan



CANBERRA — Pemerin­tah Australia harus memberi­kan jaminan kepada Indonesia menyusul kabar penyadapan terhadap beberapa tokoh. Ja­minan tersebut di antaranya Australia harus berjanji tidak akan kembali menyadap pe­mimpin Indonesia.

Mantan menteri luar ne­geri Australia Bob Carr me­ngatakan, Australia bisa men­contoh upaya Amerika Serikat meyakinkan Jerman.Karena itu, Australia seharusnya bisa meyakinkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kalaupun Australia me­mang melakukan penyadapan, itu takkan terjadi lagi."Jika Presiden Amerika bisa membe­rikan jaminan kepada Angela Merkel kalau mereka tak men­dengar apa yang dia katakan, maka kita harusnya mampu melakukan itu tanpa kesulitan kepada Presiden Indonesia," ujar dia dalam wawancara dengan stasiun televisi Nine Aus­tralia, Senin (18/11).

Sementara itu, Perdana Menteri Australia Tony Ab­bott mengatakan, pemerintah Australia mengumpulkan segala informasi seperti yang di­lakukan pemerintah negara lain. Namun, dia mengatakan,tindakan Australia selalu ber­tujuan membantu sekutu me­reka, seperti Indonesia.

Ia mengatakan, Australia menggunakan semua sumber daya untuk membantu, bukan menyakiti sekutu. Namun, dia mengatakan, pemerintahnya tidak akan pernah memberi­kan komentar terkait masa­lah-masalah intelijen itu. "Ini telah menjadi tradisi pemerin­tah," kata dia.

Kabar penyadapan ini su­dah beredar sejak awal bulan ini.Namun, Pemerintah Aus­tralia menyatakan tidak menyadap Indonesia.Namun, media Inggris, Guardian me­lansir penyadapan terhadap tokoh-tokoh Indonesia pada Senin (18/11).

Informasi tersebut dida­sarkan pada dokumen rahasia yang dibocorkan oleh intel Amerika Serikat, Edward Snowden. Dokumen tersebut menyebutkan bahwa Presiden SBY dan sembilan orang yang masuk dalam lingkaran da­lamnya menjadi target penya­dapan Australia.

Dokumen itu menyebut­kan badan intelijen elektronik Australia, atau yang juga dise­but Direktorat Sandi Pertahanan telah menyadap aktivitas telepon genggam Presiden SBY selama 15 hari pada Agustus 2009 lalu.Saat itu Australia masih dipimpin oleh Perdana Menteri Kevin Rudd.

Daftar target penyadapan Australia itu menyebut nama-nama pejabat tinggi ternama Indonesia. Mulai dari Wakil Presiden Boediono hinggamantan wakil presiden Jusuf Kalla. Ada pula nama mantan dubes RI untuk AS Dino Patti Djalal yang sekarang menjadi kepala Badan Koordinasi Pe­nanaman Modal serta Menko Perekonomian Hatta Rajasa.

ABC melaporkan salah sa­tu dokumen rahasia tersebut berjudul "3G impact and up­date" yang berisi grafik upaya intelijen Australia untuk mengimbangi teknologi 3G yang digunakan Indonesia dan sejumlah negara kawasan Asia Tenggara lainnya.

Terdapat juga daftar se­jumlah orang yang menjadi target penyadapan. Bahkan, intelijen Australia memiliki rekomendasi untuk memilih salah satu nama tersebut dan menjadikannya target penya­dapan, dalam kasus ini adalah kepala negara Indonesia.

Hatta mengatakan, dia prihatin dengan praktik terse­but.Sebagai mensesneg kala itu, ada sejumlah hal yang me­nyangkut rahasia negara dibicarakan."Dalam konteks Indonesia, kita sudah memiliki UU transparansi terhadap in­formasi.Tidak diperlukan sadap-menyadap," ujar dia.

Meski demikian, Hatta ti­dak ingin berkomentar lebih lanjut mengingat hal tersebut menyangkut hubungan baik kedua negara. Dia menyer­ahkan persoalan ini kepada Kemenko Polhukam dan instansi lain yang terkait. "Jadi, saya tentu tidak perlu overreaction."(Ichsan Emrald Alamsyah/stevy maradona/ahmad Islamy Jamil/esthi maharani/muhammad iqbal/ap,&ed: ratna puspita), Sumber Koran: Republika (19 November 2013/Selasa, Hal. 08)