Rabu, 13/11/2013 - 18:14, JAKARTA,(PRLM).- Tenaga profesional Lemhanas Mayjen TNI (Purn) I Putu Sastra mengakui jika selama ini ada tata kelola negara yang salah, sehingga terjadi tumpang-tindih dan ketidaksingkronan dalam penyelenggaraan negara. Untuk itu Lemhanas sebagai pemegang ruh Pancasila terus mengkaji tentang sistem kelola dan ketahanan negara.
“Selama ini Lemhanas tak mengalergikan Pancasila, karena Pancasila merupakan ruh dari bangsa ini. Karena itu setelah mencermati perjalanan bangsa ini, Lemhanas terus melakukan kajian tata negara termasuk mengakomodir aspirasi tentang perlunya GBHN, MPR RI sebagai lembaga tinggi negara dan lainnya,” tegas I Putu Sastra dalam dialog “Menata ulang sistem bernegara’ bersama Mayjen TNI (purn) I Putu Sastra, pengamat politik Yudi Latief, dan Ketua BK DPD RI AM Fatwa di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Rabu (13/11/2013).
Putu Sastra mantan pengawal Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengatakan, di Lemhanas ada enam hal mendasar yang menjadi pegangan dan kajian Lembahanas, yaitu pembukaan UUD 1945 yang meliputi wawasan nusantara, Bhinneka Tunggal Ika dengan segala kulturalnya sebelum dan sesudah Indoensia merdeka. Kedua, lembaga ketahanan nasional.
Ketiga, jembatan emas seperti dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 yaitu kemerdekaan, NKRI. Keempat, kewaspadaan nasional yang meliputi sistem kepemimpinan nasional dan lain-lain, kelima, Pancasila untuk mengukur ketahanan nasional melalui potensi kekayaan di daerah, dan hirarki, struktur sistem ketatanegaraan.
“Jadi, Lemhanas akan menjaga tata kelola negara ini sejalan dengan amanat perjuangan bangsa. Kalaupun ada upaya amendemen kelima UUD 1945 yang bertujuan untuk memperbaiki dan menata kembali tata kelola negara yang lebih baik, maka kami siap menjalankan itu bersama pemerintah dan MPR RI,” kata Putu Sasrta berharap. (A-109/A_88)***