Rabu, 20 November 2013

Presiden Disadap, TNI Ciptakan Antisadap POLRI Hentikan Kerjasama Antiteror, Telat Nggak Ya???



Selasa, 19 November 2013.


SIAGA – JAKARTA Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Budiman, turut meradang saat mendengar bocoran kicauan Snowden mantan peneliti NSA, jika Negara dan bangsanya menjadi sasaran penyadapan negeri Kanguru dan Paman Sam. Sementara, tak mau ketinggalan, Kapolri Komisaris Jenderal Sutarman, mengancam akan memutuskan kerjasama antiteroris dengan Australia jika Perdana Menteri Australia tidak meminta maaf secara resmi kepada Pemerintah dan Rakyat Indonesia secara terbuka.

TNI tak tinggal diam menyikapi isu penyadapan yang dilakukan Intelijen Australia kepada Presiden dan sejumlah pejabat penting lainnya. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman menegaskan pihaknya telah melakukan kerjasama dengan salah satu perguruan tinggi untuk mencegah penyadapan.

“Saat ini kami sedang melakukan riset bekerjasama dengan salah satu universitas untuk membuat peralatan antisadap dan mengembangkan IT Teknologi. Kita sudah menandatangani MoU berisi 12 jenis riset,” kata Budiman usai memberi pengarahan di hadapan ratusan prajurit TNI yang akan bertolak ke Lebanon,  di Markas Kostrad TNI AD, Cilodong, Depok, Selasa 19 November 2013.

Menurut Budiman, TNI telah melakukan persiapan internal dan melengkapi diri sebagai upaya mencegah penyadapan. Ke depannya, dengan riset yang dilakukan tersebut, TNI akan memiliki peralatan yang jauh lebih modern sehingga dapat diperhitungkan.

“Kita juga telah mempersiapkan diri untuk bisa mengetahui apa yang mereka lakukan dan kita sudah lakukan itu. Selain melakukan riset, nantinya diharapkan kita dapat membuat alat itu sendiri agar lebih mandiri,” ungkap dia.

Sementara Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, tetap berkilah dengan mengatakan di hadapan Parlemen pada Senin kemarin, 18 November 2013, pemerintahannya tidak akan meminta maaf atas aksi spionase yang telah mereka lakukan kepada Indonesia.

Abbott membela diri, bahwa langkah itu dilakukan untuk melindungi Australia saat ini dan di masa lampau, sehingga jauh lebih penting untuk dilakukan ketimbang meminta maaf.

Namun, terkait penyadapan ini, Presiden SBY secara terang-terangan menyatakan, Australia menjadi penyebab rusaknya hubungan bilateral dengan Indonesia.

“Tindakan (penyadapan oleh) Amerika Serikat dan Australia jelas telah merusak kemitraan strategis dengan Indonesia sebagai sesama negara penganut sistem demokrasi,” kata SBY.

Dia makin kecewa karena pernyataan Abbott dianggap meremehkan isu penyadapan terhadap Indonesia tanpa sedikit pun menunjukkan sikap penyesalan. Padahal sejak kabar penyadapan oleh AS dan Australia muncul ke permukaan, Indonesia telah didesak oleh rakyatnya dengan memprotes keras.

Oleh sebab itu, kata SBY, Pemerintah dan Kementerian Luar Negeri RI mengambil langkah diplomatik tegas dengan menarik Duta Besarnya dari Australia. Bahkan, melalui twiternya, secara pribadi SBY mengecam keras PM Abbott dan pihak pemerintah Australia.

Senada dengan kegarangan TNI, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Sutarman menyatakan siap menghentikan semua program kerjasama dengan Australia bila diperintahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal itu disampaikan Sutarman menanggapi terkuaknya penyadapan yang dilakukan intelijen Australia, Defense Signals Directorate (DSD).

“Polri punya kerjasama dengan Australia, tapi kalau Presiden memerintahkan dihentikan, akan laksanakan,” kata Sutarman usai pertemuan Kapolri dengan Insan Pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa 19 November 2013.

Ia menuturkan, kerjasama Polri dengan Australia saat ini adalah berupa peralatan dan perlengkapan milik Polri. Barang-barang tersebut adalah Jakarta Center for Law Enforcement (JCLEC) yang terletak di Semarang. Program penanggulangan trans national crime, people smuggling, trafficking in person, dan terorisme, semua itu dibantu oleh Australia.

Polri dan Australian Federal Police (AFP) juga memiliki program pelatihan dan dukungan laboratorium cyber crime Bareskrim dan laboratorium DNA di Cipinang guna pengungkapan kasus.

“Kerjasama ini police to police cooperation. Kalau diminta berhenti, kami siap berhenti,” katanya.

Para pejabat Indonesia yang disadap Australia adalah Presiden SBY, Ibu Negara Kristiani Herawati atau Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, mantan Juru Bicara Kepresidenan Bidang Luar Negeri Dino Patti Djalal yang kini menjadi Duta Besar RI untuk AS, mantan Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng, Hatta Rajasa, mantan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati yang kini menjabat Direktur Bank Dunia, mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Widodo AS, dan mantan Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil.

Presiden RI telah melontarkan kemurkaannya pada Australia. “Tindakan (penyadapan oleh) Amerika Serikat dan Australia jelas telah merusak kemitraan strategis dengan Indonesia sebagai sesama negara penganut sistem demokrasi,” kata SBY. Itu pula yang membuatnya memerintahkan Menlu RI Marty Natalegawa untuk menarik Duta Besar RI dari Australia.

Indonesia juga akan meninjau ulang sejumlah agenda kerjasama bilateral dengan Australia sebagai konsekuensi atas tindakan menyakitkan yang dilakukan oleh Australia. “Indonesia menuntut Australia memberikan jawaban resmi yang dapat dipahami publik terkait isu penyadapan terhadap Indonesia,” kata SBY.